Kamis, 15 September 2011

PROBLEMATIKA PELAKSANAAN HUKUM JINAYAT DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Oleh: Hakim Agung Drs. H. Hamdan. SH, MH A. PENDAHULUAN Menurut Aristoteles, manusia merupakan zoon politicon (makhluk sosial). Hal ini tidak dapat dipungkiri dari kenyataan yang ada, di mana manusia selalu berinteraksi antara yang satu dan yang lainnya. Di samping sebagai makhluk sosial manusia juga merupakan makhluk Tuhan yang dianugerahi nafsu atau kehendak yang mendorong manusia untuk bertindak. Nafsu inilah yang dapat menjadi sebuah bencana apabila tidak dikendalikan. Oleh karena itu ada benarnya apa yang dikatakan oleh Hobbes “hommo homini lupus bellum contra omnes” yang artinya bahwa manusia ibarat serigala yang ganas dan saling memangsa satu dan yang lainnya. Untuk mengatur tata kehidupan manusia yang dapat berpotensi menjadi kacau dan tak beraturan itu, maka dibutuhkan suatu instrumen yang disebut hukum. Dengan hukum ini manusia dipaksa untuk menghormati hak-hak orang lain serta mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang aman dan tertib (rust end orde), selain itu hukum juga diharapkan dapat mengakomodasi kemungkinankemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang melalui pembentukan instrumen hukum baik berupa peraturan perundang-undangan maupun kelembagaannya. Di dalam aliran pragmatic legal realism yang dipelopori oleh Roscou Pond hukum dianggap sebagai a tools social of engeneering (alat rekayasa sosial). Oleh karena itu suatu keniscayaan kiranya di dalam masyarakat ada hukum (ubi societes ibi ius). Indonesia sebagai negara hukum dengan wilayah yang luas dan berpenduduk besar telah membagi wilayah atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota sebagaimana termaktub dalam Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Negara Kesatuan Makalah Rakernas 2011 | 3 Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kebupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Ayat tersebut tidak mengurangi makna otonomi daerah yang dijamin dalam Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (7) dan Pasal 18A serta Pasal 18B UUD 1945. Bahkan pengaturan yang memberikan otonomi khusus kepada Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepada Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua mencerminkan bahwa di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap dimungkinkan adanya pola-pola pengaturan yang bersifat pluralis seperti Aceh dan Papua. Aceh adalah salah satu daerah dalam wilayah Republik Indonesia yang memiliki keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. Legitimasi ini diberikan oleh pemerintah pusat untuk memenuhi harapan masyarakat Aceh yang menginginkan daerah ini berlaku hukum syariat sebagaimana dahulu kala di masa kesultanan Aceh. Akhirnya pemerintah pusat menyetujui dengan membuat UU No 44 Tahun 1999 yang antara lain mengatur tentang syariat Islam di Aceh. Selain undang-undang ini masih ada beberapa undang-undang yang lain tentang pemberlakuan syariat Islam di Aceh, termasuk yang terakhir sekali disahkan yaitu UU No 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Dalam undang-undang tersebut tentang syariat Islam disebut di banyak tempat, masuk ke dalam berbagai bidang dan lebih lengkap dari apa yang telah ada sebelumnya. Sejak diresmikan Mahkamah Syar’iyah pada tahun 2003 sampai saat ini dengan kewenangan memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwal al-syakhshiyyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas Syariat Islam, selain secara rutin menyelesaikan semua perkara yang diajukan kepada Mahkamah di tingkat Kabupaten/Kota maupun di tingkat Provinsi secara internal Mahkamah Syar’iyah sedang melengkapi aparat dan sarana, dan secara external Mahkamah Syar’iyah sedang giat melakukan koordinasi dan komunikasi untuk lancar dan suksesnya peran, tugas Makalah Rakernas 2011 | 4 pokok dan fungsinya selaku pelaksana kekuasaan kehakiman di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bersamaan dengan pelaksanaan tugas-tugas pokok Mahkamah Syar’iyah, tidak sedikit faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penegakan hukum terutama menyangkut hukum jinayat. B. PENGERTIAN HUKUM JINAYAT Hukum Jinayat adalah salah satu dari uslub dalam pembahasan fiqh, uraian tentang jinayat posisinya diurutan terakhir setelah ibadah, muamalah dan munakahah. Pembahasan masalah jinayat diurutan yang terakhir mempunyai philosofy tersendiri sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai literatur fiqh. Pholosofy tersebut ialah bahwasanya bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan tubuh dan syahwatnya, maka dalam kondisi ini biasanya mereka cenderung melakukan perbuatan jinayat. Adapun yang dimaksud dengan Jinayat adalah suatu tindak kejahatan, pengrusakan maupun penghilangan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, selain itu jinayat juga sering disebut dengan jarimah. Jinayat juga diistilahkan untuk denda atau hukuman bagi para pelaku kejahatan. Bagi setiap pelaku kejahatan mereka pasti akan mendapatkan ganjaran atas perbuatannya yang tidak lurus baik di dunia maupun di akhirat. Pemberian denda di dunia tersebut secara khusus juga disebut sebagai jinayat atau pun jarimah. Pelarangan tindakan jinayat dipahami dari dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits Nabi SAW, selanjutnya juga dalil-dalil syar’iy lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran Surat Al-An’am ayat 151 yang berbunyi: Artinya: Jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak…. (Al-An’am: 151) Makalah Rakernas 2011 | 5 Dalam ayat di atas Allah Swt dengan jelas mengatakan bahwa sama sekali tidak boleh membunuh suatu jiwa yang diharamkannya, yaitu orang yang mukmin kecuali dengan cara yang hak, artinya dengan alasan tertentu sehingga ia boleh dibunuh, seperti karena orang mukmin tersebut telah membunuh sesama mukmin, telah melakukan zina muhsan dan lain-lain. Selain ayat di atas juga masih banyak lagi ayatayat Al-Quran yang menjelaskan tentang larangan melakukan tindakan jinayat (pidana). Tindakan pidana ataupun jinayat bukan hanya membunuh saja, akan tetapi juga mencakup kejahatan-kejahatan yang lain seperti pemukulan, penghilangan anggota badan, merusak kehormatan, tuduhan, perkosaan, perzinahan dan lain sebagainya yang termasuk dalam kasus kriminal. Kasus-kasus jinayat tersebut jelas disebut dalam dalil-dalil hukum Islam, baik Al-Quran, Hadits maupun dalil-dalil syar’iy yang lain. Semua kejahatan ini akan diberikan denda bagi siapa yang melakukannya. Alasan kenapa tindakan kejahatan dilarang dalam Islam, adalah karena agama Islam sangat intens menjaga hak-hak manusia. Dalam Islam seseorang sama sekali tidak dibenarkan memperlakukan orang lain dengan semena-mena, tetapi Islam menyuruh umatnya untuk saling menghormati dan menjaga hak orang lain. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kehidupan yang dinamis dan ideal. C. TUJUAN HUKUM JINAYAT 1. Tujuan Umum Hukum Islam secara umum memiliki tujuan sebagai rahmatan lil alamin, hukum Islam menjadi tolak ukur bagi manusia dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan baik dalam bidang ubudiyah, sosial, pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya, semua hal itu harus sesuai dengan hukum Islam, bila tidak maka dikatakan bathil. Namun secara subtansial hukum Islam memiliki tujuan masing-masing, sebagaimana jinayat yang merupakan satu bidang dalam fiqh, juga memiliki tujuan tersendiri sebagaimana bidang-bidang yang lain. Adapun hukum jinayat maka Makalah Rakernas 2011 | 6 tujuannya adalah untuk mencegah tindak kejahatan dengan memberikan hukuman bagi seseorang sesuai dengan kejahatan yang ia lakukan. Tujuan umum dari hukum jinayat tersebut adalah untuk mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, baik dengan mendatangkan keuntungan dan manfaat ataupun menghilangkan kemudharatan dan kerusakan dari manusia. Maka dalam hal ini Allah menghendaki agar manusia terlepas dari segala kerusakan dan memperoleh keselamatan. 2. Tujuan Khusus Secara khusus hukum jinayat adalah bertujuan untuk menjaga lima hal yang terdapat pada manusia, yang kelima hal tersebut kedudukannya sangat penting yaitu, agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Kelima hal ini wajib bagi manusia untuk menjaganya dan juga dilarang menghilangkan salah satu dari kelima hal ini dari orang lain. Maka bila ia melakukannya akan dikenakan denda. Bentuk denda yang diberikan juga bermacam-macam tergantung besar dan kecilnya kesalahan yang dilakukan. Denda tersebut terdiri dari qisas, rajam, had, dan ta’zir. Semua itu adalah untuk membuat jera pelaku jinayah agar tidak mengulangi lagi perbuatannya, demikian juga bagi orang lain sehingga urung untuk melakukan kejahatan bila melihat hukuman yang akan diterima bila melakukan kejahatan. D. PROBLEM PENEGAKAN HUKUM JINAYAT Penegakan hukum (law enforcement) merupakan permasalahan yang muncul hampir di setiap negara, khususnya bagi negara-negara berkembang. Di Indonesia permasalahan hukum sangat banyak dan beragam baik kualifikasinya maupun modus operandinya, termasuk penegakan hukum jinayat di Aceh. Saking banyaknya masalah hukum tersebut, maka banyak pula yang belum atau mungkin tidak akan dapat diselesaikan. Dan apabila dicermati maka terdapat banyak hal yang perlu dibenahi terkait dengan penegakan hukum di Indonesia yang bersifat sistemik. Oleh sebab itu, pembenahannya pun harus dilaksanakan secara sistemik. Makalah Rakernas 2011 | 7 Menurut Friedman, sistem hukum mencakup tiga aspek yaitu: aspek struktural, substansial dan kultural. Agar supremasi hukum dapat terwujud, tentunya ketiga subsistem tersebut harus berjalan baik secara simultan. Adapun upaya-upaya pembenahan yang harus segera dilakukan adalah: 1. Aspek Struktural Struktur hukum yang dimaksud di sini mencakup dua hal yaitu kelembagaan hukum dan aparatur hukum. Menyangkut kelembagaan, Mahkamah Syar’iyah dengan sebagian kewenangannya mengadili perkara pidana tertentu in casu jinayat merupakan lembaga baru yang harus melengkapi segala atribut hukum menyangkut kewenangan barunya itu. Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah. Hal mana dirasakan masih kurangnya tenaga hakim tingkat banding ataupun tingkat pertama dan terjadinya mutasi hakim dari lembaga Peradilan Agama lain ke Mahkamah Syar’iyah Aceh yang belum pernah menangani kasus jinayat. 2. Aspek Substansial Substansi hukum yang dimaksud di sini adalah mencakup aturan-aturan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Secara substansial dalam menjalankan kewenangan menyelesaikan perkara jinayat, Mahkamah Syar’iyah mengakui masih menemukan kendala dalam penyelenggaraan tugas kewenangan Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, terutama menyangkut hukum formil dan materil. Terkait dengan substansi hukum tersebut, secara ekternal juga terdapat kendala yang meliputi: Pertama : Para terdakwa tidak ditahan untuk setiap tingkat proses pemeriksaan (baik pada tahap penyelidikan, penyidikan, penyiapan berkas di kejaksaan maupun pada saat pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan eksekusi, sehingga proses pemeriksaan sering terhambat bahkan gagal sama sekali karena para terdakwa Makalah Rakernas 2011 | 8 tidak ditemukan ketika dipanggil untuk hadir. Hal ini terjadi karena Mahkamah Syar’iyah belum mempunyai hukum acara tersendiri dalam menyelesaikan kasus jinayat. Hukum formil (acara) yang digunakan di Mahkamah Syar’iyah adalah hukum acara pidana yang berlaku di pengadilan umum sementara hukum materil berdasarkan qanun. Dalam masalah penahanan, kedua aturan ini tidak mungkin bertemu karena hukuman berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dikompensasikan dengan masa penahanan, sementara dalam qanun materil jinayat tidak ada hukuman yang dapat dikompensasikan dengan masa penahanan disebabkan lama masa hukuman kurungan dalam qanun tidak mencapai batas minimal sebagaimana yang diatur dalam KUHAP dan selebihnya hukuman dalam qanun berupa cambuk dan membayar denda. Kedua : Para ahli hukum dan praktisi hukum belum dapat menerima pelimpahan wewenang perkara pidana (jinayat) kepada Mahkamah Syar’iyah yang sebelumnya merupakan kewenangan pengadilan umum karena payung hukum pelimpahan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teori dan hierarki hukum. Mereka beralasan “kewenangan mengadili perkara pidana (jinayat) diberikan kepada pengadilan umum berdasarkan undang-undang, sementara kewenangan tersebut dicabut dari pengadilan umum dan diberikan kepada Mahkamah Syar’iyah berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. KMA/070/SK/X/2004 tanggal 6 Oktober 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang dari peradilan umum kepada Mahkamah Syar’iyah, secara hierarki tidak mungkin Undang-undang dapat dikalahkan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Demikian juga Undangundang No.44 Tahun 1999 jo Undang-undang No.18 Tahun 2001 jo Undang-Undang No.11 Tahun 2006 memberikan wewenang kepada Mahkamah Syar’iyah untuk mengadili perkara pidana (jinayat) bersifat umum yang rinciannya akan diatur dengan qanun di mana nilainya sangat jauh di bawah Undang-undang, sementara kewenangan mengadili perkara pidana diberikan kepada peradilan umum dengan Undang-undang Makalah Rakernas 2011 | 9 secara rinci. Secara teori hukum undang-undang umum akan dikalahkan dengan Undang-undang khusus (lex spesialis dirogat lex generalis)”. 3. Aspek Kultural Dalam penegakan hukum salah satu unsur yang penting adalah budaya hukum. Budaya hukum ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan hukum masyarakat. Dalam tradisi hukum civil law, pembentukan praturan perundang-undangan sangat mudah. Selain itu tradisi civil law ini menganut teori fictie hukum yang konsekuensinya semua orang dianggap telah tahu hukum, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang yang melanggar hukum untuk tidak di hukum hanya dengan alasan tidak tahu hukum walaupun sebenarnya orang tersebut tidak tahu bahwa telah ada hukum baru. Untuk meningkatkan budaya sadar hukum bagi masyarakat seharusnya sosialisasi peraturan perundang-undangan harus dilakukan secara intensif. Karena apabila tidak, akan sulit untuk menciptakan budaya hukum yang lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari SDM yang rendah, hambatan akses informasi dan lain sebagainya. Aspek penyebaran informasi yang lamban juga sesungguhnya sangat mempengaruhi rendahnya tingkat pemahaman hukum masyarakat tentang kewenangan Mahkamah Syar’iyah. Sejalan dengan apa yang telah diuraikan tersebut, Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH., M.A. dalam bukunya “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum” bahwa masalah pokok penegakan hukum (law enforcement) sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktorfaktor dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Faktor hukumnya sendiri, berupa undang-undang; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; Makalah Rakernas 2011 | 10 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Lebih lanjut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum. Dengan melihat kenyataan banyaknya kendala yang dihadapi, disarankan kepada seluruh aparatur hukum Mahkamah Syar’iyyah tidak mudah berputus asa. Dalam kondisi hukum dan penegakan hukum seperti itu bisa saja dikatakan berada dalam kondisi abnormal. Dan dengan meminjam kata-kata Achmad Ali, maka terhadap hal itu, juga harus ditangani dengan cara-cara abnormal. Jenis keadilan yang harus diwujudkan juga harus jenis keadilan yang cocok untuk situasi abnormal itu. Achmad Ali, dengan menyitir pandangan Kritz mengistilahkan sebagai transitional justice. Pemahaman ini didasarkan pada kondisi abnormal, maka dalam menegakkan keadilan jangan lagi menonjol-nonjolkan prosedural justice semata, yaitu hanya keadilan yang lahir dalam suatu proses formal penegakan hukum. Untuk memulihkan kepercayaan rakyat, jangan lagi formalitas dan prosedural yang dikedepankan, tetapi para penegak hukum seyogianya lebih memperhatikan asas keadilan masyarakat (vide H. Siswono Sunarto, 2005). E. PENUTUP Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka problem penegak hukum jinayat di Aceh ke depan haruslah menjadi tanggung jawab kolektif kita bersama sebagai warga peradilan. Tanpa kemauan dan niat baik mustahil penegakan hukum jinayat dapat diwujudkan. Salah satu yang terpenting adalah pemahaman kita terhadap hak dan kewajiban. Nemo Sine Cruce Beatus: tiada kebahagiaan tanpa usaha. Makalah Rakernas 2011 | 11 Daftar Bacaan : 1. Undang-Undang Dasar RI tahun 1945; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; 4. Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986 tentang peradilan umum; 5. Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh; 6. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2001 tentang member izin kepada Aceh untuk melaksanakan syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh; 7. Soerjono Soekanto, Prof. Dr. S.H., M.A., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Ed. I,-9-, Rajawali Pers, Jakarta, 2010; 8. H. Siswono Sunarto, Dr., S.H., M.H., Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Cet.I, 2005;

PROBLEMATIKA PELAKSANAAN HUKUM JINAYAT
DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Oleh: Hakim Agung Drs. H. Hamdan. SH, MH
A. PENDAHULUAN
Menurut Aristoteles, manusia merupakan zoon politicon (makhluk sosial).
Hal ini tidak dapat dipungkiri dari kenyataan yang ada, di mana manusia selalu
berinteraksi antara yang satu dan yang lainnya. Di samping sebagai makhluk sosial
manusia juga merupakan makhluk Tuhan yang dianugerahi nafsu atau kehendak yang
mendorong manusia untuk bertindak. Nafsu inilah yang dapat menjadi sebuah
bencana apabila tidak dikendalikan. Oleh karena itu ada benarnya apa yang dikatakan
oleh Hobbes “hommo homini lupus bellum contra omnes” yang artinya bahwa manusia
ibarat serigala yang ganas dan saling memangsa satu dan yang lainnya.
Untuk mengatur tata kehidupan manusia yang dapat berpotensi menjadi
kacau dan tak beraturan itu, maka dibutuhkan suatu instrumen yang disebut hukum.
Dengan hukum ini manusia dipaksa untuk menghormati hak-hak orang lain serta
mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang aman dan tertib
(rust end orde), selain itu hukum juga diharapkan dapat mengakomodasi kemungkinankemungkinan
yang terjadi di masa yang akan datang melalui pembentukan instrumen
hukum baik berupa peraturan perundang-undangan maupun kelembagaannya. Di
dalam aliran pragmatic legal realism yang dipelopori oleh Roscou Pond hukum
dianggap sebagai a tools social of engeneering (alat rekayasa sosial). Oleh karena itu
suatu keniscayaan kiranya di dalam masyarakat ada hukum (ubi societes ibi ius).
Indonesia sebagai negara hukum dengan wilayah yang luas dan berpenduduk
besar telah membagi wilayah atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi
atas kabupaten dan kota sebagaimana termaktub dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Negara Kesatuan
Makalah Rakernas 2011 | 3
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kebupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”.
Ayat tersebut tidak mengurangi makna otonomi daerah yang dijamin dalam
Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (7) dan Pasal 18A serta Pasal 18B UUD 1945.
Bahkan pengaturan yang memberikan otonomi khusus kepada Provinsi Daerah
Istimewa Aceh yang menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepada
Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua mencerminkan bahwa di bawah Negara
Kesatuan Republik Indonesia tetap dimungkinkan adanya pola-pola pengaturan yang
bersifat pluralis seperti Aceh dan Papua.
Aceh adalah salah satu daerah dalam wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. Legitimasi ini diberikan
oleh pemerintah pusat untuk memenuhi harapan masyarakat Aceh yang menginginkan
daerah ini berlaku hukum syariat sebagaimana dahulu kala di masa kesultanan Aceh.
Akhirnya pemerintah pusat menyetujui dengan membuat UU No 44 Tahun 1999 yang
antara lain mengatur tentang syariat Islam di Aceh.
Selain undang-undang ini masih ada beberapa undang-undang yang lain tentang
pemberlakuan syariat Islam di Aceh, termasuk yang terakhir sekali disahkan yaitu UU
No 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Dalam undang-undang tersebut
tentang syariat Islam disebut di banyak tempat, masuk ke dalam berbagai bidang dan
lebih lengkap dari apa yang telah ada sebelumnya.
Sejak diresmikan Mahkamah Syar’iyah pada tahun 2003 sampai saat ini dengan
kewenangan memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang
meliputi bidang al-ahwal al-syakhshiyyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata)
dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas Syariat Islam, selain secara rutin
menyelesaikan semua perkara yang diajukan kepada Mahkamah di tingkat
Kabupaten/Kota maupun di tingkat Provinsi secara internal Mahkamah Syar’iyah
sedang melengkapi aparat dan sarana, dan secara external Mahkamah Syar’iyah sedang
giat melakukan koordinasi dan komunikasi untuk lancar dan suksesnya peran, tugas
Makalah Rakernas 2011 | 4
pokok dan fungsinya selaku pelaksana kekuasaan kehakiman di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
Bersamaan dengan pelaksanaan tugas-tugas pokok Mahkamah Syar’iyah, tidak
sedikit faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penegakan hukum
terutama menyangkut hukum jinayat.
B. PENGERTIAN HUKUM JINAYAT
Hukum Jinayat adalah salah satu dari uslub dalam pembahasan fiqh, uraian
tentang jinayat posisinya diurutan terakhir setelah ibadah, muamalah dan munakahah.
Pembahasan masalah jinayat diurutan yang terakhir mempunyai philosofy tersendiri
sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai literatur fiqh. Pholosofy tersebut ialah
bahwasanya bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan tubuh dan syahwatnya,
maka dalam kondisi ini biasanya mereka cenderung melakukan perbuatan jinayat.
Adapun yang dimaksud dengan Jinayat adalah suatu tindak kejahatan,
pengrusakan maupun penghilangan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain,
selain itu jinayat juga sering disebut dengan jarimah. Jinayat juga diistilahkan untuk
denda atau hukuman bagi para pelaku kejahatan. Bagi setiap pelaku kejahatan mereka
pasti akan mendapatkan ganjaran atas perbuatannya yang tidak lurus baik di dunia
maupun di akhirat. Pemberian denda di dunia tersebut secara khusus juga disebut
sebagai jinayat atau pun jarimah.
Pelarangan tindakan jinayat dipahami dari dalil yang terdapat dalam Al-Quran
dan Hadits Nabi SAW, selanjutnya juga dalil-dalil syar’iy lainnya. Hal ini dapat dilihat
dalam Al-Quran Surat Al-An’am ayat 151 yang berbunyi:
Artinya: Jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak….
(Al-An’am: 151)
Makalah Rakernas 2011 | 5
Dalam ayat di atas Allah Swt dengan jelas mengatakan bahwa sama sekali tidak
boleh membunuh suatu jiwa yang diharamkannya, yaitu orang yang mukmin kecuali
dengan cara yang hak, artinya dengan alasan tertentu sehingga ia boleh dibunuh,
seperti karena orang mukmin tersebut telah membunuh sesama mukmin, telah
melakukan zina muhsan dan lain-lain. Selain ayat di atas juga masih banyak lagi ayatayat
Al-Quran yang menjelaskan tentang larangan melakukan tindakan jinayat
(pidana).
Tindakan pidana ataupun jinayat bukan hanya membunuh saja, akan tetapi juga
mencakup kejahatan-kejahatan yang lain seperti pemukulan, penghilangan anggota
badan, merusak kehormatan, tuduhan, perkosaan, perzinahan dan lain sebagainya
yang termasuk dalam kasus kriminal. Kasus-kasus jinayat tersebut jelas disebut dalam
dalil-dalil hukum Islam, baik Al-Quran, Hadits maupun dalil-dalil syar’iy yang lain.
Semua kejahatan ini akan diberikan denda bagi siapa yang melakukannya.
Alasan kenapa tindakan kejahatan dilarang dalam Islam, adalah karena agama
Islam sangat intens menjaga hak-hak manusia. Dalam Islam seseorang sama sekali
tidak dibenarkan memperlakukan orang lain dengan semena-mena, tetapi Islam
menyuruh umatnya untuk saling menghormati dan menjaga hak orang lain. Tujuannya
adalah untuk mewujudkan kehidupan yang dinamis dan ideal.
C. TUJUAN HUKUM JINAYAT
1. Tujuan Umum
Hukum Islam secara umum memiliki tujuan sebagai rahmatan lil alamin, hukum
Islam menjadi tolak ukur bagi manusia dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan
baik dalam bidang ubudiyah, sosial, pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya, semua
hal itu harus sesuai dengan hukum Islam, bila tidak maka dikatakan bathil.
Namun secara subtansial hukum Islam memiliki tujuan masing-masing,
sebagaimana jinayat yang merupakan satu bidang dalam fiqh, juga memiliki tujuan
tersendiri sebagaimana bidang-bidang yang lain. Adapun hukum jinayat maka
Makalah Rakernas 2011 | 6
tujuannya adalah untuk mencegah tindak kejahatan dengan memberikan hukuman bagi
seseorang sesuai dengan kejahatan yang ia lakukan.
Tujuan umum dari hukum jinayat tersebut adalah untuk mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia, baik dengan mendatangkan keuntungan dan manfaat
ataupun menghilangkan kemudharatan dan kerusakan dari manusia. Maka dalam hal
ini Allah menghendaki agar manusia terlepas dari segala kerusakan dan memperoleh
keselamatan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus hukum jinayat adalah bertujuan untuk menjaga lima hal yang
terdapat pada manusia, yang kelima hal tersebut kedudukannya sangat penting yaitu,
agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Kelima hal ini wajib bagi manusia untuk
menjaganya dan juga dilarang menghilangkan salah satu dari kelima hal ini dari orang
lain. Maka bila ia melakukannya akan dikenakan denda.
Bentuk denda yang diberikan juga bermacam-macam tergantung besar dan
kecilnya kesalahan yang dilakukan. Denda tersebut terdiri dari qisas, rajam, had, dan
ta’zir. Semua itu adalah untuk membuat jera pelaku jinayah agar tidak mengulangi lagi
perbuatannya, demikian juga bagi orang lain sehingga urung untuk melakukan
kejahatan bila melihat hukuman yang akan diterima bila melakukan kejahatan.
D. PROBLEM PENEGAKAN HUKUM JINAYAT
Penegakan hukum (law enforcement) merupakan permasalahan yang muncul
hampir di setiap negara, khususnya bagi negara-negara berkembang. Di Indonesia
permasalahan hukum sangat banyak dan beragam baik kualifikasinya maupun modus
operandinya, termasuk penegakan hukum jinayat di Aceh. Saking banyaknya masalah
hukum tersebut, maka banyak pula yang belum atau mungkin tidak akan dapat
diselesaikan. Dan apabila dicermati maka terdapat banyak hal yang perlu dibenahi
terkait dengan penegakan hukum di Indonesia yang bersifat sistemik. Oleh sebab itu,
pembenahannya pun harus dilaksanakan secara sistemik.
Makalah Rakernas 2011 | 7
Menurut Friedman, sistem hukum mencakup tiga aspek yaitu: aspek
struktural, substansial dan kultural. Agar supremasi hukum dapat terwujud,
tentunya ketiga subsistem tersebut harus berjalan baik secara simultan.
Adapun upaya-upaya pembenahan yang harus segera dilakukan adalah:
1. Aspek Struktural
Struktur hukum yang dimaksud di sini mencakup dua hal yaitu kelembagaan
hukum dan aparatur hukum. Menyangkut kelembagaan, Mahkamah Syar’iyah dengan
sebagian kewenangannya mengadili perkara pidana tertentu in casu jinayat merupakan
lembaga baru yang harus melengkapi segala atribut hukum menyangkut kewenangan
barunya itu. Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia
yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di
Mahkamah Syar’iyah. Hal mana dirasakan masih kurangnya tenaga hakim tingkat
banding ataupun tingkat pertama dan terjadinya mutasi hakim dari lembaga Peradilan
Agama lain ke Mahkamah Syar’iyah Aceh yang belum pernah menangani kasus jinayat.
2. Aspek Substansial
Substansi hukum yang dimaksud di sini adalah mencakup aturan-aturan
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Secara substansial dalam menjalankan kewenangan menyelesaikan perkara
jinayat, Mahkamah Syar’iyah mengakui masih menemukan kendala dalam
penyelenggaraan tugas kewenangan Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, terutama
menyangkut hukum formil dan materil.
Terkait dengan substansi hukum tersebut, secara ekternal juga terdapat
kendala yang meliputi:
Pertama : Para terdakwa tidak ditahan untuk setiap tingkat proses
pemeriksaan (baik pada tahap penyelidikan, penyidikan, penyiapan berkas di kejaksaan
maupun pada saat pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan eksekusi, sehingga
proses pemeriksaan sering terhambat bahkan gagal sama sekali karena para terdakwa
Makalah Rakernas 2011 | 8
tidak ditemukan ketika dipanggil untuk hadir. Hal ini terjadi karena Mahkamah
Syar’iyah belum mempunyai hukum acara tersendiri dalam menyelesaikan kasus
jinayat.
Hukum formil (acara) yang digunakan di Mahkamah Syar’iyah adalah hukum
acara pidana yang berlaku di pengadilan umum sementara hukum materil berdasarkan
qanun. Dalam masalah penahanan, kedua aturan ini tidak mungkin bertemu karena
hukuman berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dapat dikompensasikan dengan masa penahanan, sementara dalam qanun
materil jinayat tidak ada hukuman yang dapat dikompensasikan dengan masa
penahanan disebabkan lama masa hukuman kurungan dalam qanun tidak mencapai
batas minimal sebagaimana yang diatur dalam KUHAP dan selebihnya hukuman dalam
qanun berupa cambuk dan membayar denda.
Kedua : Para ahli hukum dan praktisi hukum belum dapat menerima
pelimpahan wewenang perkara pidana (jinayat) kepada Mahkamah Syar’iyah yang
sebelumnya merupakan kewenangan pengadilan umum karena payung hukum
pelimpahan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teori dan hierarki
hukum. Mereka beralasan “kewenangan mengadili perkara pidana (jinayat) diberikan
kepada pengadilan umum berdasarkan undang-undang, sementara kewenangan
tersebut dicabut dari pengadilan umum dan diberikan kepada Mahkamah Syar’iyah
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. KMA/070/SK/X/2004
tanggal 6 Oktober 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang dari peradilan umum
kepada Mahkamah Syar’iyah, secara hierarki tidak mungkin Undang-undang dapat
dikalahkan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Demikian juga Undangundang
No.44 Tahun 1999 jo Undang-undang No.18 Tahun 2001 jo Undang-Undang
No.11 Tahun 2006 memberikan wewenang kepada Mahkamah Syar’iyah untuk
mengadili perkara pidana (jinayat) bersifat umum yang rinciannya akan diatur dengan
qanun di mana nilainya sangat jauh di bawah Undang-undang, sementara kewenangan
mengadili perkara pidana diberikan kepada peradilan umum dengan Undang-undang
Makalah Rakernas 2011 | 9
secara rinci. Secara teori hukum undang-undang umum akan dikalahkan dengan
Undang-undang khusus (lex spesialis dirogat lex generalis)”.
3. Aspek Kultural
Dalam penegakan hukum salah satu unsur yang penting adalah budaya hukum.
Budaya hukum ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan hukum masyarakat. Dalam
tradisi hukum civil law, pembentukan praturan perundang-undangan sangat mudah.
Selain itu tradisi civil law ini menganut teori fictie hukum yang konsekuensinya semua
orang dianggap telah tahu hukum, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang yang
melanggar hukum untuk tidak di hukum hanya dengan alasan tidak tahu hukum
walaupun sebenarnya orang tersebut tidak tahu bahwa telah ada hukum baru. Untuk
meningkatkan budaya sadar hukum bagi masyarakat seharusnya sosialisasi peraturan
perundang-undangan harus dilakukan secara intensif. Karena apabila tidak, akan sulit
untuk menciptakan budaya hukum yang lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari SDM
yang rendah, hambatan akses informasi dan lain sebagainya. Aspek penyebaran
informasi yang lamban juga sesungguhnya sangat mempengaruhi rendahnya tingkat
pemahaman hukum masyarakat tentang kewenangan Mahkamah Syar’iyah.
Sejalan dengan apa yang telah diuraikan tersebut, Prof. Dr. Soerjono
Soekanto, SH., M.A. dalam bukunya “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum” bahwa masalah pokok penegakan hukum (law enforcement)
sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktorfaktor
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri, berupa undang-undang;
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan;
Makalah Rakernas 2011 | 10
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Lebih lanjut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kelima faktor tersebut
saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan
hukum.
Dengan melihat kenyataan banyaknya kendala yang dihadapi, disarankan
kepada seluruh aparatur hukum Mahkamah Syar’iyyah tidak mudah berputus asa.
Dalam kondisi hukum dan penegakan hukum seperti itu bisa saja dikatakan berada
dalam kondisi abnormal. Dan dengan meminjam kata-kata Achmad Ali, maka
terhadap hal itu, juga harus ditangani dengan cara-cara abnormal. Jenis keadilan yang
harus diwujudkan juga harus jenis keadilan yang cocok untuk situasi abnormal itu.
Achmad Ali, dengan menyitir pandangan Kritz mengistilahkan sebagai transitional
justice. Pemahaman ini didasarkan pada kondisi abnormal, maka dalam menegakkan
keadilan jangan lagi menonjol-nonjolkan prosedural justice semata, yaitu hanya keadilan
yang lahir dalam suatu proses formal penegakan hukum. Untuk memulihkan
kepercayaan rakyat, jangan lagi formalitas dan prosedural yang dikedepankan, tetapi
para penegak hukum seyogianya lebih memperhatikan asas keadilan masyarakat (vide
H. Siswono Sunarto, 2005).
E. PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka problem penegak hukum jinayat di
Aceh ke depan haruslah menjadi tanggung jawab kolektif kita bersama sebagai warga
peradilan. Tanpa kemauan dan niat baik mustahil penegakan hukum jinayat dapat
diwujudkan. Salah satu yang terpenting adalah pemahaman kita terhadap hak dan
kewajiban. Nemo Sine Cruce Beatus: tiada kebahagiaan tanpa usaha.
Makalah Rakernas 2011 | 11
Daftar Bacaan :
1. Undang-Undang Dasar RI tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
4. Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor 2 Tahun 1986 tentang peradilan umum;
5. Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh;
6. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2001
tentang member izin kepada Aceh untuk melaksanakan syariat Islam secara sempurna
dan menyeluruh;
7. Soerjono Soekanto, Prof. Dr. S.H., M.A., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Ed. I,-9-, Rajawali Pers, Jakarta, 2010;
8. H. Siswono Sunarto, Dr., S.H., M.H., Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Cet.I, 2005;

PERMASALAHAN HUKUM PERKAWINAN DALAM PRAKTEK PENGADILAN AGAMA

PERMASALAHAN HUKUM PERKAWINAN
DALAM PRAKTEK
PENGADILAN AGAMA
Oleh: Habiburrahman
PENDAHULUAN
Hukum Perkawinan yang menjadi hukum terapan hakim pada peradilan
agama adalah hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan antara lain adalah: izin beristeri lebih dari seorang, izin
melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu)
tahun dalam hal orang tua wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat, dispensasi kawin, pencegahan perkawinan, penolakan perkawinan oleh
Pegawai Pencatat Nikah, pembatalan perkawinan, gugatan kelalaian atas kewajiban
suami atau isteri, perceraian karena talak, gugatan perceraian, penyelesaian harta
bersama, mengenai penguasaan anak-anak, ibu dapat memikul biaya pemeliharaan
dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak
memenuhinya, penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri atau penentuan suatu
kewajiban bagi bekas isteri, putusan tentang sah tidaknya seorang anak, putusan
tentang pencabutan kekuasaan orang tua, pencabutan kekuasaan wali, penunjukan
orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut,
menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan
belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya pada hal tidak ada penunjukan oleh
orang tuanya, pembenanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah
menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya,
penetapan asal usul anak, ptutusan tentang hal penolakan pemberian keterangan
untuk melakukan perkawinan campuran, pernyataan tentang sahnya perkawinan
yang terjadi sebelum Undang-undang znomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain (Penjelasan Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989).
Dengan lahirnya INPRES Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam (KHI), Inpres yang menjadi wadah atas kesepakatan Ulama dan Cendikiawan
Muslim Indonesia, antara lain bidang Hukum Perkawinan Islam, kewenangan hakim
pada peradilan agama tersebut bertambah beberapa poin, antara lain tentang: mahar,
3
itsbat nikah (Pasal 7 ayat (2), (3), dan (4) KHI.), larangan kawin, kawin hamil,
pembatalan perkawinan, pemeliharaan anak (hadhanah), akibat talak1. Kemudian
dengan lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kewenangan di bidang perkawinan
ditambah lagi: penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
Sesuai dengan topik yang ditugaskan oleh Ketua Muda Agama dalam rangka
Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung Republik Indonesia kepada penulis:
"Beberapa Masalah Hukum Perkawinan dalam Praktek Pengadilan Agama",
tidak semua aspek di bidang perkawinan tersebut di atas diangkat dalam makalah ini,
kami batasi dalah hal-hal berikut: itsbat nikah, izin melangsungkan perkawinan bagi
orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dalam hal orang tua wali atau
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat dan penolakan perkawinan oleh
Pegawai Pencatat Nikah, mengenai penguasaan anak-anak (hadhanah), penentuan
kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri (mut'ah), dan
penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
ITSBAT NIKAH
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (2) menyatakan:
'Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku',
dilengkapi dengan penegasan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal
10 ayat (3) berbunyi: 'Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masingmasing
hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di
hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi'. Pasal 11 (1) Sesaat
setelah dilangsungkan perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang
telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. (2) Akta
perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani
pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi
yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali
1 Mut'ah (pemberian berupa harta benda atau uang dari suami kepada istri yang dijatuhi talak. UU
Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengenal mut'ah, tetapi dimuat di dalam Pasal 41 huruf c dengan istilah
'biaya penghidupan bagi bekas istri' yang prinsipnya sama dengan mut'ah tersebut), nafkah iddah
(nafkah selama isteri dalam masa tunggu sejak saat dijatuhi talak hingga kedua suami istri tersebut
benar-benar resmi terputus tali perkawinannya/tiga kali suci lebih kurang 100 hari), biaya
pemeliharaan anak yang hak hadhanah (pemeliharaan) nya berada pada isteri.
4
nikah atau yang mewakilinya. (3) Dengan menandatangani akta perkawinan, maka
perkawinan telah tercatat secara resmi.
UU Nomor 23 Tahun 2006
Pasal 1 angka 17 'Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang
meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak,
pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status
kewarganegaraan'.
Pasal 1 angka 23 'Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KUAKec,
adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk
pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam'.
Pasal 34
Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib
dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatat Sipil
mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta
Perkawinan.
(2) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing
diberikan kepada suami dan isteri.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penduduk yang
beragama Islam kepada KUAKec.
(4) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
dalam Pasal 8 ayat (2) wajib disampaikan oleh KUAKec kepada Instansi
Pelaksana2 dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan
perkawinan dilaksanakan.
Pasal 35
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi:
a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
2 Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab dan
berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan (UU No 23/2006 Ps. 1
angka 7)
5
b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas
permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan
dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
Pasal 37 Pencatatan Perkawinan di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(4) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di tempat
tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke
Indonesia.
Pasal-pasal Pidana: Calon mempelai yang melanggar ketentuan Pasal 10 ayat
(3) PP diancam dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu
lima ratus rupiah). Pegawai Pencatat yang melanggar Pasal 10 dan 11 PP diancam
dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya
Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur lebih
tegas lagi 'ancaman pidana' yang berkaitan dengan 'perkawinan'.
Pasal 90
(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administrative berupa denda apabila melampaui
batas waktu pelaporan Peristiwa Penting dalam hal:
b. perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) atau Ps 37 ayat
(4);
c. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Ps 39 ayat (1);
d. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Ps 40 ayat (1) atau Ps 41 ayat (4);
e. pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Ps 43 ayat (1);
f. kematian sebagaimana dimaksud dalam Ps 44 ayat (1) atau Ps 45 ayat (1);
g. pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Ps 47 ayat (2) atau Ps 48
ayat (4);
h. pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam Ps 49 ayat (1);
i. pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Ps 50 ayat (1);
(2) Denda administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
6
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda administrative sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Harifin A. Tumpa3 berkaitan dengan nikah yang tidak tercatat, dapat
dibedakan apakah suatu perbuatan topik tersebut4 mempunyai dua sisi yaitu apakah
gejala atau realita yang akan dibicarakan tersebut dilakukan orang tertentu karena
kenakalan atau ada iktikad buruk ataukah apakah gejala dan realita tersebut
merupakan gejala umum yang tumbuh dan berkembang karena ada faktor-faktor yang
sifatnya tidak bisa dihindari. Kalau gejala/realita tersebut muncul karena hanya
kenakalan atau ada iktikad tidak baik, misalnya orang kawin sirih karena tidak puas
dengan pasangannya atau tidak puas dengan apa yang dia punyai, maka kejadian
tersebut tidak bisa dibenturkan dengan kepastian hukum yang telah menentukan
dengan jelas aturan main dari suatu perbuatan hukum.
Tetapi kalau gejala/realita itu muncul karena ada faktor-faktor tertentu,
misalnya adanya keterpaksaan di luar kemampuan untuk dihindari, sehingga harus
menyimpang dari aturan hukum yang semestinya, maka hal tersebut tentu akan
menjadi pertimbangan dari hakim di dalam rangka mewujudkan keadilan.
Bagir Manan5 dalam forum yang sama mempertegas ketentuan Pasal 2 ayat
(2) UU. No 1 Th 1974 'Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku'; hanya bersifat administratif. Menurut penulis statemen
beliau ini sejalan dengan isi UU No 23 Th 2006 tersebut di atas; pencatatan bukan
untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan, yang menentukan sahnya
perkawinan mutlak ditentukan oleh aturan agama, khususnya bagi umat Islam syari'at
perkawinan (Hukum Munakahat).
Beberapa orang dari DPRD Polewali Mandar sekitar bulan Maret 2011
datang ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, mengadukan hal yang menimpa
nasib sebagian kaum Muslimin disana (sebanyak 3936 pasangan suami istri) yang
teraniaya nasibnya akibat tidak memiliki bukti nikah: mengadu ke pengadilan dalam
kasus keluarga/rumah tangga tidak dilayani, meminta akte kelahiran untuk anak tidak
dilayani, menginap di hotel ditanya mana bukti nikahnya, akan berangkat ibadah haji
tidak dianggap bersama suami/istri dan lain sebagainya.
3 Ketua Mahlamah Agung Republik Indonesia Th 2009 s d sekarang.
4 Seminar Nasional dengan topik, Hukum Materiil Peradilan Agama –Subtopik Nikah Siri-
(Jakarta: Hotel RedTop, 2010).Pelenggara PPHIMM dan Mimbar Hukum, tgl 19 Februari 2010.
5 Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia priode Tahun 2001 s d 2008.
7
Demikian juga yang menjadi keprihatinan Konsulat Jenderal Republik
Indonesia di Negeri Sabah (Malaysia) 4316 pasangan suami istri masyarakat
Indonesia disana yang tidak memiliki bukti nikah, berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 084/KMA/SK/V/2011, Tanggal
25 Mei 2011, untuk pertama kalinya Pengadilan Agama memperoleh izin bersidang di
luar negeri.
Diktum SK - KMA tersebut:
Pertama: Memberi ijin kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat ntuk melaksanakan
sidang pengesahan perkawinan (itsbat nikah) di kantor Perwakilan
Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia yang berdomisili di luar
negeri;
Kedua: Sidang pengesahan perkawinan (itsbat nikah) sebagaimana tersebut dalam
diktum pertama dilaksanakan sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku;
Ketiga: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.
Pada bulan Juni 2011 PA Jakarta Pusat melakukan sidang keliling di Negeri Sabah
(Malaysia) tersebut. Sidang berlangsung secara marathon dari hari Senin s d Jumat
dua minggu berturut-turut, dari 640 permohonan untuk "Itsbat Nikah" ada 16
pasangan yang tidak hadir atau perkawinannya tidak dapat diisbatkan karena
bermasalah (melanggar ketentuan syarat rukun nikah menurut hokum Islam).
Kesimpulan dari uraian panjang lebar di atas antara lain:
1. Perkawinan orang Islam yang dilangsungkan sesuai ketentuan syarat rukun
Hukum Perkawinan Islam adalah sah;
2. Setiap pernikahan wajib menurut UU dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat
Nikah setempat, kewajiban tersebut bersifat administratif;
3. Pernikahan yang tidak dicatat karena sesuatu alasan yang dapat dibenarkan
menurut hukum dapat diitsbatkan, kecuali bagi mereka yang berpoligami harus
menempuh prosedur poligami dahulu dan bila permohonan itsbat diajukan setelah
suami atau istri yang bersangkutan meninggal dunia, maka itsbat nikah diajukan
secara kontentius, ahli waris Pewaris (suami atau istri) menjadi pihak yang
digugat.. Sebaliknya perkawinan yang dilakukan secara sengaja melanggar UU
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 90 UU Nomor 23 Tahun
8
2006 tentang Administrasi Kependudukan dan menjadi kewenangan peradilan
umum, kecuali UU menentukan lain.
IZIN KAWIN DAN PENOLAKAN OLEH PPN
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, dalam
hal calon mempelai belum berusia 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua,
kecuali bila salah seorang telah meninggal dunia atau cacat kehendak, maka izin
cukup dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan
kehendak (Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3) UU No 1 h 1974).
Dari alinea di atas ada 2 (dua) asas hukum yang terkandung, yaitu:
1. Asas suka sama suka, dan
2. Asas partisipasi keluarga
Asas Suka sama Suka mengandung makna bahwa perkawinan hanya dapat
dilangsungkan bila kedua calon benar-benar bercita-cita mewujudkan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, tidak ada paksaan dari pihak manapun baik
orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat keamanan, dan lain lain.
Asas Partisipasi Keluarga mengandung makna bahwa perkawinan harus seizing orang
tua sesuai blanko yang telah disediakan oleh aparat Desa/Kelurahan setempat, setelah
blanko tersebut diisi oleh Kepala Desa/Lurah kemudian dibacakan isinya, bila orang
tua tersebut setuju dengan isi Pernyataan Memberi Izin kepada anaknya untuk
menikah, maka orang tua calon mempelai tersebut membubuhkan tanda tangan pada
surat pernyataan tersebut, buka nikah diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua –
yang telah mendidik dan membesarkannya. Bila orang tua sudah tidak ada lagi, maka
izin dimaksud diperoleh dari wali.
Kata 'Wali' bukan yang dimaksud wali nikah tetapi wali pengampu; bila wali tidak
ada maka izin dari orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalam garis lurus ke atas.
Perkara 'Izin Kawin' tidak berkaitan dengan wali nikah, tetapi murni dalam
hal penegakan asas partisipasi keluarga tersebut. Pasal 6 ayat (5) menyatakan:'Daalam
hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3), dan
(4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan
pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hokum tempat tinggal orang yang akan
9
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut memberi izin setelah lebih
dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.
Pasal 6 ayat (6) berbunyi: "Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal
ini berlaku sepanjang hokum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari
yang bersangkutan tidak menentukan lain".
Sejarah lahirnya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, penuh
krusial bahkan hampir terjadi pertumpahan darah; "Pemuda-pemuda Islam´melakukan
demonstrasi besar-besaran ke Gedung DPR-RI yang sedang membahas RUU tentang
Perkawinan tersebut, karena draft semula persis isi pasal-pasal dalam KUHPdt (BW).
Demo tersebut membuahkan hasil meskipun tidak maksimal, sehingga pasal-pasal
yang mendiskreditkan agama diluruskan, seperti sahnya perkawinan, tujuan
perkawinan dan beberapa hal lagi. Akan tetapi aroma hukum Barat tetap saja
dominant, contohnya asas suka sama suka adalah mengadopsi Ps 28 KUHPdt, asas
kematangan berumah tangga mengadopsi Ps. 29, asas partisipasi keluarga yang dalam
pembahasan sekarang mengadopsi Ps. 35. dst
Izin kawin seperti diatur dalam UU murni meniru BW, oleh karenanya
hakim pada peradilan agama cukup mempedomani ketentuan Ps 6 ayat (6) tersebut di
atas, karena pasal tersebut tidak diatur dalam Kitab Munakahat (Hukum Perkawinan
Islam), bila KHI mengambil alih UU yang identik dengan BW hal itu dikarenakan
Tim Perumus Hukum Perkawinan KHI adalah Yahya Harahap, cs – yang nota bene
tidak menguasai syari'at Islam, lihat Buku Peradilan dan Problematikanya dari Penulis
yang telah dibagi-bagikan ke seluruh PTA se Indonesia dengan judul Sub Bab "Halhal
yang kontroversial tentang KHI" halaman 90 s d 104.
Tentang blanko 'Penolakan' KUAKec. hal tersebut berkaitan dengan 'wali
nikah', sekilas mirip persoalan izin kawin dengan wali hakim, bedanya dalam hal izin
kawin berdasarkan ketentuan UU sedangkan wali hakim berdasarkan Peraturan
Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987, tanggal 28 Oktober 1987, dalam konsideran
menimbang huruf a dinyatakan: bahwa sahnya nikah menurut agama Islam ditentukan
antara lain dengan adanya Wali Nikah, karena itu apabila Wali Nasab tidak ada, atau
mafqud (tidak diketahui di mana berada) atau berhalangan atau tidak memenuhi
syarat atau adlal (menolak), maka Wali Nikahnya adalah Wali Hakim. Pasal 2 ayat (2)
PMA berbunyi: Untuk menyatakan adlalnya Wali sebagaimana tersebut ayat (1) pasal
ini ditetapkan dengan keputusan Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal
calon mempelai wanita. Ayat (3) menyatakan: Pengadilan Agama memeriksa dan
10
menetapkan adlalnya Wali dengan cara singkat atas permohonan calon mempelai
wanita dengan mengahdirkan wali calon mempelai wanita.
Mencermati keadaan di atas, jelas peradilan agama atau hakim pada
peradilan agama selama ini, telah keliru mencermati ketentuan UU dan PMA
berkaitan dengan kewenangan hakim dalam hal izin kawin dan wali adlal.
Kesimpulan penulis:
1. Hakim pada peradilan agama dalam hal penanganan perkara 'izin kawin',
hendaklah berpedoman pada ketentuan Pasal 6 ayat (6) UU. No. 1 Th. 1974;
2. Wali adlal, sesuai dengan asas hakim tidak boleh menolak perkara dengan alas
an hukum tidak atau belum ada, maka demi penegakan hukum dan keadilan
perkara wali adlal wajib diselesai dengan acara kontensius – lihat Buku
Peradilan dan Problematikanya tersebut di atas halaman 31 s d 33 -
PENGUSAAN ANAK (Hadhanah)
Fenomena perceraian di Indonesia, dari tahun ke tahun memperlihatkan tren
meningkat. Hal ini perlu mendapatkan perhatian oleh pihak terkait, karena dampak
perceraian cukup serius, salah satunya adalah dampak yang dialami anak. Anaklah
yang menjadi korban langsung akibat perceraian orang tuanya, sehingga pihak terkait
perlu memerhatikan nasib anak korban perceraian, sehingga anak tidak semakin
terjerembab sebagai korban.
Oleh karena itu, hak-hak keperdataan anak jangan sampai diabaikan,
sehingga diperlukan upaya-upaya untuk memberikan jaminan bagi terpeliharannya
hak-hak keperdataan anak. Lembaga peradilan dalam hal ini mempunyai peranan
penting untuk menjamin hak-hak keperdataan anak lewat putusan-putusannya. Hakim
yang memeriksa perkara perceraian misalnya dapat mempertimbangkan dalam
putusannya untuk mengatur tentang hak-hak anak yang orang tuanya melakukan
perceraian.6
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari
janin dalam kandungan, sampai anak berumur 18 tahun.7 Bertitik tolak dari konsepsi
perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, UU Perlindungan Anak
6 Muchsin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pasca Perceraian Orang Tua, (Jakarta,
PP>IKAHI, 2010), Majalah Varia Peradilan No. 301, Desember 2010, h. 5.
7 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
11
meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas
sebagai berikut, 1) Nondiskriminatif; 2) Kepentingan yang terbaik bagi anak; 3) Hak
untuk hidup, pendapat anak.kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan 4)
Penghargaan
Adapun tanggungjawab dan kewajiban orang tua terhadap anak adalah meliputi:
a) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b)
Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c)
Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.8 Untuk melangsungkan
perkawinan, seorang anak yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun harus
mendapatn izin dari kedua orang tuanya.9 Kedua orang tua yang dimaksud bukan
hanya telah mendapat izin dari Bapaknya saja atau ibunya saja, akan tetapi baik bapak
maupun ibunya sama-sama mengizinkan. Dan izin yang diberikan kepada anak yang
mau kawin itu harus telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun bagi pihak pria
dan 16 (enam belas) tahun bagi pihak wanita. Apabila kurang dari usia itu, meskipun
kedua orang tuanya mengizinkan, perkawinan belum bisa dilangsungkan sebelum
diajukan dispensasi kawin melalui pengadilan agama bagi calon mempelai beragama
Islam dan pengadilan negeri bagi selainnya di wilayah di mana perkawinan itu mau
dilangsungkan.10
Apabila anak di bawah usia 21 tahun baik pria maupun wanita hanya mendapat
ijin melangsungkan pernikahan dari pihak bapak atau ibunya saja, tidak kedua bapak
ibu bersama-sama mengizinkan, maka perkawinan belum bisa dilangsungkan. Dalam
hal ini, untuk menghilangkan kebuntuan, maka harus diajukan pula melalui
pengadilan yang berwenang untuk mendapatkan penetapan. Begitu juga, apabila anak
di bawah usia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi
wanita terhalang perkawinannya sebelum mendapat penetapan dispensasi perkawinan
dari pengadilan yang berwenang harus diikuti pula ijin dari kedua orang tuanya.
Apabila kedua orang tuanya atau salah satu dari orang tuanya tidak mengizinkan,
maka pengadilan tidak serta merta mengeluarkan penetapan dispensasi kawin kepada
anak tersebut.
8 Perkawinan hanya diizinkan oleh kedua orang tuanya jika pihak pria telah berusia 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun (Pasal 7 (1) UU
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
9 Baca Pasal 6 (2) UU No. 1 Tahun 1974.
10 Baca Pasal 7 (2) UU No. 1 Tahun 1974.
12
Sedemikian pentingnya perlindungan terhadap anak, maka apabila dalam hal
terjadi perceraian maka pengasuhan dan pemeliharaan anak dapat disepakati oleh
orang tuanya, siapa yang akan bertanggung jawab untuk mengasuh dan memelihara
anak. Jika terjadi perselisihan di mana masing-masing pihak menuntut pengasuhan
dan pemeliharaan anak maka permohonan dapat diajukan bersama dengan gugatan
cerai atau diajukan secara terpisah. Jika diajukan secara terpisah, sesudah adanya
perceraian maka:
1) Untuk yang beragama Islam permohonan diajukan ke pengadilan agama tempat
istri tinggal. Kompilasi Hukum Islam menyatakan anak yang belum berumur 12
(dua belas) tahun atau anak yang belum mumayyiz, pemeliharaannya dapat jatuh
kepada ibu. Jika anak sudah berumur 12 (dua belas) tahun ke atas maka
diserahkan kepada anak apakah akan ikut ibu atau ayahnya;11
2) Untuk yang beragama selain Islam, permohonan diajukan ke pengadilan negeri
tempat termohon tinggal. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan
hak pengasuhan dan pemeliharaan kepada pengadilan negeri. Sedangkan
termohon adalah pihak yang dituntut untuk memenuhi permohonan dari pemohon.
Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena
suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka
kewajiban dan tanggung jawab atas dapat beralih kepada:12
1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, dapat
mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan
tentang pencabutan kuasa asuh orang tua, atau melakukan tindakan pengawasan
apabila terdapat alasan yang kuat untuk itu;
2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat
ketiga, tidak dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan kuasa asuh orang
tua dapat juga diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga yang
mempunyai kewenangan untuk itu;
3) Penetapan pengadilan dapat menunjuk perseorangan atau lembaga
pemerintah/masyarakat untuk menjadi wali bagi yang bersangkutan, yaitu:
a) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan harus seagama dengan agama
yang dianut anak yang akan diasuhnya; dan
b) Dalam hal lembaga tersebut berlandaskan agama maka anak yang diasuh harus
11 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 156 huruf (a dan b).
12 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 156 huruf c.
13
seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan.
Dalam hal lembaga tersebut tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan
pengasuhan anak harus memerhatikan agama yang dianut oleh anak yang
bersangkutan. Pengasuhan anak dapat dilakukan di dalam maupun di luar
panti.
KEWAJIBAN SUAMI MEMBERI BIAYA PENGHIDUPAN KEPADA BEKAS
ISTRI (MUT'AH).
Eksekusi pembayaran sejumlah uang yang terdiri dari: mut'ah, nafkah iddah,
dan nafkah anak bardasarkan putusan hakim, baik atas dasar tuntutan istri dalam
gugatan rekonvensinya atau atas dasar ex officio hakim dalam perkara izin
mengikrarkan talak, apakah pemberian izin ikrar talak suami berjalan dengan
sendirinya terlepas dari perintah wajib membayar sejumlah uang tersebut, ataukah
membayar kewajiban terlebih dahulu baru hak untuk menjatuhkan talak diberikan ?.
A. Djazuli menguraikan sebagai berikut: "Dalam kehidupan ini, sering kita
dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang tidak mudah. Pilihan-pilihan itu dihadapkan
kepada kita, baik dalam masalah-masalah yang bersifat individual, kehidupan
keluarga, maupun masyarakat, sering juga dihadapi oleh para pemimpin Negara
bahkan pemimpin dunia.
Pilihan mana yang akan diambil mengacu kepada nilai-nilai yang dianut oleh
yang bersangkutan tentang keyakinan akan kebenaran, kebaikan, kemashlahatan, dan
hati nuraninya, yang tersimpul dalam kearifannya menentukan pilihan. Kesalahan
dalam mengambil pilihan mengandung akibat-akibat tertentu yang merugikan bagi
kehidupannya. Sebaliknya, ketepatan dalam menentukan pilihan akan mem
bawa kemanfaatan, kalau tidak pada waktu sekarang, manfaatnya akan tiba pada masa
yang akan datang.
Oleh karena manusia itu terikat oleh ruang dan waktu, maka pilihannya pun
terikat oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini, pilihan-pilihan tersebut mengedepankan
skala prioritas; mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan; mana
yang lebih penting dan mana yang tidak begitu mendesak; mana yang menyangkut
pribadi atau keluarga dan mana yang menyangkut orang banyak.
Makin besar ruang lingkup masalah yang dihadapi, maka makin besar pula
tuntutan kearifan dalam menentukan pilihan dan makin besar risiko yang dihadapinya,
14
apabila salah dalam menentukan pilhannya, serta makin besar manfaat yang diraih
apabila tepat dalam pilihannya.
Pilihan-pilihan baru bisa dilaksanakan apabila tersedia dua atau lebih
alternative yang berujung kepada keputusan yang diambil dengan memilih salah
satunya. Tetapi ada juga manusia yang dihadapkan kepada satu-satunya pilihan yaitu
dalam keadaan terpaksa atau dipaksa, yaitu suatu kondisi yang kehendak bebasnya
sudah tidak ada. Dalam hal ini, yang harus diusahakan adalah bagaimana mengurangi
atau menghilangkan keadaan terpaksa atau dipaksa tadi.
Kemampuan memilih secara tepat juga berarti mampu menempatkan sesuatu
pada tempatnya. Inilah ciri keadilan menurut para ulama".13
Berdasar kaidah fikih:
دفع الضرر أولى مه جلة الىفع
"Menolak mafsadah didahulukan daripada meraih maslahat"
Melalaikan memberi nafkah mendatangkan mudharat (kerusakan, kebinasaan),
oleh karenanya pemberian nafkah termasuk mut'ah lebih didahulukan dari pada
memberi izin mengikrarkan talak.
PENGANGKATAN ANAK
Pengangkatan Anak Dilakukan Untuk Kepentingan Terbaik Bagi Anak.14
Beberapa bulan terakhir ini, kerap diberitakan tentang ―penculikan anak‖ dan
―perdagangan bayi‖ oleh Media Cetak dan Televisi sehingga membuat kecemasan dan
ketakutan yang meluas di tengah-tengah masyarakat. Ada anak yang diculik dari
orang tuanya, kemudian dijadikan ―anak jalanan‖, beberapa diantaranya dapat
ditemukan kembali oleh orang tuanya dalam keadaan hidup, tetapi ada pula yang
ditemukan dalam keadaan telah tewas.
Modus lain dilakukan oleh oknum dengan membawa kedok ―Pengurus
Yayasan‖ atau sebagai penolong untuk melakukan pengangkatan anak, tetapi
13 Djazuli, A., Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet. I,
h. 163-164.
14 Sutadi Mariana, Op. Cit., h.37-38..
15
sesungguhnya mereka adalah pelaku kriminal yang melakukan penjualan bayi dan
anak kepada orang asing. Modus yang mereka lakukan adalah dengan mengajukan
permohonan pengangkatan anak antar warga Negara (Intercountry adoption) tanpa
melalui prosedur yang sah. Padahal ketentuan hukum perlindungan anak, Pasal 39
UU. No. 23 Tahun 2002 menyatakan ―Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan
untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, sedangkan pengangkatan anak oleh warga
Negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Para hakim memiliki tanggung jawab besar dalam kasus-kasus perlindungan
anak dan kekerasan dalam rumah tangga (KDR). Oleh karena itu, para hakim sudah
seharusnya memahami dan menerapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak. Anak dalam undang-undang tersebut didefinisikan sebagai
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Pasal 83 UU.No.23 Tahun 2002 menyatakan ―Setiap orang yang memperdagangkan,
menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana denga
pidana penjara paling lama 15 Tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling
banyak Rp.300.000.000,- dan paling sedikit Rp.60.000.000,-. Pengertian anak,
menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, adalah orang
yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai
umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Mempertegas batasan umur anak menjadi
sangat penting dalam konteks penentuan batas umum anak nakal yang dapat diajukan
ke Pengadilan Anak.
Kasus yang menarik sehubungan dengan Stbl 1937 No. 116 adalah kasus
pembagian warisan yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Bandung. Pasalnya
seorang meninggal dunia, tidak mempunyai anak kandung tetapi mempunyai anak
angkat dan beberapa kemenakan. Anak angkat itu menuntut seluruh harta
penginggalan bapak angkatnya. Ia mengakui sebagai satu satunya ahli waris.
Pengadilan Negeri Bandung setelah melalui pemeriksaan perkara, pada akhirnya
mengabulkan permintaan tersebut dan memberikan harta peninggalan itu kepadanya.
Berhasillah anak angkat itu menguasai seluruh harta peninggalan sekaligus
mengesampingkan beberapa kemenakan pewaris. Pada tahun 1937 tepatnya tanggal
16 Mei 1937 berdirilah organisasi perhimpunan penghulu dan pegawainya di Solo.
Organisasi ini menyatakan keberatannnya atas dipindahkannya masalah waris dari
Pengadilan Agama ke Pengadilan Negeri dengan alasan bahwa masalah kewarisan
Islam tidak bisa diputuskan oleh hukum Adat yang berubah ubah.
16
Putusan pengadilan negeri Bandung itu jelas bertentangan dengan hukum
Islam dan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) juga memprotes Stbl. 1937 Nomor
116 karena dianggap telah menggoyahkan kedudukan hukum Islam dalam masyarakat
Indonesia. Dalam muktamarnya di Surabaya tahun 1938, MIAI menegaskan bahwa
mempersempit kaum Muslimin dengan menjalankan hukum agamanya merupakan
pemerkosaan terhadap agama.15
Sebelum Allah SWT menegaskan permasalahan anak angkat kepada
Rasulullah SAW, beliau diperintahkan agar berpaling dari kaum musyrikin, tidak
menghiraukan gangguan mereka sambil menantikan putusan Allah. Hal tersebut
disampaikan setelah menyatakan bahwa Al-Qurân adalah wahyu Ilahi yang
bersumber dari Tuhan pemilik semesta alam, dan agar beliau konsisten, tidak
meragukan wahyu Allah. Bertakwalah kepada Allah, tidak patuh kepada ajakan kaum
kafir dan munafik, serta mengikuti secara sungguh-sungguh wahyu yang diturunkan
Allah itu.16 Kemudian Allah menurunkan hukum yang tegas tentang anak angkat yang
sudah dikenal di kalangan bangsa Arab Jahiliyah, dengan sebutan “al-tabanni‖. Attabanni
sama dengan adopsi, dan anak yang diadopsi diperlakukan persis sama
dengan anak kandung.
Ketegasan hukum anak angkat dalam Islam atas dasar ayat al-Qurân, berupa
'larangan' memberlakukan anak angkat seperti anak kandung dilihat dari sudut
pandang teori kedaulatan Tuhan, dalam al-Qurân dimuat beberapa ayat yang
memerintahkan orang Islam untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya,17 tidak
dibenarkan untuk mengambil pilihan lain kalau ternyata Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan hukum yang pasti dan jelas,18 mengambil pilihan hukum lain di mana
Allah dan Rasul-Nya telah memberikan ketentuan hukum dianggap zhalim, kafir, atau
fasiq,19 tanyakan pada hati nuranimu, apakah tidak termasuk umat Muhammad yang
melecehkan al-Qurân.20
Ayat yang menghapuskan kedudukan anak angkat seperti anak sendiri
dinyatakan dalam QS al-Ahzab ayat 4-5 yang berbunyi:
15 Ibid h. 17-18.
16 Shihab, M.Quraish, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati. 2002), Vol. 11, h. 215-216.
17 QS. [4]: 59, S. [24]: 51, S. [59]: 7, S. [4]: 80. .
18 QS. [33]: 36, S. [3]: 32, S. [24]: 47, 48..
19 QS. [5]: 44, 45, dan 47.
20 QS. [25]: 30.
17
              
             
   .           
            
      
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu
saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan
(yang benar) (4);
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapakbapak
mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudarasaudaramu
seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja
oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat tersebut turun berkenaan dengan kasus Zaid ibn Haritsah yang diadopsi
oleh Nabi Muhammad SAW, Zaid yang meninggalkan ayahnya dan dipelihara oleh
kakeknya, satu ketika diculik oleh segerombolan berkuda dari suku Tihamah. Anak
muda itu dibawa ke Mekkah dan dibeli oleh Hakim ibn Hizam Ibn Khuwailid yang
memberikannya kepada saudara perempuan ayahnya yakni Khadijah binti Khuwailid.
Wanita mulia yang kemudian menjadi istri Nabi SAW itu, menghadiahkan Zaid
kepada Nabi SAW, Zaid tinggal bersama beliau sekian lama. Di samping itu, usaha
pencarian oleh kakeknya berhasil mengetahui bahwa Zaid berada di Mekah, maka
mereka menemui Nabi SAW dan bersedia membayar tebusan bila beliau mengizinkan
Zaid r.a. kembali kepada keluarganya. Nabi SAW menawarkan kepada mereka jalan
yang lebih baik, yakni beliau bersedia mengizinkan Zaid kembali kepada
keluarganya—tanpa tebusan—bila itu yang menjadi pilihan Zaid, tetapi di sisi lain
para keluarga diminta untuk membiarkan Zaid tetap bersama Beliau, bila itu yang
menjadi pilihan Zaid. Tawaran yang sangat simpatik ini diterima semua pihak.
Ternyata Zaid r.a. enggan bergabung dengan keluarganya dan memilih hidup bersama
Nabi SAW. Nah, ketika itulah Beliau mengumumkan kepada masyarakat Mekkah,
18
bahwa Zaid adalah putra beliau, dan sejak itu pula ia dikenal dengan nama Zaid ibn
Muhammad.21
Ayat di atas, membatalkan adopsi Nabi itu, dan semua adopsi yang dilakukan
masyarakat muslim. Dengan turunnya ayat ini, Nabi Muhammad SAW
memperingatkan kepada semua orang agar tidak mengaku mempunyai garis
keturunan dengan satu pihak padahal hakikatnya tidak demikian.
Hal demikian dinyatakan dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
22
Pengakuan anak angkat seperti anak kandung sendiri adalah kebiasaan pada
masyarakat Jahiliyah dan dengan turunnya ayat Allah di atas maka dalam Islam hal
tersebut telah dihapus.
23
Lebih lanjut al-Marâghî menerangkan di dalam kitab tafsirnya:
24
21 Ibid., h. 221-222.
22 Bukhari, Al-, Kutub al-Tis'ah Shahih Bukhari, 6269 ―Siapa yang mengakui seseorang yang
bukan bapaknya sebagai bapaknya, maka surga haram baginya‖.
23 baca juga Quraish Shihab, Tafsir al- Shäbûny, Muhammad Ali ash-, Op.cit., Vol. 2, h. 249,
Misbah, vol. 11, h. 222.
24 ، تفسير المراغي ، ج 21 , Prog. Computer. عارض لكتة الالكترووية Maraghi, Al-, Tafsir al-Maraghi,
. ص: 126
19
Ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradlawi berpandangan bahwa
mengangkat anak dan menisbahkan nasab pada bapak angkat adalah haram. Apalagi
apabila pembagian warisan bagi anak angkat disamakan dengan anak sendiri.25
Maksudnya adalah mengaku-ngaku bapak yang bukan bapaknya. Sedangkan
memelihara anak orang lain atau anak yatim tentu saja perbuatan mulia. Seluruh
ulama tafsir dan ulama fikih sependapat bahwa anak angkat dibolehkan sebatas
pemeliharaan, pengayoman, dan pendidikan, kecuali dilarang memberi status sebagai
layaknya anak kandung. Sedangkan dalam konteks Indonesia, pengaruh hukum Adat
lebih kental, yakni meskipun masyarakat mayoritas beragama Islam, tetapi dalam
masalah anak angkat kebanyakan lebih memilih adat dengan meninggalkan ketentuan
nash-nash syara’ di atas.
PENUTUP
Mudah-mudahan poin-poin permasalahan yang penulis pilih dari sekian
banyak permasalahan hukum perkawinan dalam praktek di Pengadilan Agama di atas
bermanfaat hendaknya, hanya Allah Yang Maha Benar, bila penulis salah mohon
ampun kepada Nya, dan kritik serta masukan dari peserta diskusi kami haturkan
terima-kasih.
Allah Ta'ala dipenghujung usia Rasulullah S.A.W. menurunkan wahyu:
           
3. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu.
Sebelum beliau s.a.w. meninggal dunia sempat meninggalkan wasiat
untuk umatnya:
ح: تركت فيكم أمريه له تضلّىا أتدا ان تمسكتم تهما كتاب الله و سىّة رسىله
Aِِِku tinggalkan untuk kalian dua macam pedoman/perisai hidup, yang
apabila kalian gunakan keduanya (sebagai petunjuk) niscaya kalian tidak akan pernah
tersesat/salah dalam perjalanan hidup, yaitu: Kitab Allah (Al-Qurān) dan Sunnah
Rasul Nya (Hadits).
Gajah mati meninggalkan gading;
Harimau mati meninggalkan belang;
25 Qaradlawi, Yusuf al, al Halal Wal Haram fil Islam, (Beirut: al Maktab al Islami, 1994), h.
206-209.
20
Manusia mati meninggalkan nama.
Agar nama kita tetap dikenang oleh generasi sesudah kita, marilah kita
menjadi 'Hakim yang Profesional' yang setiap detik nafas kita selalu berorientasi pada
tugas pokok 'Penegak Hukum dan Keadilan'.
Hanya kepada Allah kita berserah diri.
Jakarta 8 Ramadhan 1432 H
8 Agustus 2011 M

PERMASALAHAN HUKUM BAHAN RAKERNAS MARI

PERMASALAHAN HUKUM
BAHAN RAKERNAS MARI
Oleh Dr. H. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H.
(Ketua Muda urusan Lingkungan Peradilan Agama MA-RI)
I. KELEMAHAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA
1. Kurang memfungsikan Pasal 119 HIR dan Pasal 143 Rbg. dimana Ketua/ketua
majelis dapat memberikan nasihat atau bantuan kepada penggugat bahkan
kepada kuasanya dalam mengajukan gugatan, serta Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU
No. 48 Tahun 2009.
Dalam kenyataannya pengadilan sering mengambil jalan pintas dengan
menyatakan gugatan tidak dapat diterima jika gugatan tidak memenuhi syarat
formal dan atau materiil sehingga membebani biaya berperkara kepada para
pihak. Seharusnya ketua majelis sebelum sidang membaca dahulu surat gugatan
yang akan disidangkan jika ada persyaratan formal dan materiil yang belum
terpenuhi, Ketua majelis memberitahukan kepada penggugat atau kuasanya
untuk memperbaiki gugatan tersebut sebelum dilakukan penetapan hari sidang
atau setidaknya sebelum dilakukan pemanggilan kepada para pihak.
2. Kuasa hukum sering dominan dalam penundaan persidangan. Ketua majelis
hakim tidak menyadari bahwa ia sebagai pimpinan sidang yang memiliki
kewenangan memimpin jalannya persidangan agar tertib, cepat dan lancar.
Dalam kenyataan banyak ditemukan pengacara meminta sidang ditunda untuk
beberapa lama karena ia mempunyai jadwal persidangan di pengadilan agama
atau di lingkungan peradilan lain. Hal ini menghambat, proses persidangan
menjadi lambat dan tidak tertib sehingga merugikan pihak berperkara dan pihak
pengadilan sendiri dalam penyelesaian perkara. Seharusnya majelis menerapkan
Pasal 159 ayat (4) HIR dan Pasal 186 ayat (1) Rbg. dimana penundaan sidang
tidak diperbolehkan atas permintaan para pihak bahkan majelis hakim sendiri
Makalah Rakernas MA RI 2011 | 3
secara ex officio tidak boleh menunda persidangan jika tidak ada sesuatu yang
sangat penting (alasan hukum).
3. Demikian halnya dalam sidang pembuktian, jika kedua belah pihak sudah
dipanggil secara sah dan penggugat sudah hadir dengan membawa alat bukti
tertulis dan saksi-saksi sedangkan tergugat tidak hadir tanpa alasan yang
dibenarkan oleh hukum, maka sebaiknya sidang pemeriksaan alat bukti
dilanjutkan tanpa dihadiri oleh pihak tergugat, dan pada sidang berikutnya hasil
persidangan tersebut dibacakan kepada pihak tergugat dan ia diberikan
kesempatan untuk menyampaikan tanggapannya.
4. Dalam proses persidangan Majelis kurang memanfaatkan Pasal 132 HIR dan Pasal
156 Rbg. Dimana Ketua majelis untuk memperlancar persidangan dapat
memberikan penjelasan kepada para pihak tentang upaya hukum dan tentang
alat bukti yang harus diajukan dalam persidangan oleh para pihak.
Sebagai contoh dalam persidangan banyak ditemukan disebabkan keawaman
pihak tergugat dalam jawabannya ia menyatakan bahwa ia mau dicerai jika suami
membayar nafkah yang selama ini diabaikan oleh suami, pengadilan dalam
menanggapi hal seperti itu mengabaikan apa yang dikemukakan tergugat.
Seharusnya berdasarkan Pasal 132 HIR dan Pasal 156 Rbg. Majelis hakim
menanyakan lebih lanjut maksud tergugat tersebut dengan berupaya menggali
fakta kejadian dan fakta hukum yang dapat dijadikan dalil tuntutannya itu
sehingga tuntutan yang sederhana tadi dapat dikonstruksikan menjadi tuntutan
rekonvensi.
5. Pembuktian tidak fokus, dalam pembuktian sebaiknya hakim menjelaskan dalil
apa yang harus dibuktikan dan bukti apa saja yang diperlukan oleh para pihak.
Penjelasan tersebut dapat dilakukan dengan putusan sela yang diktumnya
memuat: 1. Dalil-dalil yang harus dibuktikan dan; 2. bukti apa yang harus
diajukan. Jika tidak dilakukan putusan sela majelis hakim dapat memberikan
penjelasan secara lisan. Dengan demikian para pihak fokus dalam menyiapkan
dan membawa alat bukti sesuai anjuran dari majelis, sehingga tidak terjadi para
Makalah Rakernas MA RI 2011 | 4
pihak membawa alat bukti tertulis atau saksi yang tidak ada kaitannya atau saksi
yang tidak tahu menahu tentang peristiwa/dalil yang harus dibuktikan.
6. Pelanggaran asas pembuktian dimana yang mendalilkan sesuatu, maka ia yang
harus dibebani untuk melakukan pembuktian. Dalam kasus perceraian sering
ditemukan majelis memerintahkan penggugat dan tergugat membawa saksi
kemudian majelis hakim memutus perkara perceraian dengan satu saksi dari
penggugat dan satu saksi dari tergugat. Hal tersebut merugikan pihak tergugat
karena seharusnya Penggugat yang berkewajiban melakukan pembuktian tentang
dalil-dalil yang dijadikan alasan perceraian, tergugat tidak wajib melakukan
pembuktian. Dalam kasus di atas jika majelis tidak memerintahkan tergugat
membawa saksi maka gugatan penggugat hanya dapat dibuktikan dengan seorang
saksi (unus testis nullus testis) sehingga gugatannya harus ditolak.
7. Kekeliruan tatacara pemeriksaan alat bukti:
a) Dalam pemeriksaan alat bukti tertulis majelis tidak memberi kesempatan
kepada pihak tergugat untuk melihat dan memberikan tanggapan terhadap
alat bukti tertulis yang diajukan penggugat. Sehingga jika menurut tergugat
bukti yang diajukan oleh pihak penggugat mengandung cacat, maka ia dapat
mengajukan alat bukti lain yang dapat melumpuhkan bukti penggugat dan
disinilah fungsi tergugat melakukan pembuktian karena pada dasarnya
tergugat tidak punya kewajiban untuk melakukan pembuktian.
b) Dalam pemeriksaan saksi pihak tergugat bukan diberi kesempatan untuk
menanggapi keterangan saksi akan tetapi tergugat diberi kesempatan untuk
memberikan pertanyaan kepada saksi penggugat hal-hal yang menurut dia
tidak benar. Misalkan dalam keterangan saksi penggugat menyatakan saksi
pernah melihat tergugat bertengkar dengan penggugat. Maka tergugat dapat
bertanya kepada saksi untuk menggali lebih dalam kapan dan dimana terjadi
pertengkaran tersebut sehingga jika keterangan tersebut tidak benar dan
tergugat mempunyai saksi lain untuk membuktikan sebaliknya maka tergugat
Makalah Rakernas MA RI 2011 | 5
dapat mengajukan saksi alibi tersebut untuk melumpuhkan keterangan saksi
penggugat.
8. Pemeriksaan setempat sering ditemukan tidak teliti, tidak fokus dan tidak
relevan. Seharusnya pemeriksaan setempat dilakukan setelah selesai pembuktian
dan diperkirakan gugatan akan dapat dikabulkan sedangkan objek sengketa
masih ada yang diragukan mengenai letak, luas dan batas-batasnya. Maka
pemeriksaan setempat dilakukan untuk mengetahui letak, luas dan batas-batas
objek sengketa. Hasil pemeriksaan setempat inilah yang dijadikan dasar rujukan
dalam membuat putusan, sehingga dalam pelaksanaan eksekusi tidak mengalami
kendala cacat putusan akibat spesifikasi objek sengketa berbeda yang tercantum
dalam amar putusan dengan temuan di lapangan.
II. KELEMAHAN DALAM PEMBUATAN PUTUSAN.
1. Pembuatan putusan tidak sinkron, mengenai duduk perkara, pertimbangan
hukum dan amar putusan. Jika dalam duduk perkara terdapat konvensi, eksepsi,
dan rekonvensi, maka dalam pertimbangan hukum dan amar putusanpun harus
memuat konvensi, eksepsi dan rekonvensi.
2. Pertimbangan hukum sangat sumir, seharusnya pertimbangan hukum memuat
hal-hal sebagai berikut:
a) Legal standing para pihak.
b) Kewenangan absolut pengadilan.
c) Pokok-pokok dalil Penggugat.
d) Dalil yang diakui.
e) Dalil yang dibantah.
f) Bukti yang diajukan oleh Penggugat.
g) Pertimbangan alat bukti apakah memenuhi syarat formal dan materiil.
Makalah Rakernas MA RI 2011 | 6
h) Penilaian fakta-fakta yang dapat dibuktikan.
i) Menyimpulkan fakta hukum dari fakta-fakta yang telah dibuktikan.
j) Penerapan dasar hukum dari perundang-undangan dan hukum lainnya yang
berlaku.
k) Amar putusan.
III. KELEMAHAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN.
Pengadilan Agama dalam melaksanakan putusan sering banyak gagal, yang
disebabkan:
1. Kendala faktor luar yang melakukan perlawanan terhadap petugas pelaksana
sementara aparat keamanan yang di bawa kelapangan tidak memadai.
2. Kendala faktor ketidak profesionalan majelis hakim dalam membuat putusan,
dimana objek yang tercantum dalam amar putusan mengenai letak, luas dan
batas-batasnya tida cocok dengan keadaan ditempat.
3. Kendala ketidak profesionalan petugas pelaksana eksekusi, misalkan
tereksekusi memperlihatkan surat bukti objek sengketa sudah dibaliknamakan
atas nama orang lain. Seharusnya eksekusi jalan terus selama tidak ada pihak
yang mengajukan perlawanan eksekusi kepada pengadilan walaupun
tereksekusi memperlihatkan surat bukti bahwa objek sengketa sudah
dibaliknamakan atas nama orang lain. Eksekusi hanya bisa dihentikan jika objek
sengketa tidak ditemukan, objek sengketa tidak sesuai antara yang tercantum
dalam amar putusan dengan yang ditemukan di lapangan, dan jika ada
perlawanan eksekusi.

PERMASALAHAN HUKUM PADA PENGADILAN TINGGI AGAMA SE INDONESIA DAN MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH

PERMASALAHAN HUKUM
PADA PENGADILAN TINGGI AGAMA SE
INDONESIA
DAN MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH
NARA SUMBER
1. Drs. H. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H. (Tuada Uldilag MA)
2. Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP, M.Hum. (Hakim
Agung)
3. Dr. H. Habiburrahman, M.Hum. (Hakim Agung)
4. Drs. H. Hamdan, S.H., M.H. (Hakim Agung)
5. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah, M.A (Hakim Agung)
6. Drs. H. Mukhtar Zamzami, S.H., M.H. (Hakim Agung)
MAHKAMAH AGUNG RI
TAHUN 2011
PERMASALAHAN HUKUM PADA PENGADILAN TINGGI AGAMA
SE INDONESIA DAN MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH
TAHUN 2011
Makalah Rakernas 2011 | 3
1. Permasalahan
Apakah relevan pasal 153 ayat (2) R.Bg. diterapkan dalam perkara cerai dengan
putusan verstek, apabila pemberitahuan amar putusan tidak disampaikan secara
langsung kepada Tergugat (tetapi lewat kepala desa/lurah), karena perkara /
putusan tersebut baru berkekuatan hukum tetap setelah melewati delapan hari
sesudah diperingatkan (aanmanning).
Pemecahan Masalah
Pasal tersebut tidak sesuai untuk diterapkan pada perkara perceraian murni
maupun perceraian yang dikumulasi dengan gugatan lainnya. Perkara perceraian
sebagai perkara pokok telah BHT, maka perkara asessornya yang dikumulasi juga
turut BHT.
2. Permasalahan
Dalam hal pemanggilan yang pihak Tergugat/Termohonnya tidak ditemukan di
tempat kediamannya, lalu panggilan disampaikan melalui Kepala Desa/Lurah. Kepala
Desa/Lurah tidak meneruskan panggilan tersebut kepada pihak yang dipanggil dan
perkaranya diputus dengan verstek, dikemudian hari tergugat datang keberatan
dengan alasan tidak pernah menerima panggilan.
Pemecahan Masalah
Pihak tersebut dapat mengajukan verzet.
3. Permasalahan
Relaas asli belum datang dari Pengadilan Agama yang dimintakan bantuan
memanggil pihak, namun yang ada faximile dari PA yang dimintai bantuan, apakah
faximile dapat dipergunakan sebagai dasar untuk memeriksa perkara atau tidak?
Pemecahan Masalah
Faximile relass panggilan tidak bisa dijadikan alat bukti pemeriksaan perkara.
4. Permasalahan
Makalah Rakernas 2011 | 4
Dalam perkara perceraian dimana Tergugat baru hadir ketika agenda persidangan
sudah memasuki tahap pembuktian. Apakah masih perlu diberikan kesempatan
untuk mediasi ?
Pemecahan Masalah
Tahap mediasi telah terlewati sehingga tidak perlu lagi mediasi, sedangkan upaya
damai sebagaiman Pasal 154 RBg harus diupayakan.
5. Permasalahan
Duda atau janda pensiunan yang memerlukan itsbat nikah untuk kelengkapan
pengajuan pengalihan penerima pensiun apakah dalam permohonan itsbat nikahnya
perlu diajukan secara kontensius sebagaimana petunjuk dalam Buku II edisi revisi
2010?
Pemecahan Masalah
Jika tidak ada ahli waris diajukan secara voluntair, kalau ada ahli waris yang lain
maka diajukan secara kontensius. (Pedomani Buku II Th. 2010 hal 149 angka (6)
dan (7)
6. Permasalahan
Di pertengahan proses pemeriksaan perkara, panjar biaya perkara telah habis dan
Pemohon/Penggugat tidak mampu lagi untuk menambah panjar biaya perkara.
Dapatkah Pemohon/ Penggugat melanjutkan berperkara secara prodeo?
Pemecahan Masalah
Perkara dibatalkan dan memerintahkan panitera untuk mencoret dari daftar,
sekaligus mengoreksi Buku II Edisi Revisi 2010 halaman 70 angka 4).
7. Permasalahan
Dalam suatu putusan tentang harta bersama yang telah berkekuatan hukum tetap,
dimana salah satu pihaknya telah memohon eksekusi dan pada saat batas
aanmanning telah lewat (8 hari), pihak pemohon eksekusi tidak pernah datang lagi
Makalah Rakernas 2011 | 5
menghadap ke Pengadilan, Pemohon dan termohon eksekusi kemudian membagi
sendiri harta bersamanya secara sukarela / damai.
Beberapa lama setelah itu, salah satu pihak mengajukan eksekusi kembali ke
Pengadilan, sementara pihak lain sudah meninggal, apakah Pengadilan dapat
menyatakan non eksekutabel terhadap permohonan eksekusi yang baru tersebut ?
Pemecahan Masalah
Putusan yang telah dieksekusi oleh pengadilan atau dilaksanakan secara sukarela /
damai oleh para pihak di luar pengadilan, tidak dapat dieksekusi lagi oleh
pengadilan.
8. Permasalahan
Seorang suami bernama A mengajukan permohonan izin poligami. Karena tidak
memenuhi syarat, PA menolak permohonan izin poligami A tesebut. Karena calon
isteri kedua (C) sudah hamil dan atas desakan dari orang tua C agar A harus
bertanggung jawab, maka A dan C nikah dibawah tangan, setelah A dan C
memperoleh anak satu, A mengajukan permohonan isbat nikah pada PA yang
sama.
Bagaimana sikap PA terhadap permohonan itsbat nikah tersebut ?
Pemecahan Masalah
Pedomani Buku II.
9. Permasalahan
Biaya panggilan pertama perkara prodeo untuk daerah yang sulit dijangkau baik dari
segi wilayahnya maupun transportasinya.
Pemecahan Masalah
Pedomani Sema No. 10 Tahun 2010 dan Juklak Lampiran Huruf B Sema No. 10
Tahun 2010.
10. Permasalahan
Penggugat mengajukan gugatan cerai yang disertai dengan permohonan beracara
secara prodeo. Penggugat telah melengkapi permohonannya dengan Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Pada hari sidang yang telah ditetapkan ternyata
penggugat yang telah dipanggil dengan sah dan patut (dua kali panggilan) tidak hadir
dan tidak mengirimkan wakilnya. Apakah Hakim harus membuka sidang insidentil
tanpa kehadiran pihak, atau langsung menjatuhkan putusan gugur?
Makalah Rakernas 2011 | 6
Pemecahan Masalah
Perkara digugurkan dan memerintahkan panitera mencoret perkara dari daftar dan
biaya nihil sesuai SKUM.
11. Permasalahan
Pemohon mengajukan permohonan Penetapan Ahli Waris sendiri untuk mengurus
TASPEN/pensiun janda tanpa melibatkan ahli waris yang lain, karena ahli waris yang
lain berada di daerah yang jauh dan sulit komunikasi. Apakah permohonan
pemohon yang hanya sekedar memenuhi persyaratan administrasi tersebut dapat
dikabulkan ?
Pemecahan Masalah
Pedomani Buku II.
12. Permasalahan
Ahli Waris Pengganti dalam Buku II supaya direvisi.
Pemecahan Masalah
Ahli waris pengganti sesuai hasil Rakernas 2010 hanya kepada cucu saja. Dengan
demikian sekaligus menyatakan bahwa ketentuan dalam Buku II Edisi Revisi 2010
hal. 167 huruf c) angka 2) s.d. 6) yang berkaitan dengan ahli waris pengganti tidak
berlaku.
1. Permasalahan
Apakah kesepakatan damai yang dibuat oleh para pihak yang berperkara (Penggugat
/ Pemohon dengan Tergugat/Termohon di depan Mediator dapat dicabut/ditarik
kembali oleh salah satu pihak di depan persidangan, khususnya dalam pembebanan
nafkah (nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak)?
Pemecahan Masalah
Dicabut kembali di depan persidangan
Pemecahan Masalah
13. Permasalahan
Makalah Rakernas 2011 | 7
Dalam suatu putusan tentang harta bersama yang telah berkekuatan hukum tetap,
dimana salah satu pihaknya telah memohon eksekusi dan pada saat batas
aanmanning telah lewat (8 hari), pihak pemohon eksekusi tidak pernah datang lagi
menghadap ke Pengadilan, Pemohon dan termohon eksekusi kemudian membagi
sendiri harta bersamanya secara sukarela / damai.
Beberapa lama setelah itu, salah satu pihak mengajukan eksekusi kembali ke
Pengadilan, sementara pihak lain sudah meninggal, apakah Pengadilan dapat
menyatakan non eksekutabel terhadap permohonan eksekusi yang baru tersebut ?
Usul Pemecahan
Putusan yang telah dieksekusi oleh pengadilan atau dilaksanakan secara sukarela /
damai oleh para pihak di luar pengadilan, tidak dapat dieksekusi lagi oleh
pengadilan.
Pemecahan Masalah
Usul pemecahan sudah tepat. (didrof).
14. Permasalahan
Apakah kesepakatan damai yang dibuat oleh para pihak yang berperkara (Penggugat
/ Pemohon dengan Tergugat/Termohon di depan Mediator dapat dicabut/ditarik
kembali oleh salah satu pihak di depan persidangan, khususnya dalam pembebanan
nafkah (nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak)?
Pemecahan Masalah
Dapat dicabut kembali di depan persidangan
15. Permasalahan
Seorang anak perempuan berumur 15 (lima belas) tahun yang sudah hamil diluar
nikah akan dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya, namun ayah
kandungnya tidak bersedia menjadi wali nikah (adhal). Apakah perkara dispensasi
kawin dapat dikumulasi dengan perkara wali adhal?
Pemecahan Masalah
Izin kawin, dispensasi kawin dan wali adlal dapat dikumulasikan (Pedomani Buku II
Edisi Revisi 2010, hal.76-77).
Makalah Rakernas 2011 | 8
16. Permasalahan
Pihak lawan (Tergugat/Termohon) berada di luar negeri secara ilegal (Mekkah)
dengan alamat jelas, komunikasi dengan surat lancar, pihak Pengadilan Agama telah
memanggil Tergugat/Termohon untuk datang menghadiri sidang di Pengadilan
Agama melalui Departemen Luar Negeri (DEPLU) cq. Dirjen Protokol dan
Konsuler DEPLU, namun relass panggilan tersebut tidak pernah kembali walaupun
telah sampai waktu 6 (enam) bulan (ditentukan Undang-undang), sementara itu ada
juga panggilan yang dikirim langsung ditujukan kepada Tergugat/Termohon ternyata
telah terealisir sesuai dengan maksud dan harapan pengadilan, apakah panggilan
yang dikirim langsung kepada pihak yang bersangkutan dapat dianggap resmi dan
patut.
Pemecahan Masalah
Pemanggilan kepada Tergugat/Termohon yang berada di luar negeri melalui pihak
DEPLU cq. Dirjen Protokol dan Konsuler dengan tembusan ke Dubes RI di negara
yang bersangkutan cukup dalam waktu 3 (tiga) bulan saja tanpa menunggu relaas
kembali, sudah dapat disidangkan.
17. Permasalahan
Dalam kasus pemeriksaan perkara gugatan cerai, ada pihak yang melibatkan
diri/menengahi (voeging) serta memposisikan dirinya sebagai pihak dalam perkara
tersebut karena pihak tersebut adalah isteri pertama dari Tergugat dan pernikahan
Tergugat dan Penggugat tanpa izin pengadilan dan sepengetahuan isteri pertama
(intervenient) oleh karena itu intervenient tersebut menginginkan agar pernikahan
antara Penggugat dengan Tergugat asal dibatalkan dan bukan dalam bentuk gugatan
cerai.
Pemecahan Masalah
Pedomani Buku II Edisi 2010 huruf n angka 4) s.d. 7) halaman 77-78.
18. Permasalahan
Gugat waris yang bertingkat sampai derajat keempat bahkan kelima dan tahun
pernikahan para pewaris ada yang sebelum merdeka, apakah diperlukan itsbat
nikah terlebih dahulu?
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 9
Cukup diberi keterangan nikahnya melalui bukti saksi-saksi, tidak perlu itsbat
terlebih dahulu.
19. Permasalahan
Orang yang telah meninggal dunia, karena kepentingan isteri atau suaminya atau
pihak ketiga yang merasa berkepentingan, apa boleh diajukan untuk diitsbatkan
perkawinannya?
Pemecahan Masalah
Pedomani Buku II Edisi Revisi 2010, hal. 148-149.
20. Permasalahan
- Itsbat nikah bagi seorang laki-laki PNS/bukan PNS setelah bercerai dengan istri
pertama. Waktu kawin dengan istri kedua (yang akan diitsbatkan) masih terikat
perkawinan dengan istri pertama kemudian setelah bercerai dengan istri
pertama pemohon ingin mengitsbatkan nikahnya dengan istri kedua karena
sudah mempunyai anak.
- Apakah boleh diitsbatkan?
Pemecahan Masalah
Apabila perkawinan terjadi sebelum berlakunya UU Perkawinan PA boleh
mengisbatkan, akan tetapi setelah berlakunya UU Perkawinan tidak boleh.
(Penjelasan UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 49 ayat (2) point 22).
21. Permasalahan
Perkara waris yang telah dikabulkan Pengadilan Agama bahkan sampai tingkat kasasi
dan peninjauan kembali, kemudian para Penggugat mengajukan eksekusi, sewaktu
akan dieksekusi para Tergugat keberatan dengan alasan adanya putusan Pengadilan
Negeri sampai kasasi yang menyatakan bahwa bukti yang diajukan Penggugat dalam
perkara waris tersebut palsu dan para Penggugat dinyatakan bersalah dan dihukum
penjara 6 bulan. Selanjutnya para Tergugat mengajukan Peninjauan Kembali
terhadap putusan sengketa waris di Pengadilan Agama berdasarkan putusan
Pengadilan Negeri tersebut.
Makalah Rakernas 2011 | 10
- Apakah eksekusi yang diajukan para Penggugat harus segera dilaksanakan atau
menunggu putusan PK dari Mahkamah Agung karena ada dua putusan yang
saling berkaitan.
Pemecahan Masalah
Pada dasarnya PK tidak menghalangi Eksekusi, Pedomani Buku II edisi revisi 2010
hal. 134.
22. Permasalahan
Perkara gugatan pembagian harta waris bagi orang Islam yang diajukan ke
Pengadilan Agama. Kemudian pihak Tergugat mengajukan perkara tersebut dengan
objek yang sama ke Pengadilan Negeri dengan alas an “perbuatan melawan hukum”
meskipun dipersidangan Pengadilan Negeri Tergugat mengajukan eksepsi bahwa
perkara tersebut bukan kewenangan Pengadilan Negeri tetapi kewenangan
Pengadilan Agama, namun Pengadilan Negeri menolaknya.
Apakah perkara tersebut merupakan sengketa kewenangan atau bukan?
Pemecahan Masalah
Sengketa waris bagi yg beragama Islam merupakan kewenangan absolut Pengadilan
Agama sesuai ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.
23. Permasalahan
Dalam perkara cerai gugat dengan alasan riddah amar putusannya apakah talak satu
bain sughra atau fasakh?
Pemecahan Masalah
Amarnya fasakh, sekaligus meralat Buku II Edisi Revisi 2010, hal 153 huruf m).
24. Permasalahan
Bolehkah kuasa hukum sebagi pihak yang mewakili principal menerima panggilan
sidang sementara dalam surat kuasa tidak tercantum kata-kata untuk menerima
panggilan sidang?
Pemecahan Masalah
Pemanggilan disampaikan melalui Kuasa (lihat pasal 1792,1795 KUHPerdata jo pasal
123 (1) HIR dan SEMA No.6 Tahun 1994).
Makalah Rakernas 2011 | 11
25. Permasalahan
Dapatkah alat bukti fotocopy yang telah dicocokkan dengan fotocopy sebagai alat
bukti yang sah? Apa dasar hukumnya?
Pemecahan Masalah.
Karena fotocopy disandarkan (dicocokan) dengan fotocopy tidak merubah status
(nilai) sebagai suatu alat bukti
26. Permasalahan
Apakah alat bukti asli perlu dinazagelen lagi ?
Pemecahan Masalah
Perlu dinazagelen terhadap surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai
(UU Ttg bea materai No.13 Tahun 1985 pasal 2 ayat 3)
27. Permasalahan
Bolehkah biaya panggilan mediasi dimasukkan dalam panjar biaya perkara
(voorskot)?
Pemecahan Masalah
Panggilan mediasi tidak boleh dimasukkan dalam komponen biaya perkara/voorskot
karena mediasi adalah non litigasi oleh karena itu tidak perlu dimasukkan dalam
komponen biaya perkara.
28. Permasalahan
Organisasi Advokat mengacu pada Pasal 28 ayat (1) UU.No.18 TH.2003 hanya
terdiri satu wadah Advokat,tetapi dalam praktek yang beracara di Pengadilan
ditemui lebih dari satu organisasi Advokat (PERADI,AAI,KAI dan APSI).
Pemecahan Masalah
Acuan bagi Pengadilan untuk advokat yang berpraktek di pengadilan adalah
pengambilan sumpah advokat tersebut oleh Pengadilan Tinggi (Pedomani Surat
Edaran No. 052/KMA/Hk.01/III/2011 tanggal 23 Maret 2011).
Makalah Rakernas 2011 | 12
29. Permasalahan
Proses Mediasi berdasarkan Pasal 130 HIR/ 154 R.Bg Jo.PERMA No.1 TH.2008,
setiap perkara sebelum pemeriksaan harus dimediasi, sedangkan menurut PERMA
No.1 TH.2008 juga ada perkara yang dinyatakan tidak layak dimediasi, terhadap
perkara yang tidak layak dimediasi tersebut apakah perlu disebut secara jelas dan
tegas dalam pertimbangan hukumya bahwa perkara tersebut tidak layak dimediasi.
Pemecahan Masalah
Berhasil atau tidaknya mediasi/perdamaian harus tergambar dalam putusan
(pertimbangan hukum).
30. Permasalahan
Berdasarkan Pasal 200 ayat (2) HIR /215 ayat (2)Eksekusi putusan dengan nilai
dibawah 300,- (tigaratus gulden), tidak perlu melalui Kantor Lelang Negara. Hal
tersebut sangat membantu dilingkungan Peradilan Agama.
Pemecahan Masalah
Usul ditampung.
31. Permasalahan
Ahli waris pengganti dalam satu sisi kedudukannya menggantikan ahli waris yang
meninggal dunia lebih dahulu, akan tetapi dalam satu sisi bagiaanya tidak boleh
melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pemecahan Masalah
Tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti
sesuai dengan Buku II hal. 169 huruf d).
Kelompok II
32. Permasalahan
Apabila hari sidang telah ditetapan (misalnya hari Senin tanggal 18 Juni 2011) dan
para pihak berperkara juga sudah dipanggil, tiba-tiba pada tanggal tersebut ada
pengumuman libur bersama, bagaimana cara menulisnya dalam Berita Acara
Persidangan dan bagaimana pula menghadapi para pihak berperkara yang sudah
jauh-jauh datang dan memakan biaya yang banyak ?
Makalah Rakernas 2011 | 13
Usul Pemecahan
 Diumumkan lewat papan pengumuman yang ada di Pengadilan bahwa
hari/tanggal ini libur dan tidak ada persidangan dan dibuat Penetapan
Hari Sidang yang baru.
33. Permasalahan
Penggugat dan Tergugat hadir dalam persidangan pertama dan proses mediasi
gagal. Sidang kedua dan seterusnya Penggugat tidak pernah hadir lagi.
Pertanyaan: Apakah putusannya dinyatakan gugur atau tidak dapat diterima?
Usul Pemecahan
 Perkara di gugurkan karena Penggugat tidak serius
34. Permasalahan
Pedoman mengenai dispensasi kawin telah diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun dalam Buku II Edisi Revisi 2010
dijelaskan pada halaman 142.
Permohonan dispensasi kawin diajukan oleh calon mempelai pria yang belum
berusia 19 tahun, calon mempelai wanita yang belum berusia 16 tahun dan/atau
orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai dan/atau orang tua calon
mempelai tersebut bertempat tinggal.
Tambahan uraian tersebut dapat menimbulkan ketidakjelasan untuk dijadikan
pedoman, karena membuka peluang pengajuan permohonan dispensasi kawin bagi
anak-anak yang belum cakap menurut hukum. Kalau dipahami secara tekstual,
berarti anak-anak seusia SD atau SLTP diberi peluang mengajukan sendiri
permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama. Padahal, Undang-Undang
telah menentukan bahwa seseorang dianggap cakap untuk melakukan
tindakan hukum setelah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun (vide Pasal 47 UU
No. 1 Tahun 1974).
Bagaimanakah solusinya ?
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 14
Buku II Edisi Revisi 2010 salah cetak yang mengajukan adalah orang tua bukan calon
pengantin
35. Permasalahan
Buku II Edisi Revisi 2010 (hlm. 145) memberikan pedoman berkaitan dengan
pencegahan perkawinan, antara lain dalam angka (6) disebutkan :
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah menyampaikan salinan surat
permohonan pencegahan perkawinan kepada Kantor Urusan Agama (KUA), agar
KUA tidak melangsungkan perkawinan kedua belah pihak yang bersangkutan,
selama proses pemeriksaan di Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.
Namun Buku II tersebut tidak memberikan pedoman lebih lanjut tentang tata cara
perintah penyampaian salinan surat permohonan dimaksud kepada KUA.
Bagaimanakah caranya
Pemecahan Masalah
Lihat Pasal 17 UU No. 1 tahun 1974.
Buku II salah cetak karena proses yg sesungguhnya adalah PPN menolak untuk
menikahkan atas dasar surat penolakan , calon mempelai mengajukan pemohonan
pembatalan penolakan kawin ke Pengadilan Agama.
36. Permasalahan
Buku II Edisi Revisi 2010 (hlm. 163) memberikan pedoman prosedur permohonan
pemeriksaan pengangkatan anak yang diuraikan dalam huruf b angka (2) dan (3) :
Prosedur permohonan pemeriksaan pengangkatan anak harus memedomani Surat
Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1979, Nomor 6 Tahun 1983, dan
Nomor 3 Tahun 2005.
Permohonan tersebut dapat dikabulkan apabila terbukti memenuhi syarat-syarat
yang diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarnegaraan Republik Indonesia, SEMA RI Nomor 2 Tahun 1979,
Nomor 6 Tahun 1983, dan Nomor 3 Tahun 2005.
Buku II Edisi Revisi 2010 tersebut masih mendasarkan pada beberapa SEMA,
padahal telah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Makalah Rakernas 2011 | 15
Usul Pemecahan
Dasar hukum sebagai pedoman prosedur permohonan pemeriksaan pengangkatan
anak masih menggunakan beberapa SEMA. Dasar hukum yang diuraikan tersebut
relevan digunakan ketika peraturan perundang-undangan belum memadai dalam
mengatur pengangkatan anak.
Namun, setelah hal-hal yang dimuat dalam SEMA tersebut telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan, maka SEMA tersebut sudah tidak relevan lagi
dijadikan dasar hukum. Pada tanggal 3 Oktober 2007 telah diundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Oleh
sebab itu, beberapa SEMA tersebut sudah tidak relevan lagi dijadikan sebagai dasar
hukum.
Demikian pula pedoman penyampaian salinan penetapan tidak lagi berdasar pada
SEMA Nomor 3 Tahun 2005, tetapi berdasarkan Pasal 20 Ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Pemecahan Masalah
 Buku II salah jawaban betul.
37. Permasalahan
Penggugat mengajukan permohonan eksekusi atas Putusan Pengadilan yang telah
BHT yang diktumnya menetapkan bahwa objek sengketa merupakan harta bersama
Penggugat dan Tergugat, dan menghukum Penggugat dan Tergugat untuk membagi
harta bersama tersebut, sedangkan objek sengketa sedang dalam agunan bank.
Apakah eksekusi dapat dilaksanakan ?
Pemecahan Masalah
 Sudah di jawab dalam Rakernas 2010
38. Permasalahan
Dapatkah, Kuasa Non Muslim yang sudah memperoleh Kuasa Istimewa dari
Notaris untuk mewakili Suami mengucapkan Ikrar Talak atas nama Pemohon?
Makalah Rakernas 2011 | 16
Pemecahan Masalah
Tidak boleh, dan pihak prinsipal tetap dipanggil untuk mengucapkan Ikrar Talak di
depan Persidangan.
39. Permasalahan
Terdapat Putusan Pengadilan Agama dalam perkara waris yang telah berkekuatan
hukum tetap dengan menetapkan obyek-obyek sengketa sebagai harta warisan,
kemudian oleh pihak Tergugat putusan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri
sebagai sengketa Hak Milik, dan diputus sebagai hak milik oleh Pengadilan Negeri.
Apakah dengan adanya putusan Pengadilan Negeri tersebut menghalangi untuk
melaksanakan Eksekusi?
Pemecahan Pemecahan
 Bahwa putusan Pengadilan Negeri yang menetapkan putusan perkara itu sebagai
Hak milik tidaklah menghalangi EKSEKUSI.
40. Permasalahan
Wali Pemohon yang telah ditetapkan adhol oleh Pengadilan Agama mengajukan lagi
pencegahan perkawinan, akan tetapi dalam surat permohonannya yang dibuat oleh
pengacaranya berbentuk surat gugatan, dengan menempatkan pihak lawan/
Tergugat lebih dari satu, dan antara posita dengan petitum tidak singkron karena
disamping Wali Pemohon memohon pencegahan, juga pembatalan penetapan
Pengadilan.
Bagaimana pencatatan dalam buku register dan jurnal keuangan perkara dll ?
Pemecahan Masalah
Dicatat dalam register gugatan, dan jurnal keuangan perkara gugatan, karena
senyatanya permohonannya adalah berbentuk gugatan atau perkara kontentius,
produknya berbentuk putusan sedangkan amarnya adalah sesuai dengan hasil pemeriksaan
hakim.
41. Permasalahan
Makalah Rakernas 2011 | 17
Pada saat eksekusi Putusan Pengadilan Agama Selong dalam perkara Waris, ada
satu bagian ahli Waris yang ada dalam amar putusan belum tercantum dalam Berita
Acara Eksekusi, karena terlupa dan belum diberikan kepada yang berhak.
Apakah Berita Acara Eksekusi tersebut batal demi hukum atau dapat dibatalkan ?
Pemecahan Masalah
 Berita acara eksekusi di perbaiki atas dasar permohonan dari pihak yang
dirugikan/pihak yang berkepentingan.
42. Permasalahan
Seorang wanita muallaf menikah dengan laki-laki muslim dibawah tangan dengan
menunjuk (bertahkim) kepada seorang tokoh masyarakat (ustadz/kiyai) untuk
menjadi wali nikahnya (muhakkam), karena wali ayah beragama non-Islam,
beberapa tahun kemudian mereka melakukan permohonan itsbat nikah
(pengesahan nikah) ke Pengadilan Agama. Bagaimana sikap majelis hakim ?
Pemecahan Masalah
 Pedomani tentang wali hakim PERMA No. 2 Tahun 1987.
Nikahnya tidak dapat diisbatkan karena bertentangan dengan PERMA tersebut.
43. Permasalahan
Sejalan dengan pesatnya perkembangan Lembaga Keuangan Syari’ah, baik dalam
bentuk perbankan syari’ah maupun non-bank, seperti BPR-Syari’ah, UKM Syari’ah
dan UUS (unit usaha syari’ah) tidak dibarengi dengan kesadaran penyelesaian
sengketa syari’ah ke Pengadilan Agama, karena berdasarkan suvey akad (transaksi)
para pelakunya tidak menjadikan penyelesaian sengketa dengan memilih Peradilan
Agama, tapi memilih Peradilan Umum. Bagaimana sikap Mahkamah Agung RI ?
Pemecahan Masalah
Pedomani Pasal 55 UU No. 3 Tahun 2006 jo UU No. 50 Tahun 2009
44. Permasalahan
Pemeriksaan sengketa perkawinan (cerai talak/cerai gugat) berakhir dengan
putusan verstek setelah jurusita memanggil Termohon/Tergugat secara resmi dan
patut, namun setelah pemberitahuan isi putusan kepada Termohon/Tergugat, ia
Makalah Rakernas 2011 | 18
kemudian menempuh upaya hukum verzet. Apakah pada saat pemeriksaan verzet
harus juga dilaksanakan mediasi terhadap pihak berperkara ?
Pemecahan Masalah
 Sudah di bahas di rakernas tahun 2010
45. Permasalahan
Banyaknya kasus pembuangan bayi dan/atau banyaknya penelantaran bayi dirumah
sakit akibat hasil hubungan diluar nikah dan/atau anak-anak terlantar yang ditinggal
mati orang tua atau ahli warisnya karena bencana alam, seperti gempa bumi,
tsunami, banjir bandang dan/atau meletusnya gunung berapi, berakibat adanya
permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan Agama. Bagaimana sikap Pengadilan
Agama ?
Pemecahan Masalah
 Lihat Pasal 49 dan penjelasanya angka 20 UU No. 3 Tahun 2006, pengangkatan
anak dibolehkan asal tidak menghilangkan nasab orang tua aslinya.
46. Permasalahan
Bagaimana bila dalam satu perkara perlawanan terhadap sita eksekusi,
perlawanannya terdiri dari pihak yang terlibat dalam perkara asal (party verzet),
dan pihak ketiga (derden verzet) yang sama sekali belum terlibat dalam perkara
asal?
Pemecahan Masalah
 Derden Verzet hanya dapat diajukan oleh pihak ke 3 yang mempunyai bukti
otentik. Adapun yang sudah menjadi pihak dalam perkara asal dinyatakan NO,
sedangkan pihak ke 3 tergantung dari hasil pemeriksaan.
47. Permasalahan
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Setempat/ Descente Pihak Penggugat merasa ragu
atas hasil Pemeriksaan Setempat (PS) tersebut karena tidak melibatkan BPN.
Makalah Rakernas 2011 | 19
- Apakah boleh pihak Penggugat tersebut megajukan permohonan PS ulang/
tambahan ?
- Bagaimana sikap Pengadilan/ Majelis Hakim bila pihak Tergugat merasa
keberatan atas permohonan PS ulang/ tambahan tersebut ?
Pemecahan Masalah
 Pada prinsipnya PS (pemeriksaan setempat) tidak dapat di diulang akan tetapi
apabila dimohonkan oleh salah satu pihak diserahkan kepada kebijaksanaan
hakim.
48. Permasalahan
Dalam Lampiran 18 Buku II Edisi Revisi Tahun 2010 tentang Berita Acara Sumpah
Novum hanya disebutkan “Pemohon datang menghadap” tidak disebutkan posisi
Termohon PK hadir atau tidak hadir. Hal tersebut dapat dipahami bahwa sidang
pengucapan sumpah novum sah tanpa hadirnya (tanpa pemanggilan) pihak
Termohon PK.
Mengingat bahwa sumpah novum adalah termasuk sumpah assetoir atau
confirmatoir yaitu untuk meneguhkan bahwa sesuatu itu benar demikian atau tidak
benar dan dalam hal PK yang diajukan dengan alasan Pasal 67 huruf b UU Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bahwa pihak lawan dalam hal ini
Termohon PK dapat aktif.
Apakah sah sumpah novum yang dilakukan di ruang sidang atau ditempat lain tanpa
dihadiri oleh pihak lawan dalam hal ini Termohon PK ?
Pemecahan Masalah
Penyumpahan novum harus sesuai dengan UU Mahkamah Agung Pasal 67 huruf b
UU No. 14 Tahun 1985 sebagai berikut :
 Sumpah dilakukan dalam sidang insidentil di muka ketua atau hakim yang
ditunjuk tanpa proses panggilan dan lain-lain. Sidang ini hanya untuk
menyumpah pemohon PK.
 Isi sumpah hanya meneguhkan bahwa pemohon PK benar2 menemukan bukti
baru yang dulu belum pernah diajukan sebagai bukti,dengan menyebut
hari,tanggal dan tempat di temukannya bukti baru tersebut . Jadi penyumpahan
ini tidak ada kaitannya dengan termohon PK dan tidak boleh berpedoman
kepada HIR dan RBG.
 Penyumpahan tersebut di buatkan berita acara dan dilampirkan dalam
permohonan PK.
Makalah Rakernas 2011 | 20
49. Permasalahan
Dalam permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan, Penggugat/
Pemohon diperintahkan membayar panjar biaya perkara dalam jangka waktu 14
hari setelah dijatuhkannya Putusan Sela, yang jika tidak dipenuhi maka gugatan/
permohonan tersebut dicoret dari daftar perkara. (Buku II edisi revisi 2010
halaman 62).
- Apakah pencoretan tersebut perlu dengan Penetapan ?
- Apakah perlu dengan Penetapan, siapa yang berhak membuat penetapan
tersebut ?
Pemecahan Masalah
 Dengan Penetapan yang di tanda tangani oleh ketua majelis .
50. Permasalahan
Dalam Perkara Prodeo Murni (Prodeo Non DIPA) ternyata para pihak bertempat
tinggal di pedalaman yang sulit dijangkau, bahkan Jurusita dalam melaksanakan tugas
harus bermalam karena melampaui pulau.
Bagaimana biaya akomodasi bagi Jurusita tersebut (menggunakan dana apa).
Pemecahan Masalah
 Dari anggaran perjalanan dinas (DIPA).
51. Permasalahan
Apabila terjadi thalak bain untuk yang kedua kalinya, bagaimana bunyi amar
putusannya ?
Pemecahan Masalah
- Menjatuhkan talak satu bain shugra tergugat terhadap penggugat.
- Sedangkan hitungan talak ke berapa menjadi tugas KUA yang akan menikahkan.
52. Permasalahan
Dalam perkara waris, dimungkinkan ada pihak yang ditarik sebagai Turut Tergugat
meskipun pihak tersebut tidak mau aktif (tidak pernah hadir di persidangan)
- Apabila Penggugat atau Tergugat menghendaki agar Turut Tergugat dimintai
keterangan (bukan sebagai saksi) di muka persidangan, apakah hal itu
diperbolehkan ?
Makalah Rakernas 2011 | 21
- Apabila ternyata Turut Tergugat datang memberi keterangan, apakah
kehadirannya itu dapat dianggap sebagai kehadiran dalam persidangan sebagai
pihak Turut Tergugat ?
Pemecahan Masalah
 Turut tergugat adalah pihak yang pasif sejak awal oleh sebab itu dalam petitum dia
hanya dituntut untuk mematuhi isi putusan dalam perkara tersebut.
 Yang bersangkutan tidak dipaksa untuk memberikan keterangan dalam persidangan
sekiranya yang bersangkutan hadir dan memberikan keterangan maka dalam sidang
keterangan tersebut adalah keterangan dari pihak turut tergugat.
53. Permasalahan
Jika dalam perkara waris obyek sengketanya berupa hak, seperti izin trayek, izin
usaha, dll. yang sudah tidak dioperasikan, namun dalam realitanya menghasilkan
uang dengan cara meminjam kepada orang lain, bahkan juga laku dijual.
- Apakah hak seperti itu dapat digugat. Jika dapat bagaimana eksekusinya ?
- Karena Penggugat memohon penyitaan dengan alasan khawatir disalahgunakan
oleh Tergugat, tindakan apa yang bisa dilakukan ?
Pemecahan Masalah
Dapat, karena hak itu meliputi Haqul Tamlik dan Haqul Intifa’. Sedangkan
eksekusinya dapat diajukan di PA dimana pemegang hak itu bertempat tinggal.
Tidak dalam bentuk eksekusi riil, melainkan dalam bentuk eksekusi pembayaran
sejumlah uang.
54. Permasalahan
Dalam perkara harta bersama salah satu obyek sengketanya adalah Perusahaan.
Karena khawatir modal usaha dan/ atau devidennya digelapkan oleh Tergugat,
maka Penggugat memohon dilakukan pembekuan beroperasinya perusahaan serta
penyitaan atas asetnya. Tindakan apa yang bisa dilakukan terhadap permohonan
tersebut ?
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 22
 Sita jaminan dapat diletakkan terhadap aset perusahaan, pengadilan tidak boleh
membekukan perusahaan dan sita tidak dapat menghentikan operasional
perusahaan . Hasil perusahan menjadi hak penggugat dan tergugat.
55. Permasalahan
Upaya perdamaian yang hanya dihadiri oleh Kuasa Hukumnya, apakah sudah
dianggap cukup tanpa menghadirkan Prinsipalnya ? Sedangkan menurut Pasal 82
ayat (2) UU No. 7 tahun 1989 Prinsipal harus hadir secara pribadi.
- Kalau Prinsipal tidak mau hadir atau Kuasa Hukumnya menyatakan tidak sanggup
menghadirkan pada proses mediasi, bagaimana penyelesaian perkara tersebut ?
Pemecahan Masalah
 Penggugat/Pihak prinsipal sesuai dg pasl 82 UU No.7 Th 1989 harus hadir secara
pribadi, bila pihak penggugat tidak hadir pemeriksaan perkara dilanjutkan.
56. Permasalahan
Ada perkara cerai gugat, dimana para pihak pada saat melangsungkan pernikahan
dilakukan secara Islam dan dalam gugatannya para pihak tersebut mencantumkan
identitas tetap beragama Islam, akan tetapi setelah dimediasi para pihak tersebut
tidak bersedia dimediasi karena keduanya menyatakan beragama Hindu.
Bagaimana penyelesaian perkara tersebut ?
Usul Pemecahan
Pemeriksaan perkara dilanjutkan karena pernikahannya dilakukan di depan PPN.
57. Permasalahan
Laki-laki WNA kawin dengan perempuan WNI di Indonesia dan telah memperoleh
harta bersama.
- Bagaimana penyelesaian harta bersamanya, baik yang ada di Indonesia maupun di
luar negeri ?
- Apakah harta yang ada di luar negeri dapat disita dan bagaimana prosedurnya?
Pemecahan Masalah
 Pengadilan menyelesaikan sesuai prosedur hukum di Indonesia apabila harta
berupa benda tetap WNA tidak dapat memiliki harta tetap di Indonesia
Makalah Rakernas 2011 | 23
sebaliknya demikian. Khusus harta di luar negeri tergantung hukum yang berlaku
di sana.
58. Permasalahan
Apakah dibenarkan oleh hukum, mengajukan alat bukti surat berupa salinan,
seperti salinan Putusan Pengadilan, foto copy Sertifikat yang aslinya disimpan di
kantor setempat, dan sebagainya. Sedangkan menurut Pasal 301 Rbg ayat 1 dan 2
menyatakan pihak-pihak yang berperkara harus mengajukan alat bukti surat disertai
dengan menunjukkan aslinya.
Pemecahan Masalah
 Salinan putusan pengadilan adalah bukti surat asli, bukti fotocopi salinan putusan
harus menunjukkan asli salinan putusan. Kalau salinan hilang minta lagi ke
pengadilan
 Jika sertifikat disimpan di kantor pemerintah maka pegawai kantor yang
menyimpan dipanggil sebagai saksi untuk menunjukkan aslinya
59. Permasalahan
Ada seorang wakif telah mewakafkan sebidang tanah dan telah diterbitkan Akta
Ikrar Wakaf (AIW), sementara Nadhir yang juga Takmir Musholla ingin
memperluas Musholla, kebetulan tanah yang di dekat Musholla tersebut adalah
milik Wakif juga, kemudian terjadi kesepakatan untuk tukar guling tanah wakaf yang
telah ada AIW dengan tanah yang yang di dekat Musholla, masalah muncul ketika
tanah yang ada AIW-nya dibeli oleh pihak ketiga dan mau dibalik nama ke BPN,
pihak BPN tidak mau menerbitkan Akta/ Sertifikat tanah dengan alasan tanah
tersebut adalah tanah wakaf. Bagaimana solusinya.
Pemecahan Masalah
 Bukan permasalahan hukum, melainkan administrasi pertanahan.
60. Permasalahan
Seorang laki-laki Mualaf telah mempunyai isteri dengan pernikahan secara Non
Muslim. Setelah menjadi Muslim ia akan menikah lagi dengan wanita muslimah,
kemudian ia mengajukan Izin Poligami ke Pengadilan Agama.
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 24
 Diperiksa izin poligaminya sesuai hukum Iskam dan peraturan perundangan yang
berlaku.
61. Permasalahan
Apakah boleh perdamaian setelah adanya Ann Maning / dalam proses eksekusi dan
ada klausul yang menyatakan Kedua belah Pihak mengesampingkan amar putusan ?
Usul Pemecahan
Dibenarkan, akan tetapi setelah adanya perdamaian, tidak dipenuhi maka eksekusi
tetap dilaksanakan sesuai dengan amar, karena perjanjian yang dibuat tidak
mempunyai kekuatan eksekutorial.
62. Permasalahan
Perkara penetapan Ahli Waris, dimana Pemohon tidak mempunyai alat bukti
kutipan Akta Nikah dari si Pewaris.
Apakah perkara tersebut harus diitsbatkan dulu tentang pernikahannya?
Pemecahan Masalah
 Pemohon harus mempunyai bukti nikah
 Pengadilan tidak boleh serta merta mengisbatkan nikah dengan permohoan
tersebut, isbat nikah diajukan lebih dulu.
63. Permasalahan
Eksekusi rumah yang berada diatas tanah milik Pihak ketiga. Maunya eksekusi
lelang tetapi tidak ada penawaran.
Bagaimana solusinya ?
Pemecahan Masalah
Non Eksekutebel
64. Permasalahan
Pemanggilan para Pihak yang tidak diketahui alamatnya atau tidak mempunyai
tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilan melalui
Bupati/Walikota (Pasal 718 ayat 3 Rbg. ayat 5 HIR 390) namun hal ini sulit
dilakukan di Provinsi Bali.
Bagaimana solusinya ?
Makalah Rakernas 2011 | 25
Pemecahan Masalah
Pemanggilannya langsung relaas ditempelkan pada papan pengumuman PA. Khusus
untuk Bali dapat dibenarkan.
65. Permasalahan
Berdasarkan Buku II Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II
edisi revisi 2010) halaman 85 perihal Perdamaian.
- Ketika Tergugat lebih dari seorang dan yang hadir hanya sebagian, mediasi tetap
dapat dijalankan dengan memanggil lagi Tergugat yang tidak hadir secara patut.
- Jika Tergugat tetap tidak hadir, maka mediasi berjalan hanya antara Penggugat
dengan Tergugat yang hadir.
- Jika antara Penggugat dan Tergugat yang hadir tercapai kesepakatan perdamaian,
maka Penggugat harus mengubah gugatannya dengan cara mencabut gugatan
terhadap Tergugat yang tidak hadir.
Setelah membaca Buku II tersebut, ada beberapa masalah bila dikaitkan dengan
kasus posisi perkara gugat waris di PA. Paraya Nomor : 251/Pdt.G/2011/PA.PRA,
yang diantara Tergugatnya (tiga orang Tergugat) ada yang berada di Malaysia untuk
bekerja namun tidak jelas alamatnya, sementara para Tergugat tersebut menguasai
sebagian harta yang menjadi obyek sengketa, disisi lain pihak yang hadir tercapai
kesepakatan perdamaian dan dalam kesepakatan perdamaian tersebut mengurangi
harta yang sementara ini telah dikuasai oleh Tergugat yang ada di Malaysia
tersebut. Apakah tidak menyalahi asas perdamaian dalam Undang-Undang?
Pemecahan Masalah
 Mediasi tetap berjalan terhadap pihak-pihak yang hadir dan mengikat pihak yang
hadir saja dan perdamaian tersebut tidak boleh merugikan pihak yang tidak hadir.
 Usul ditampung
66. Permasalahan
Bagaimana bila terjadi kontradiksi antara alat bukti Pemohon dengan alat bukti
Termohon, serta dengan adat kebiasaan seperti bila isteri menggugat balik mahar
yang belum dibayar, bukti suami buku nikah, dimana mahar tersebut tertulis
lunas, sementara alat bukti isteri dua saksi yang menyatakan belum lunas dan
secara adat kebiasaan masyarakat bahwa mahar sering ditulis lunas padahal belum
diserahkan.
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 26
 Pengadilan dapat menyatakan telah dibayar atau belum berdasarkan pembuktian
di pengadilan
67. Permasalahan
Dalam perkara cerai talak, seorang perempuan dan laki-laki yang telah melakukan
hubungan seks sebelum nikah dan hamil, lalu laki-laki tersebut menikahi Termohon,
setelah itu laki-laki tersebut tidak pernah mendukhul isterinya, kalau permohonan
talaknya dikabulkan, apakah status perceraian itu qobla dukhul atau ba’da dukhul?
Pemecahan Masalah
Dianggap Ba’da dukhul, karena pasal 99 huruf (a) KHI mengesahkan anak yang lahir
dalam dan atau akibat dari perkawinan yang sah. Dengan demikian akibat hukumnya
isteri mempunyai iddah hamil.
68. Permasalahan
Dalam Pasal 95 (1) KHI suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk
meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya gugatan cerai dengan
alasan salah satu pihak melakukan merugikan/membahayakan harta bersama seperti
judi, mabuk, boros dan sebagainya.
 Bagaimana dalam praktek? Proses pendaftaran, administrasi penomorannya,
sedangkan tidak termasuk perkara.
 Apakah Ketua Pengadilan Agama yang harus menangani-nya atau bisa menunjuk
hakim lain?
Pemecahan Masalah
 Pengadilan tidak dapat mengabulkan permohonan CB kecuali bila permohonan
tersebut sudah di daftar sebagai perkara.
Permohonan diajukan seperti biasa perkara sebagai permohonan contentiouse
melawan pihak yang dituduh boros.
 Pemeriksaan seperti perkara biasa.
69. Permasalahan
Dalam praktek sidang pada Majelis Hakim tingkat banding, panitera pengganti hanya
membuat catatan sidang. Dalam Pasal 13 dan 15 UU No. 20 tahun 1947
menyebutkan “surat pemeriksaan” lagi pula dalam Pasal 15 (1) Majelis dapat
Makalah Rakernas 2011 | 27
memeriksa kedua belah pihak atau saksi, ditambah lagi kemungkinan salah satu
hakim disenting opinion, yang demikian apakah cukup Panitera Pengganti membuat
catatan sidang?
Pemecahan Masalah
 PP dalam mengikuti persidangan membuat catatan sidang, berdasarkan catatan
sidang tsb di buatlah BAP (Berita Acara Persidangan);
70. Permasalahan
Dalam putusan/penetapan Pengadilan Agama dalam perincian biaya mencantumkan
biaya proses Rp 50.000,- di bawahnya dicantumkan biaya panggilan dan lain-lain.
Yang dipermasalahkan:
P dan lain-lain adalah biaya proses yang besarnya ditentukan berdasarkan
penetapan KPA. sesuai radiusnya, sedangkan biaya proses yang Rp 50.000,- untuk
kepentingan ATK perkara ditentukan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
sehingga terjadi duplikasi istilah Proses apa tidak disebut sebagai biaya
Administrasi saja.
Pemecahan Masalah
 Pedomani surat Edaran
71. Permasalahan
Apakah Cerai Talak dapat dikomulasi dengan pengingkaran anak?
Pemecahan Masalah
 Pedomani Buku II Edisi Revisi 2010 hal. 157 sampai 159.
72. Permasalahan
Dalam BAS di Pengadilan Agama dalam tahapan sidang pembuktian yang
disampaikan para pihak tidak tergambar adanya kesempatan yang diberikan oleh
Hakim kepada lawan untuk mengkonfrontir/menanggapi atas bukti yang diajukan
baik itu bukti tulis maupun saksi yang demikian berarti tidak memberi kesempatan
yang sama kepada para pihak tidak menegakkan asas Audi alteram Partem.
Pertanyaan:
Makalah Rakernas 2011 | 28
 Apakah bukti-bukti yang diajukan para pihak tidak dapat/tidak perlu dikonfrontir
atau ditanggapi oleh lawan?
 Apakah keterangan-keterangan yang disampaikan saksi, para pihak tidak boleh
menanggapi?
Pemecahan Masalah
 Hakim Tingkat Banding memutus Sela dengan perintah PA untuk melakukan
pemeriksaan tambahan untuk menerapkan azas Audi alteram partem
76. Permasalahan
Seseorang Penggugat yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya
(Tergugat) juga mengajukan hak pengasuhan 2 orang anak (hadhanah) yang pada
saat gugatan diajukan kedua anak tersebut sudah tinggal bersama Tergugat
(ayahnya) karena antara Penggugat dengan Tergugat sudah pisah rumah.
Dalam menyampaikan jawaban/tanggapannya terhadap gugatan Penggugat tersebut,
Tergugat juga menyampaikan gugtaan rekonvensi dalam hal yang sama yaitu hak
pengasuhan 2 orang anak (hadhanah) tersebut agar diberikan kepada Tergugat
bukan kepada Penggugat.
Apakah hal yang demikian tersebut dapat dikategorikan sebagai gugaatan
rekonvensi? Atau hanya mengajukan tanggapan terhadap gugatan Penggugat.
Pemecahan Masalah
Meskipun hak pengasuhan anak di gugat oleh Penggugat bagi tergugat masih di
perbolehkan mengajukan gugatan rekonvensi mengenai gugatan anak karena jika
gugatan penggugat menegenai hadhonah di tolak dalam konvensi, maka hakim dapat
menetapkan hak hadhonah pada Tergugat (Penggugat rekonvensi).
77. Permasalahan
Sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan Kehakiman bahwa dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan
arbitrase (termasuk arbitrase syariah) tidak secara sukarela. Kemana para pihak
dapat mengajukan eksekusi pelaksanaan putusan arbitrase tersebut ? Bagaimana
seandainya permohonan eksekusi tersebut diajukan ke Pengadilan Agama. Apakah
Pengadilan Agama dapat melaksanakan eksekusi tersebut sebagai lembaga peradilan
yang berwenang mengadili perkara ekonomi syari’ah.
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 29
Berdasarkana Pasal 59 ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman dan penjelasannya Eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah menjadi
wewenang PN diperkuat dengan SEMA No. 08 Tahun 2010;
78. Permasalahan
Surat kuasa yang sudah ditandatangani para pihak dan sudah berperkara sampai ke
tingkat banding. Ternyata di tingkat banding diketahui bahwa surat kuasa tersebut
tidak dibubuhi materai sebagaimana ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1985
dan SE-MA No. 6 Tahun 1994.
Apakah surat kuasa tersebut dianggap sah atau tidak dan bagaimana dengan
perkara tersebut?
Pemecahan Masalah
Surat Kuasa yang tidak dibubuhi meterai cacat formil, dan surat kuasa tersebut
dinyatakan tidak sah, sehingga perkara harus dinyatakn NO.
79. Permasalahan
Seseorang mengajukan permohonan perubahan, perbaikan, penggantian,
pembetulan) identitas kutipan akta nikah ke Pengadilan Agama agar disesuaikan
dengan KTP untuk pengurusan TASPEN.
Apakah semua bentuk perubahan (termasuk salah ketik) untuk penyesuain
identitas tersebut merupakan wewenang Pengadilan Agama? Kaitannya dengan SK
Menag No. 477/2001 (4).
Pemecahan Masalah
Perubahan akta otentik merupakan kewenangan PTUN oleh karena itu Kep Menag
no 477 tahun 2004 ayat 4 Pengadilan harus dibaca PTUN.
80. Permasalahan
Pengesahan Nikah dan itsbat nikah menurut buku II hal 147 pengertiannya seolaholah
sama sebagaimana terdapat pada butir (a), padahal pengesahan nikah dan
itsbat nikah itu dua hal yang berbeda?
Permohonan itsbat nikah adalah permohonan “kekuatan hukum” atas pernikahan
yang telah dilakukan yang mungkin saja perkawinan tersebut sah sejak awal.
Pemecahan Masalah
Amar Penetapan Isbat Nikah:
Makalah Rakernas 2011 | 30
Kabul : “Menyatakan sah perkawinan antara si Fulan dan fulanah yang
dilangsungkan pada hari Tanggal Tahun…;
Tolak: “Menolak permohonan itsbat nikah Pemohon…”
(Tidak ada persoalaan antara itsbat nikah dan pengesahan nikah keduanya hanya
soal istilah bahasa). Lihat buku II hal 147-150.
81. Permasalahan
Putusan perkara tingkat pertama diajukan pemeriksaan banding dan ternyata
pemeriksaan perkara pada tingkat pertama melanggar azas, yakni tidak dilakukan
mediasi dan ketika dibacakan putusan tidak dinyatakan terbuka untuk umum
(bahkan tertutup).
Dalam pemeriksaan pada Pengadilan Tingkat Banding bagaimana bunyi amar
putusannya?
Pemecahan Masalah
 Jika tidak dilakukan mediasi hakim banding memutus sela utk pemeriksaan
tambahan mengenai mediasi.
 sedang mengenai pembacaan putusan dalam sidang tertutup itu ditemukan oleh
hakim banding maka diperintahkan diperbaiki berita acaranya melalui surat
biasa, tetapi apabila hal itu disebutkan dalam memori banding , maka putusan
batal demi hukum.
Kelompok III
82. Permasalahan
Apakah dibolehkan memberikan kuasa (insidentil) kepada orang yang tidak ada
hubungan kekeluargaan dikarenakan tidak mempunyai keluarga, sedangkan
kondisinya tidak memungkinkan datang ke pengadilan (lumpuh) dan di wilayahnya
tidak ada LBH yang memberikan bantuan secara gratis, sementara untuk
menguasakan kepada advokat ia tidak mampu karena miskin? Jika tidak boleh, apa
jalan keluarnya?
Pemecahan Masalah
Boleh (lihat hasil rakernas tahun lalu).
83. Permasalahan
Bagaimana menyikapi kasus:
Makalah Rakernas 2011 | 31
Tergugat dipanggil melalui PA lain (tabayun) dan dalam relaasnya menyatakan
bahwa tempat alamat yang dimaksud tidak ada/tidak dikenal di wilayah tersebut,
sementara menurut keterangan Penggugat alamat tersebut ada diwilayah itu.
Pemecahan Masalah
Berdasarkan keterangan dalam relaas panggilan yang menyatakan bahwa tempat
alamat yang dimaksud tidak ada/tidak dikenal di wilayah tersebut, Majelis Hakim
dapat memerintahkan Penggugat untuk melakukan perubahan/perbaikan identitas
dalam gugatan.
84. Permasalahan
Dalam perkara a quo Tergugat tinggal di luar negeri dan setelah dipanggil sesuai
ketentuan, ternyata tidak ada balasan dari Kedutaan. Bagaimana cara
menyampaikan PBT putusannya, apakah tetap melalui Deplu. Jika melalui Deplu
sejak kapan menghitung BHTnya.
Pemecahan Masalah
Penyampaian PBT tetap dilakukan melalui Deplu, adapun menentukan BHTnya
berdasarkan relaas PBT yang diterima oleh Deplu (lihat rakernas tahun-tahun
sebelumnya lihat juga Buku II).
85. Permasalahan
Dalam hal Penggugat tidak mengetahui adanya ahli waris selain Tergugat, kemudian
oleh Tergugat diajukan eksepsi atas ketidaklengkapan para pihak (plurium litis
consortium) karena masih ada ahli waris lain:
- Apakah mengakibatkan cacatnya gugatan sehingga putusannya NO (ada putusan
MA), atau
- Tidak cacat, sebagaimana pendapat Yahya Harahap dengan alasan jika Penggugat
harus mencarinya sampai ketemu yang demikian itu merupakan pemasungan hak
penggugat.
Pemecahan Masalah
Dalam memeriksa eksepsi Tergugat, harus dibuktikan perihal sangkaan adanya ahli
waris lain yang belum masuk sebagai pihak dalam perkara a quo, bila eksepsi
diterima gugatan dinyatakan NO, namun bila tidak terbukti maka pemeriksaan
perkara dilanjutkan.
86. Permasalahan
Dalam praktik seringkali terjadi pada awalnya Penggugat hanya mengajukan gugat
cerai, kemudian Tergugat mengajukan rekonvensi atas harta bersama yang ada di
Makalah Rakernas 2011 | 32
pihak Penggugat sedangkan harta yang ada di pihak Tergugat tidak dicantumkan.
Atas gugatan rekonvensi ini Penggugat juga mengajukan gugatan harta bersama yang
ada di pihak Tergugat.
- Apakah gugatan yang diajukan oleh Penggugat itu disatukan dan diadili bersama
rekonvensi (dipandang sebagai jawaban) atau ada formulasi lain?
- Jika diadili bersama rekonvensi, bagaimana menformulasikan amarnya ketika
keduanya dikabulkan?
- Jika ada formulasi lain, mohon dijelaskan bagaimana caranya?
Pemecahan
Cukup disatukan dan diadili bersama rekonvensi.
87. Permasalahan
Putusan apa yang tepat dalam hal Penggugat pernah datang pada sidang pertama
tetapi pada sidang selanjutnya tidak pernah datang, sementara biayanya masih
mencukupi. Dalam praktik ada perbedaan pendapat:
ada yang berpendapat digugurkan dan ada yang dibatalkan pendaftarannnya.
Pemecahan Masalah
Karena Penggugat pernah datang, maka perkaranya tidak dapat digugurkan,
melainkan dipanggil terus sampai biaya perkara habis, setelah itu dibuat penetapan
perkara dicoret dari buku register pendaftaran.
88. Permasalah
Dalam perkara perceraian dengan alasan perselisihan, Hakim telah mendengar
keterangan beberapa saksi dari kedua belah pihak dan dari hasil pemeriksaan itu
Hakim telah mempunyai keyakinan bahwa rumah tangga mereka tidak mungkin lagi
dapat dirukunkan, akan tetapi karena saksi yang dihadirkan Penggugat hanya satu
orang sedang selebihnya dari Tergugat:
- Apakah Penggugat masih harus menghadirkan saksi lagi atau alat bukti lain karena
bukti yang diajukan belum memenuhi ketentuan minimal pembuktian (unus testis
nulus testis), atau
- Sudah dipandang cukup tanpa tidak perlu memisah-misahkan saksi dari kedua
belah pihak karena pasal 22 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 76 ayat (1)
UU No. 7 tahun 1989 tidak memisahkan antara saksi dari Penggugat dan
Tergugat?
Pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 33
Pembebanan bukti terhadap Penggugat harus tetap memenuhi batas minimal
pembuktian dua orang saksi, Majelis Hakim harus tetap memerintahkan Penggugat
untuk menghadirkan dua orang saksi (unus testis nulus testis)
89. Permasalah
Dalam putusan verzet perkara perceraian, kepada siapa biaya perkara dibebankan?
Dalam praktik ada perbedaan pendapat, ada yang dibebankan kepada Penggugat
dengan alasan perkara ini kembali seperti semula dan ada yang dibebankan kepada
Tergugat dengan alasan Tergugatlah yang berinisiatif melawan.
Pemecahan Masalah
Verzet dalam verstek berfungsi sebagai jawaban biasa, karenanya biaya perkara
dalam kasus perceraian tetap dibebankan kepada Penggugat.
90. Permasalahan
Bagaimana melakukan eksekusi dalam kasus berikut:
1) Dijatuhkan putusan verstek (ghoib), sedangkan bukti kepemilikan
(sertifikat) tanah ada pada Tergugat, sementara dalam peraturan lelang harus
disertai sertifikat.
2) Objek sengketanya mengalami perubahan akibat tindakan Tergugat sehingga
tidak sesuai dengan amar putusan, misalnya rumahnya direnovasi atau
ditambah bangunannya oleh Tergugat.
3) Objek sengketa dijadikan barang bukti tindak pidana.
4) Dalam akta perdamaian telah ditentukan hak masing-masing pihak.
Namun sebelum dilaksanakan terjadi bencana alam yang mengakibatkan
musnahnya sebagian harta (misalnya tanah dan bangunan yang menjadi bagian
A hanyut).
Apakah eksekusi tetap dilaksanakan sesuai dengan akta perdamaian meskipun
berakibat A tidak mendapat bagian? Atau dinyatakan non eksekutabel.
5) Tindakan apa yang dilakukan pengadilan ketika kantor lelang menolak melakukan
pelelangan disebabkan sertifikat tanah tidak dapat disertakan karena Tergugat
menolak menyerahkannya.
Pemecahan Masalah
Cara eksekusi:
1) Penggugat memohon kepada BPN agar menerbitkan turunan sertifikat atau
sertifikat pengganti.
2) Eksekusi tetap dijalankan. Tindakan Tergugat merubah obyek sengketa
menjadi resiko Tereksekusi.
3) Eksekusi ditunda sampai barang dikembalikan pada pemiliknya.
Makalah Rakernas 2011 | 34
4) Eksekusi tetap dilaksanakan sesuai bunyi perdamaian. Jika ada pihak yang
keberatan, ia dapat mengajukan derden verzet atau gugatan baru.
5) Kembali pada jawaban No. 1) di atas.
91. Permasalahan
Seorang anak yang belum mumayyiz ditetapkan oleh pengadilan dipelihara ayahnya.
Kemudian ayahnya meninggal dunia dan anak tersebut dipelihara kakeknya. Apakah
kakek dapat ditetapkan sebagai wali anak tersebut, sementara ibunya masih hidup
dan tidak pernah dicabut kekuasaannya, tetapi sudah menikah dengan orang lain.
Pemecahan Masalah
Kakek dan ibunya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan pemeliharaan anak.
92. Permasalahan
1) SEMA No. 3 Tahun 1983 menggariskan perlunya hakim memeriksa orang tua
calon anak atau panti sosial jika dipelihara panti sosial dan perlu adanya surat
keterangan dari Depsos. Bagaimana jika calon anak angkat itu ditemukan di
jalan atau baru saja lahir di RS yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
2) Apakah dibolehkan orang yang belum menikah atau telah menikah tetapi sudah
bercerai mengangkat anak?.
Pemecahan Masalah
1) Anak yang ditemukan di jalan diperlukan keterangan dan/atau surat
keterangan laporan penemuan anak di jalan dari Kepolisian dan Depsos.
Sedangkan terhadap anak yang lahir di RS yang ditinggal orang tuanya, RS yang
merawatnya yang didengar keterangannya dan juga Depsos.
2) Boleh sepanjang membawa maslahat bagi anak, karena pengangkatan anak dalam
Islam bertujuan untuk memelihara, bukan untuk memberikan status sebagai
anak (dinisbatkan kepada orang tua angkatnya). Lihat umur dalam Surat
Edaran tentang Pengangkatan Anak.
93. Permasalahan
1) Telah terjadi perkawinan di bawah tangan dan dikaruniai anak. Kemudian
pasangan tersebut melaksanakan perkawinan secara resmi melalui program
pemerintah perkawinan massal dan keluarlah akta nikah.
Agar anak menjadi anak sah dari pasangan tersebut, apakah diperlukan
pengesahan nikah di bawah tangan?.
Makalah Rakernas 2011 | 35
2) Dalam Buku II ditentukan itsbat nikah dimana salah satu suami atau isteri
meninggal dunia, diajukan oleh yang masih hidup secara contensius melawan
ahli warisnya.
- Siapa saja yang dimaksud ahli waris apakah seluruh ahli waris meskipun
terhijab atau hanya yang tidak terhijab saja?.
- Apakah semua ahli waris didudukkan sebagai pihak?.
- Siapa yang menjadi pihak lawan apabila ahli warisnya terdiri atas isteri/suami
dan anak yang masih kecil, sebab anak di bawah umur diwakili orang tuanya
baik di dalam/luar pengadilan.
Pemecahan Masalah
1) Tidak perlu karena akan mengakibatkan adanya dua bukti otentik yang
berbeda. Untuk keperluan tentang sahnya anak, dapat diajukan permohonan
tentang asal usul anak (pengakuan anak).
2) Ahli waris yang berhak.
94. Permasalahan
Apakah Hakim dapat membebankan nafkah anak kepada ayah berdasarkan Pasal 41
huruf c UU No. 1 Tahun 1974 (secara ex officio), sedangkan dalam pasal tersebut
terbatas pada kewajiban suami kepada bekas isteri, tidak meliputi kepada anak.
Pemecahan Masalah
Ex officio harus didasarkan kepada ketentuan undang-undang.
95. Permasalahan
1) Bagaimana menyikapi adanya perbedaan pendapat dalam mengadili gugatan
waris yang hanya terbukti keahliwarisannya saja, sedangkan harta warisannya
tidak terbukti. Apakah gugatan tersebut dapat dikabulkan sebagian tentang
keahliwarisannya, sedang terhadap hartanya ditolak atau gugatan ditolak
seluruhnya dengan alasan obyek sengketa tidak terbukti atau dinyatakan tidak
dapat diterima (NO) dengan alasan tidak ada urgensi menetapkan ahli waris
tanpa pembagian harta?.
2) Apakah dibenarkan permohonan penetapan ahli waris hanya oleh sebagian ahli
waris saja? Jika tidak boleh, bagaimana mengatasinya apabila sebagian waris
berada di luar negeri dan tidak bisa dihubungi, sementara keperluannya sangat
mendesak.
3) Apakah dibenarkan permohonan penetapan ahli waris disertai furudlul
muqaddarahnya, tetapi tidak disebutkan hartanya.
Makalah Rakernas 2011 | 36
4) Apakah anak angkat dapat menjadi pihak dalam permohonan penetapan ahli
waris. Jika boleh, lantas apa kedudukannya, tetapi jika tidak boleh, bagaimana
dengan haknya untuk memperoleh harta warisan.
5) Dalam suatu dokumen misalnya polis asuransi atau dokumen lainnya, daftar
keluarga yang tercantum di dalamnya semata-mata hanya anak angkat, sedangkan
untuk pencairan uang berkenaan dengan meninggalnya orang tua angkat
diperlukan penetapan ahli waris dari pengadilan terhadap orang yang tercantum
dalam dokumen.
Apakah anak angkat tersebut dapat mengajukan permohonan penetapan ahli
waris, sementara ia bukan ahli waris. Jika tidak dapat, upaya apa yang bisa ia
lakukan.
Pemecahan Masalah
1) Ahli waris ditetapkan.
2) Tidak boleh semua ahli waris harus menjadi pihak.
3) Boleh furudlul muqaddarahnya.
4) Anak angkat dapat dimasukkan sebagai pihak dalam permohonan
penetapan ahli waris, akan tetapi tidak boleh ditetapkan sebagai ahli waris hanya
berhak atas wasiat wajibah.
5) Pada dasarnya yang berhak mengajukan permohonan penetapan ahli waris
hanyalah orang-orang yang menurut ketentuan hukum Islam terdapat sebabsebab
mewarisi (hubungan nasab dan perkawinan) sedangkan anak angkat bukan
ahli waris. Namun demikian, dalam kasus seperti itu dapat dikecualikan dengan
alasan adanya kebutuhan masyarakat yang tidak biasa dielakkan, hanya saja
pengadilan dalam penetapannya tidak boleh menyatakan bahwa anak angkat
sebagai ahli waris, melainkan sebagai orang yang berhak mendapatkan warisan
dari orang tua angkatnya.
96. Permasalahan
1) Banding yang sudah lewat waktu dalam perkara perceraian, apakah permohonan
banding yang sudah lewat waktu dan telah diterbitkan akta cerainya bahkan
salah satu pihak sudah menikah, tetap harus diteruskan ke PTA sebagaimana
perkara lain.
2) Jika tetap diteruskan ke PTA, berarti putusan PA belum BHT. Lantas bagaimana
dengan akta cerai yang sudah dikeluarkan? dan bagaimana pula status
perkawinan barunya? Apabila terdapat perbedaan antara apa yang terdapat
dalam berkas (berita acara dan relaas PBT) dengan yang tertuang dalam putusan
tentang kehadiran para pihak pada saat dijatuhkan putusan, Hensyah Syahlani
berpendapat bahwa untuk mendapatkan keterangan yang bernilai yuridis guna
menentukan batas waktu pengajuan banding perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap hakim yang mengadili.
Makalah Rakernas 2011 | 37
Jika pendapat itu diikuti dan pemeriksaan itu dilimpahkan ke PA, siapa yang
berwenang memeriksa hakim yang bersangkutan dan bagaimana acara yang
harus ditempuh?.
Pemecahan Masalah
Berkas bandingnya diajukan ke Pengadilan Tinggi Agama, persoalan lainnya bukan
urusan Pengadilan Agama.
97. Permasalahan
Menurut SEMA, permohonan PK hanya dimungkinkan satu kali. Acara ini dapat
dimanfaatkan oleh pihak yang menang kasasi dengan berpura-pura PK, dengan
maksud menutup hak Termohon Kasasi di kemudian hari mengajukan PK meskipun
ada novum yang benar-benar dapat membalikkan fakta atau karena perbaikan amar.
Jika acara demikian ditaati secara rigid, jelas akan memasung rasa keadilan, tetapi
jika dibuka kemungkinan PK lebih dari satu kali, akan dimanfaatkan untuk
mengulur-ulur waktu sehingga kepastian hukum terabaikan.
Pemecahan Masalah
Pedomani SEMA.
98. Permasalahan
Jika dalam suatu pengadilan hanya ada seorang hakim bersertifikat mediator,
sedangkan mediator selain hakim tidak ada, apakah hakim yang tidak bersertifikat
dibolekan menjadi mediator dengan alasan demi kelancaran persidangan dan
pelaksanaan mediasi serta belum terpenuhinya batas minimal jumlah mediator
bersertifikat (5 orang).
Pemecahan Masalah
Pedomani PERMA No. 01 Tahun 2008.
99. Permasalahan
Apakah pengumuman perkara itsbat nikah sebelum para pihak dipanggil termasuk
hukum acara, sehingga apabila tidak diumumkan akan mengakibatkan batal demi
hukum.
Usul pemecahan Masalah
Makalah Rakernas 2011 | 38
Tidak batal demi hukum, tapi dapat dibatalkan.
100. Permasalahan
Bagaimana pelaksanaan mediasi atas perkara komulatif perceraian dengan itsbat
nikah, apakah sebelum putusan sela tentang itsbat atau sebelum pemeriksaan itsbat
?
Pemecahan Masalah
Pedomani PERMA No. 1 Tahun 2008.
101. Permasalahan
Bagaimana teknis pemeriksaan oleh Pengadilan Agama terkait pelaksanaan Pasal 50
ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 beserta penjelasannya yang terkesan
kontraproduktif dengan ayat sebelumnya yaitu Pasal 50 ayat (1).
Pemecahan Masalah
Laksanakan sesuai Pasal tersebut.
102. Permasalahan
Bagaimana sikap majelis hakim dalam memeriksa perkara permohonan waris yang
di dalam tuntutan/petitumnya dimuat supaya pewaris dan pemohon ditetapkan
mempunyai utang sebesar ….?
Pemecahan masalah
Pembagian waris dalam Islam dilaksanakan setelah pembayaran utang piutang
diselesaikan.
103. Permasalahan
Tergugat menerima pemberitahuan amar putusan verstek dari Jurusita Pengganti
Pengadilan Agama pada tanggal 1, pada jam 16.00 tanggal 14 (hari terakhir masa
pengajuan verzet). Tergugat datang ke Pengadilan Agama untuk mengajukan
perlawanan (verzet). Permasalahannya, pihak Pelawan (Tergugat) tersebut tidak
bisa menyetor biaya panjar perkara karena Bank sudah tutup. Apabila perkara
Makalah Rakernas 2011 | 39
verzet tersebut diterima/didaftarkan pada tanggal 14 tersebut, bertentangan
dengan aturan yang ada bahwa perkara baru bisa didaftarkan apabila yang
bersangkutan sudah menyetorkan panjar biaya perkaranya di Bank. Kalau didaftar
besok harinya (tanggal 15) setelah yang bersangkutan membayar di Bank, putusan
tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Pemecahan Masalah
Untuk tidak merugikan pihak berperkara, perkara verzet tersebut didaftarkan pada
tanggal 14 walaupun penyetoran panjar biaya perkara di Bank pada tanggal 15.
Panitera membuat surat keterangan bahwa Pelawan tidak bisa menyetor panjar
biayanya di Bank pada tanggal 14 tersebut karena Bank sudah tutup dan surat
keterangan tersebut dimasukkan dalam berkas perkara untuk dijadikan bahan
pertimbangan bagi majelis hakim yang memeriksa perkara verzet tersebut.
104. Permasalahan
Pemeriksaan saksi-saksi.
Tergugat berulangkali dipanggil secara sah dan patut untuk menghadap di
persidangan tidak hadir, tetapi ketika pemeriksaan saksi-saksi Tergugat hadir di
persidangan.
Pemecahan masalah
Apabila ketika pemeriksaan saksi-saksi Tergugat hadir, maka sebaiknya terlebih
dahulu meminta persetujuan Penggugat, apakah Tergugat diberikan kesempatan
mengajukan jawaban dan duplik. Apabila tidak disetujui oleh Penggugat, maka
haknya menjadi gugur.
105. Permasalahan
Apakah diperbolehkan untuk berperkara secara prodeo dalam perkara waris dan
harta bersama, karena dalam perkara waris dan harta bersama tentunya biaya tidak
semata-mata hanya untuk panggilan sidang, tetapi ada biaya pemeriksaan setempat,
penyitaan dan eksekusi. Dan dalam pelaksanaannya akan melibatkan instansi lain
seperti Polisi, Badan Pertanahan (Juru Ukur) dan lainnya yang tentunya juga ada
biayanya, sementara yang dibiayai oleh DIPA hanya sebesar Rp 300.000.- (tiga ratus
ribu rupiah).
Pemecahan masalah
Pedomani prosedur prodeo.
106. Permasalahan
Makalah Rakernas 2011 | 40
Apakah anggota LKBH yang belum mengangkat sumpah sebagai Advokat dapat
disamakan sebagai Advokat yang sudah mengangkat sumpah atau hanya diposisikan
sebagai kuasa insidentil.
Pemecahan masalah
Anggota LKBH tidak dapat disamakan dengan Advokat, akan tetapi bila LKBH
mewakili para para pihak dalam persidangan, maka dianggap sebagai kuasa insidentil
(Hal. 69 huruf (e) Buku II edisi revisi).
107. Permasalahan
Kuasa dan rekan, apakah keseluruhannya harus menunjukkan berita acara
pengambilan sumpah ?
Pemecahan masalah
Tidak perlu menunjukkan berita acara sumpah, akan tetapi cukup ditunjukkan bukti
identitas yang masih berlaku (kartu anggota).
108. Permasalahan
Pembatalan Nikah
- Apakah saksi keluarga dalam pembatalan nikah diperbolehkan atau tidak untuk
dijadikan sebagai alat bukti saksi ?.
- Apakah Pengadilan Agama berwenang menilai cacat dan kepalsuan sebuah akta
otentik (seperti buku nikah) dalam perkara pembatalan nikah ?.
Pemecahan Masalah
- Boleh menjadi saksi dalam perkara pembatalan nikah.
- Pengadilan Agama berwenang menilai cacat dan kepalsuan akan tetapi tidak
boleh membatalkan dan hanya menyatakan akta tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum.
109. Permasalahan
Makalah Rakernas 2011 | 41
Muwaris memiliki 3 orang istri dan semua pernikahan dengan istrinya tersebut
memiliki buku nikah dari KUA, akan tetapi orang tersebut tidak pernah
mengajukan permohonan izin poligami, sedangkan dalam setiap buku nikah
tersebut identitasnya selalu jejaka/bujang. Bagaimana sikap majelis hakim dalam
menyikapi status istri kedua dan ketiga dan ketiga muwaris tersebut ?
- Apakah istri kedua dan ketiga tersebut dianggap istri sah muwaris sehingga bisa
menjadi ahli waris atau tidak ?
- Apakah tanpa adanya izin poligami buku nikah yang ternyata cacat administrasi
tersebut tetap memiliki kekuatan hukum sebagai akta otentik ?
Pemecahan Masalah
Ini wilayah ijtihad hakim.
110. Permaslahan
Ketika ayah meninggal dunia, apakah ibu secara otomatis menjadi wali bagi anaknya
atau perlu ada penetapan wali dari Pengadilan Agama ?. Saat ini banyak ibu yang
mengajukan penetepan wali ke PA karena notaris mengharuskan adanya penetapan
wali dari PA ketika mengurus jual beli atau balik nama harta anak.
Pemecahan Masalah
Bila ada permohonan harus diterima.
111. Permasalahan
Permohonan itsbat nikah, di mana dalam permohonannya Pemohon mengajukan
pengesahan nikah atas dua orang istrinya yang dinikahinya di bawah tangan, apakah
pernikahan atas dua orang istri tersebut bisa langsung diitsbatkan atau perlu
mengajukan izin poligami terlebih dahulu ?
Pemecahan Masalah
Pedomani Buku II.
112. Permasalahan
Dispensasi kawin dan wali adhal.
Makalah Rakernas 2011 | 42
- Jika kedua calon mempelai masih di bawah umur, apakah permohonan
dispensasi dapat diajukan oleh salah satu pihak dari calon mempelai ?.
- Jika walinya adhal bagi calon mempelai yang masih di bawah umur, apakah
permohonan dispensasi kawin dapat diajukan bersama dengan permohonan wali
adhal ?.
Pemecahan Masalah
- Pedomani Buku II halaman 142 sub b angka (2).
- Permohonan wali adhal bagi calon mempelai yang masih di bawah umur dapat
dilakukan secara kumulatif dengan dispensasi kawin.
113. Permasalahan
a. Apakah kewenangan Pengadilan Agama yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 50
ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 termasuk sengketa jual beli harta
warisan yang belum dibagi tanpa persetujuan dari ahli waris lainnya ?.
b. Apakah PA berwenang mengadili sengketa jual beli tersebut jika pembelinya
beragama Islam ?.
c. Pengajuan PAW yang tidak mempunyai bukti buku nikah, apakah wajib lebih
dahulu mengajukan itsbat nikah ?.
d. Apakah pengajuan PAW dapat dikumulasi dengan itsbat nikah ?.
e. Ataukah tidak wajib ada itsbat nikah sepanjang dapat dibuktikan pernikahan
tersebut adalah sah menurut hukum Islam dan dapat ditetapkan ahli warisnya ?.
Pemecahan Masalah
a. Termasuk.
b. Berwenang, akan tetapi hanya terbatas mengenai sengketa jual beli yang ada
kaitannya dengan harta warisan.
Makalah Rakernas 2011 | 43
c. Tidak wajib, sepanjang dapat dibuktikan pernikahan tersebut.
d. Boleh.
e. Dapat.
114. Permasalahan
Bagaimana terhadap eksekusi harta bersama maupun warisan, sedangkan Tergugat
dalam keadaan gaib, padahal eksekusi harus dijalankan dengan innatura.
Pemecahan Masalah
Dilakukan dengan cara teguran (anmaning) melalui papan pengumuman
Bupati/pemerintah Kota (Pasal 718 R.Bg, juga di papan pengumuman Pengadilan
Agama sebagaimana panggilan orang yang tidak diketahui alamatnya, ditambah lagi
dengan aanmaning melalui mass media. Setelah dilakukan pelelangan, hak Tergugat
dapat disimpan melalui Kas Pengadilan Agama sebagaimana kasus konsignasi setelah
pemenang lelang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (Pasal 1404 smapi
dengan Pasal 1412 KUHPerdata).
115. Permasalahan
Penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang memberikan izin kepada penyidik (polisi)
untuk melakukan penyitaan terhadap berkas perkara (bundel) di Pengadilan Agama,
yang mana didalam berkas tersebut ada pihak yang memalsukan dokumendokumen
terkait tindak pidana. Apakah diperbolehkan pihak Pengadilan Agama
menyerahkan berkas perkara (bundel) tersebut kepada pihak penyidik (polisi)?
Pemecahan Masalah
Ketua PA dapat mengizinkan untuk bawa keluar hanya dokumen yang dipalsukan,
tidak seluruh bundel Pasal 101 (2) UU No. 7 tahun 1989.
116. Permasalahan
Perceraian terjadi pada tahun 1965 yang digugat oleh isteri, karena merasa tidak
ada kepentingan dan tidak untuk dipergunakan maka SKT.3 yang dikeluarkan oleh
KUA setempat tidak pernah diambil. Dengan berjalannya waktu akhirnya SKT.3
tersebut sangat diperlukan untuk kepentingan menikah lagi, sementara KUA
Makalah Rakernas 2011 | 44
sekarang ini tidak berwenang lagi mengeluarkan SKT. 3. Apakah Pengadilan Agama
mengeluarkan Akta Cerai?
Pemecahan Masalah
PA tidak dapat mengeluarkan akta cerai karean itu terjadi sebelum lahirnya UU
No. 7 Tahun 1989.
117. Permasalahan
Jika penerapan pemanggilan termohon diterapkan juga dalam hal permohonan cerai
talak diajukan di PA tempat pemohon yang termohonnya pergi tanpa izin, maka
dampaknya bertele-tele, proses lama, biaya besar dan tidak adil (bertentangan asas
sederhana, cepat dan biaya ringan serta rasa keadilan kedua pihak berperkara).
Karena panggilan sidang pertama paling kurang 1 bulan, jika dilakukan panggilan
kedua melalui PA termohon, maka ditambah sebulan lagi, setelah diputus verstek
tenggang waktu pemberitahuan 1 bulan lagi baru putusan berkekuatan hukum
tetap. Lalu dipanggil termohon lagi untuk sidang ikrar talak dengan tenggang
waktu sebulan lagi, jadi penyelesaiannya bisa memakan waktu antara 5 - 6 bulan.
Lebih lama lagi jika termohonnnya di luar negeri, penyelesaiannya bisa tahunan.
Pemecahan Masalah
Pasal 73 ayat (3) sdh jelas tidak perlu ditafsirkan lagi, Pasal ini dimaksudkan untuk
mengindari adanya penyelundupan hukum dan keadilan, oleh karena itu istri sebagai
pihak yang diceraikan harus dipanggil.
118. Permasalahan
a. Baik Penggugat/Pemohon maupun Tergugat/Termohon tidak hadir pada sidang
pertama, majelis menyatakan perkara gugur. Bagaimana soal penentuan biaya
perkara, padahal belum pernah ada penetapan tentang apakah perkara ini
prodeo atau tidak.
b. Jika menyimak petunjuk khusus dispensasi kawin dalam buku II Revisi 2010 (hal.
142), muncul kekaburan tentang siapa yang boleh mengajukan permohonan
dispensasi kawin. Di dalam pendahuluannya seolah-olah hanya orang tualah
yang harus mengajukan permohonan dispensasi kawin, namun jika dibaca
uraiannya, misalnya angka (1) si calon suami atau calon isteri yg belum
mencapai batas usia kawinpun dapat juga mengajukan.
Pertanyaannya:
Bagaimana kepastiannya, mohon klarifikasi. Jika memang si calon suami-isteri
juga boleh, bagaimana ketentuan batas umur seorang untuk menjadi subjek
hukum?
Makalah Rakernas 2011 | 45
Pemecahan Masalah
a. Karena dalam sidang prodeo tidak hadir maka permohonan prodeo ditolak,
perkara digugurkan dan biaya perkara dibebankan kepada Penggugat/Pemohon.
b. Pada dasarnya permohonan diajukan oleh orang tua, namun dalam hal walinya
adhal (enggan) mengajukan permohonan, dapat diajukan oleh mempelai, yang
berhak menentukan sebagai Termohon, adalah atas keinginan Pemohon Sendiri.
Hakim dalam persidangan memastikan pihak yang idtarik sebagai
Termohonsudahj benar. Prolog dalam Buku II salah ketik seharusnya orang
tua/calon mempelai).
119. Permasalahan
Sepasang suami isteri mengajukan permohonan Isbat Nikah kumulasi dengan
penetapan asal usul anak. Dalam persidangan terbukti bahwa pernikahan P.1 dan
P.2 tidak sah, karena menikah melalui wali hakim yang bukan PPN atau P3N,
sedangkan wali nikahnya diketahui enggan. Oleh karena nya permohonan Isbat
Nikah nya DITOLAK. Lalu bagaimana dengan Penetapan Asal Usul Anaknya?
Apakah anak yang lahir dalam perkawinan tersebut dapat
(DIKABULKAN)/dinyatakan sebagai anak sah P1 dan P2 sebagaimana bunyi
ketentuan pasal 76 KHI “Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan
hubungan antara anak dengan orangtuanya” atau (DITOLAK) / tidak dapat
dinyatakan sebagai anak sah P.1 dan P.2 sebagaimana bunyi pasal 99 huruf a KHI
setelah dipahami secara a contrario/mafhum mukhalafah “Anak yang tidak sah
adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang tidak sah”?
Pemecahan Masalah
Ini wilayah ijtihad hakim.
120. Permasalahan
Pada perkara Cerai Talak, Pemohon dihukum untuk membayar nafkah iddah dan
mut'ah namun selesai sidang ikrar talak Pemohon tidak membayar kewajiban
tersebut, lalu bagaimana upaya hukum Termohon agar Pemohon dapat memenuhi
kewajiban tersebut? Apakah Termohon dapat mengajukan permohonan eksekusi,
sedangkan eksekusi adalah haknya Pemohon?
Pemecahan Masalah
Termohon dapat mengajukan eksekusi.
121. Permasalahan
Makalah Rakernas 2011 | 46
Pembayaran panjar biaya perkara melalui Bank belum dapat dilaksanakan secara
merata di satker-satker Pengadilan Agama, hal ini disebabkan jarak tempuh antara
Kantor Bank dengan satker Pengadilan Agama cukup jauh, seperti halnya di
Pengadilan Agama Sangatta. Kondisi Pengadilan Agama Sangatta dapat dikatakan
jauh dari Kantor Bank yang ditunjuk untuk menerima pembayaran panjar biaya
perkara (BRI) yaitu lebih dari 10 km, kondisi tersebut diperparah dengan tidak
adanya transportasi umum (taksi) yang menuju ke Kantor Bank tersebut, dan
apabila menggunakan carter motor (ojeg) dari Kantor PA ke Kantor Bank
membutuhkan ongkos cukup besar yaitu sebesar Rp. 75.000,-. Para pencari
keadilan hampir 90 % berasal dari daerah Kecamatan yang jarak tempuhnya antara
50 – 100 km, hal ini disebabkan dari 18 Kecamatan yang berada di wilayah Kutai
Timur hanya 2 Kecamatan saja yang jaraknya relatif dekat, akibatnya para pencari
keadilan datang di kantor PA di atas jam 10.00, bahkan ada yang datang lewat dari
jam 14.00.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila para pencari keadilan diperintahkan untuk
membayar biaya panjar perkaranya melalui Bank, dengan kondisi seperti tersebut di
atas, maka akan menambah beban bagi pihak pencari keadilan, dan bagi pengadilan
sendiri tidak dapat mewujudkan pelayanan prima terhadap masyarakat
Pemecahan Masalah
Bagi PA yang jauh dari Bank dapat menunda pemberlakuan pembayaran melalui
Bank sampai ada Bank terdekat dari kantor PA dan pembayaran dilakukan di PA.
Atau bekerjasama dengan Bank untuk menugas petugas Bank menerima uang
perkara di PA.
122. Permasalahan
Tidak proporsional dalam penempatan tenaga teknis baik hakim maupun Panitera
Pengganti, adanya ditemui pada pengadilan Agama yang perkaranya banyak, tetapi
minim tenaga teknis. Semantara pada PA yang perkaranya sedikit ditemukan tenaga
teknis yang lebih banyak.
Pemecahan Masalah
Bukan permasalahan hukum.
123. Permasalahan
Ditemui adanya ketidakmerataan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan
teknis yang diadakan Balibang MA-RI bagi para hakim, panitera dan panitera
pengganti, karena kenyataan di lapangan tidak sedikit hakim maupun panitera yang
sudah lama menjabat tetapi tidak sekalipun dipanggil untuk mengikuti pendidikan
Makalah Rakernas 2011 | 47
dan pelatihan. sementara ada Pimpinan, Hakim, Panitera yang baru saja diangkat
telah beberapa kali mengikuti pendidikan dan pelatihan, hal tersebut adalah
merupakan hal yang ironis dan menghambat pemerataan pengetahuan bagi Hakim,
Panitera dan Panitera Pengganti.
Pemecahan Masalah
Bukan permasalahan hukum.
124. Permasalahan
Dengan telah diterapkan sistem baru tentang Mutasi Hakim dan Panitera di
lingkungan Peradilan Agama, maka ada masalah yang timbul yaitu tidak tersedianya
perumahan dinas yang menunjang kedinasan. Sehingga pejabat yang dimutasi
disamping memikirkan biaya rumah tangganya juga harus memikirkan rumah
tempat tinggal ditempat tugas yang baru, sehingga harus mengeluarkan biaya yang
cukup besar. Jadi sangatlah beralasan kalau ketentuan Pasal 24 UU No.50 Tahun
2009 dapat segera diperjuangkan pelaksanaannya.
Pemecahan Masalah
Bukan permasalahan hukum.
125. Permasalahan
Pada wilayah PTA Samarinda terdapat 6 satker dari 10 satker yang ada, tanah
bangunan kantornya masih dalam status pinjam pakai dari PEMDA/Pemkot
setempat.
Pemecahan Masalah
Bukan permasalahan hukum.
126. Permasalahan
Rumah dinas pimpinan, hakim, pejabat fungsional dan struktural di wilayah PTA.
Samarinda belum tersedia baik tanah maupun bangunannya.
Pemecahan Masalah
Bukan permasalahan hukum.