Kamis, 15 September 2011

PELAKSANAAN PROGRAM-PROGRAM PRIORITAS REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA

PELAKSANAAN PROGRAM-PROGRAM PRIORITAS REFORMASI BIROKRASI
DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
oleh Wahyu Widiana
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA-RI
Disampaikan pada
Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI
Jakarta, 18-22 September 2011
A. Pendahuluan
Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek penataan kelembagaan (organisasi), penataan ketatalaksanaan (business process), penataan sumber daya manusia aparatur, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan. Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik karena adanya permasalahan dan hambatan yang dihadapi, harus ditata ulang atau diperbarui, karena reformasi birokrasi merupakan langkah strategis untuk membangun aparatur negara yang lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Tahun 2010 pemerintah telah mengeluarkan pedoman reformasi birokrasi yang baru, yang disebut sebagai Grand Design Reformasi Birokrasi, yang merupakan garis-garis besar perencanaan jangka panjang 2010 – 2025 (berdasarkan Perpres Nomor 81 Tahun 2010). Di Mahkamah Agung perencanaan jangka panjang ini disebut dengan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010–2035. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Peraturan Nomor 20 tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014 yang merupakan jabaran perencanaan jangka menengah lima tahun. Untuk mendukung tercapainya tujuan dan sasaran pelaksanaan reformasi birokrasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga mengeluarkan Peraturan MENPAN Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan yang berisi
2
tentang teori-teori dan tata cara mencapai perubahan yang diinginkan yang merupakan panduan ke arah perubahan yang lebih baik.
Kebijakan-kebijakan yang termuat dalam peraturan-peraturan tersebut, menandai dimulainya reformasi birokrasi gelombang kedua. Visi reformasi birokrasi gelombang kedua ialah terwujudnya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi, yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima dan manajemen pemerintahan yang demokratis dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.
Untuk menyikapi dan menjawab kebijakan pemerintah ini, Mahkamah Agung telah menginstruksikan semua pengadilan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sama mengenai perubahan-perubahan atau pembaruan-pembaruan melalui beberapa kebijakan, antara lain Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI, yang dalam lampirannya menegaskan bahwa setiap kelompok kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim Pembaruan Peradilan), bertanggung jawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program dan kegiatan Reformasi Birokrasi sesuai dengan kewenangannya dan juga Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan.
Selanjutnya, sebagai tindak lanjut kebijakan tersebut, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebagai institusi di bawah Mahkamah Agung yang melakukan pembinaan terhadap peradilan agama, telah membentuk Tim Monitoring Program Prioritas Pembaruan. Tim ini dibentuk melalui Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor: 0014 /DjA/SK/KU/V/2011, tertanggal 11 Mei 2011. Di antara tugas utama tim ini adalah menyiapkan bahan pelaksanaan monitoring program prioritas pembaruan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama dan melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka memajukan terlaksananya program prioritas pembaruan sebagaimana yang diharapkan.
Sejalan dengan program prioritas di Mahkamah Agung, Program Prioritas Pembaruan di lingkungan peradilan agama ialah: (1) Penyelesaian Perkara yang tepat waktu; (2) Manajemen SDM yang terencana dan terlaksana dengan baik; (3) Pengelolaan Website demi keterbukaan informasi publik; (4) Meja Informasi untuk memberikan pelayanan informasi di gedung pengadilan; (5) Pelayanan Publik yang prima; (6) Implementasi SIADPA Plus sebagai automasi Pola Bindalmin; (7) “Justice for All” yang terdiri dari Perkara Prodeo, Sidang Keliling dan Pos Bantuan Hukum (Posbakum); dan (8) Pengawasan.
Hingga kini, delapan program strategis tersebut belum terpantau secara maksimal karena keterbatasan pedoman yang ada yang dapat digunakan untuk melakukan
3
evaluasi/penilaian. Idealnya secara berkala, setiap enam bulan sekali harus diadakan monitoring terhadap program-program prioritas pembaruan tersebut. Sesuai peraturan yang ada, setelah monitoring berjalan, akan diikuti dengan evaluasi setiap tahun, dan untuk kemudian diberikan “reward” dan “punishment”.
Sesuai dengan semangat Tema Rakernas Tahun 2011 “Meningkatkan Peran Pengadilan Tingkat Banding sebagai kawal depan Mahkamah Agung”, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, berusaha memaparkan dan melaporkan progres capaian dan hambatan yang ada selama periode berjalan, khususnya terkait dengan reformasi peradilan baik di pengadilan tingkat banding maupun di tingkat pertama. Untuk itulah, paparan ini kami susun dalam bentuk makalah yang berjudul “Pelaksanaan Program-Program Prioritas Reformasi Birokrasi di lingkungan Peradilan Agama”. Paparan ini juga dimaksudkan agar Mahkamah Syar’iyah Aceh (MSy.Aceh) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) se Indonesia lebih memahami program-program reformasi birokrasi sebagai bahan dalam meningkatkan perannya sebagai kawal depan Mahkamah Agung.
B. Pelaksanaan Monitoring Program-Program Prioritas Reformasi Birokrasi dan Permasalahannya
Secara umum, monitoring program-program prioritas pembaruan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama ini bertujuan untuk memberikan pembinaan terhadap peradilan agama berkaitan dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Tahap II yang sedang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI. Secara khusus, tujuan penyelenggaraan monitoring program prioritas pembaruan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama adalah untuk mengevaluasi sejauh mana pelaksanaan program-program prioritas di Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan agama seluruh Indonesia. Secara singkat pelaksanaan program-program prioritas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Program Penyelesaian Perkara
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara - perkara tertentu di bidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.
Pasca penyatuatapan, pembinaan terhadap lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung RI, perkara yang diajukan masyarakat ke pengadilan agama cenderung meningkat.
4
Jumlah perkara yang diterima pengadilan agama pada sepuluh tahun terakhir (2001 s/d 2010) dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Statistik Perkara MS/PA secara Nasional
NO. TAHUN SISA TH LALU DITERIMA DICABUT DIPUTUS SISA
1 2001 23.861 171.335 9.060 159.299 26.837
2 2002 26.837 166.488 9.198 157.331 26.796
3 2003 26.796 154.524 8.278 145.593 27.449
4 2004 27.449 165.266 8.759 154.331 29.625
5 2005 29.625 175.133 9.188 165.242 30.328
6 2006 30.328 181.077 9.512 167.807 34.086
7 2007 34.086 217.084 11.327 201.438 38.405
8 2008 38.405 245.023 13.132 223.999 46.297
9 2009 46.297 284.749 16.786 257.798 56.462
10 2010 56.462 320.768 18.760 295.548 62.922
Dari tabel tersebut, kenaikan jumlah perkara yang diterima di Pengadilan agama antara tahun 2001 (171.335 perkara) sampai tahun 2006 (181.077 perkara), masih relatif kecil. Akan tetapi dari tahun 2006 (181.077 perkara) sampai tahun 2010 (320.768 perkara) terjadi lonjakan perkara yang cukup signifikan, yaitu sebesar 77 %. Lonjakan jumlah perkara ini apabila dilihat dari tahun 2001 sampai tahun 2010 atau rentang waktu sepuluh tahun terakhir, maka total kenaikan seluruhnya sebesar 87%. Kecenderungan jumlah perkara yang diterima selalu meningkat setiap tahunnya, setidaknya ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama disebabkan oleh meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan kedua disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan agama.
Apabila dilihat dari jumlah sisa perkara tahun 2001 (sebanyak 26.837 perkara) sampai tahun 2010 (sebanyak 62.922 perkara), terlihat kenaikan sebesar 134 %. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi penumpukan perkara yang menjadi tunggakan pengadilan yang harus segera diselesaikan. Kecenderungan meningkatnya jumlah sisa perkara di pengadilan agama disebabkan setidaknya karena (a) adanya ketimpangan antara penambahan jumlah tenaga hakim dan aparat lainnya dengan meningkatnya jumlah perkara yang masuk, (b) kurang proposionalnya penempatan hakim dengan jumlah perkara (pengadilan agama diwilayah Indonesia Timur lebih banyak dari pada di Pulau Jawa), dan (c) semakin beratnya beban kerja karena ada ketentuan baru seperti proses mediasi.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah tunggakan perkara dengan mengaktifkan dan mensosialisasikan penggunaan program aplikasi SIADPA Plus, sebuah aplikasi untuk mempercepat proses penyelesaian administrasi perkara yang sedang digalakkan dan disosialisakan baik ditingkat pimpinan MS/PA, hakim, tenaga kepaniteraan maupun para
5
administrator SIADPA Plus, sehingga mengurangi beban kerja hakim dan aparat lainnya. Upaya lainnya adalah melakukan promosi mutasi untuk lebih memproporsionalkan antara jumlah hakim/aparat dengan beban kerja.
Selanjutnya, dilihat dari tingkat kepuasan pencari keadilan terhadap putusan Pengadilan agama ada kecenderungan meningkat pula. Sebagai indikator, dapat dilihat dari jumlah putusan PA/PTA yang diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung pada dua tahun terakhir. Tahun 2009 jumlah permohonan kasasi yang diajukan sebanyak 709 perkara, sedangkan pada tahun 2010 jumlah permohonan kasasi yang diajukan sebanyak 673 perkara.
Hambatan yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan penyelesaian jumlah perkara di Pengadilan agama antara lain adalah penataan kembali dalam penempatan dan penyebaran aparat non hakim agar lebih proposional dan pemanfaatan teknologi informasi yang masih harus ditingkatkan.
2. Program Manajemen SDM
Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama per 16 Agustus 2011 jumlah pegawai Peradilan Agama sebanyak 11.856 orang dengan perincian, tenaga teknis sebanyak 8.029 orang dan tenaga non teknis sebanyak 3.827 orang. Tenaga teknis terdiri dari tenaga hakim sebanyak 3.645 orang, tenaga kepaniteraan sebanyak 3.257 orang dan tenaga kejurusitaan sebanyak 1.127 orang. Penjelasan data tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Kekuatan Pegawai Peradilan Agama seluruh Indonesia
Per 16 Agustus 2011
TENAGA TEKNIS
TENAGA NON TEKNIS
Ketua
Wakil Ketua
Hakim
Hakim Yustisial
Panitera/Sekretaris
Wakil Panitera
Panitera Muda
Panitera Pengganti
Juru Sita
Juru Sita Pengganti
Wakil Sekretaris
KASUBAG
Fungsional
Kesekretariatan
Staff
Jumlah
354
353
2.936
2
366
362
949
1.580
264
863
333
905
60
2.529
11.856
Dalam mengelola Sumber Daya Manusia tersebut, Ditjen Badan Peradilan Agama dituntut menyediakan data dan informasi yang akurat. Kondisi jumlah pegawai Peradilan Agama yang mencapai ribuan orang yang tersebar pada 372 Satker di seluruh Indonesia membutuhkan pengelolaan data yang efektif, efisien dan cepat. Untuk itu, Ditjen Badilag pada
6
tahun 2006 telah membangun sebuah aplikasi berbasis teknologi informasi berupa Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian yang disebut dengan SIMPEG, dan selalu dikembangkan.
Aplikasi SIMPEG dikembangkan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA-RI sebagai pengganti dari sistem informasi kepegawaian secara manual sebagai upaya untuk mewujudkan pelayanan prima di bidang manajemen Sumber Daya Manusia.
SIMPEG adalah sistem informasi terpadu yang meliputi pendataan pegawai, prosedur tata kerja, sumber daya manusia dan teknologi informasi untuk menghasilkan informasi yang cepat, lengkap dan akurat dalam rangka mendukung administrasi kepegawaian pada Ditjen Badilag.
Dalam konteks manajemen, Aplikasi SIMPEG diarahkan sebagai sistem informasi kepegawaian yang bisa memberikan solusi secara menyeluruh terhadap masalah-masalah dan pengelolaan aktivitas manajemen sumber daya manusia di seluruh satker peradilan agama yang terintegrasi di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
Dalam perkembangan berikutnya, pada tanggal 2 Mei 2011, Direktorat Jendaral Badan Peradilan Agama MA-RI telah mengembangkan SIMPEG ke arah yang lebih maju dengan membuat Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMKEP), berbasis web dengan alamat http://simpeg.badilag.net/simkep. Aplikasi SIMPEG berbasis web ini merupakan pengembangan lanjutan Aplikasi SIMPEG sebelumnya yang berbasis desktop. Di antara alasan dikembangkannya SIMPEG berbasis web antara lain :
1. Hampir semua Satker Peradilan Agama yang jumlahnya mencapai 372 buah saat ini sudah memiliki koneksi internet.
2. Tingkat kemampuan SDM di lingkungan peradilan agama yang menguasai teknologi informasi saat ini dianggap sudah cukup memadai.
3. Bisa diakses via internet di mana dan kapan saja selama terhubung dengan koneksi internet.
4. Sangat sederhana karena hanya membutuhkan browser yang terhubung dengan internet dan mendapatkan hak untuk mengaksesnya.
5. Database terpusat (sentralisasi) pada satu tempat (gedung Cyber Kuningan)
6. Sangat mudah membuat laporan (smart report) sendiri, karena tersedia filter data.
7. Proses penggabungan data (sinkronisasi) antara data pusat dan daerah tidak diperlukan lagi.
7
8. Setiap pegawai dapat mengakses data SIMPEG berbasis web sampai pada level terendah, yaitu mengakses data diri sendiri.
9. Tersedianya aplikasi TPM (Tim Promosi dan Mutasi) dan NTU (Nota Usul) yang dapat digunakan kapan dan dimana saja selama terhubung dengan koneksi internet.
10. Tersedianya menu integrasi untuk share data ke aplikasi lain, misalnya untuk keperluan absensi pegawai, inventaris kekayaan negara, dll.
Hambatan dalam penggunaan aplikasi SIMKEP ini adalah penyosialisasian dan kerajinan pegawai dan aparat kepegawaian dalam meng ”up date” data.
3. Program Pengelolaan website
Sejak diluncurkannya website Ditjen Badan Peradilan Agama pada tanggal 16 April 2006 dengan alamat www.badilag.net hingga kini terlihat perkembangan yang sangat signifikan. Mulanya website ini hanya sebagai media informatif akan tetapi secara bertahap terus berkembang. Terakhir, website ini telah berkembang menjadi media interaktif dan komunikatif. Sebagai contoh, pemuatan jadwal sidang, pengaduan, publikasi putusan, transparansi anggaran dll, yang kesemuanya bermuara pada keterbukaan informasi peradilan , sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan SK KMA Nomor 1-144 Tahun 2011, yang menghapus SK KMA Nomor 144 Tahun 2007.
Melalui sosialisasi dan orientasi tentang sistem informasi selama tiga tahun berturut-turut (2008-2010) yang digalakkan oleh Ditjen Badan Peradilan Agama untuk MSy.Aceh/PTA se-Indonesia dan MS/PA yang ada di wilayahnya, dari jumlah website di MS/PA, tahun 2008 baru 242 dari 343 MS/PA; tahun 2009: 268 dari 343 MS/PA dan di tahun 2010 seluruh MSy.Aceh/PTA dan MS/PA (100%) telah memiliki website. Hingga kini ada 29 website MSy.Aceh/PTA dan 343 MS/PA yang dibina oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
Tabel Perkembangan Jumlah Website MS/PA
Tahun
Jumlah Website MS/PA
%
2008
242
71 %
2009
268
78%
2010
343
100 %
8
Selanjutnya Dirjen Badan Peradilan Agama dengan Surat Edarannya Nomor 5170/DjA.1/OT.00/X/2009 mulai melakukan monitoring dan kontrol/penilaian terhadap website peradilan agama. Penilaian yang dilakukan lebih bersifat kualitatif (“Ada” dan “Tidak Ada”) untuk enam kriteria yaitu status (aktivasi), updating, transparansi anggaran, informasi keperkaraan (jadwal sidang, perkara putus, putusan, statistik perkara) dan SOP.
Berdasarkan penilaian 31 Oktober 2009, dari 343 jumlah situs MS/PA yang aktif 237 (69%), yang memuat transparansi anggaran 159 MS/PA (67 %), yang memuat jadwal sidang 142 ( 59.9%), yang memuat publikasi putusan 116 MS/PA (48.9%), yang memuat statistik 83 MS/PA (35 %), dan yang memuat SOP 143 MS/PA (60.3 % ). Sebenarnya masih ada 31 situs-situs MS/PA yang pada saat penilaian tidak bisa dipantau, hal ini disebabkan karena faktor finansial seperti hosting belum diperpanjang, kurangnya dukungan pimpinan, atau faktor lain seperti gangguan jaringan saat dilakukan penilaian tersebut.
Sejalan dengan semangat reformasi peradilan, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama membuat terobosan-terobosan baru untuk memberikan motivasi kepada MSy.Aceh/PTA dan MS/PA di bawahnya agar lebih baik lagi dalam pengelolaan websitenya masing-masing dengan memberikan penghargaan “Religious Court Reform Awards”. Salah satu bentuk “Religious Court Reform Awards” adalah telah diselenggarakannya “Website Award” yg dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2011. Penilaiannya didasarkan pada temuan The National Legal Reform Program (NLRP), bulan Februari 2011, di mana NLRP telah melakukan empat edisi penilaian sejak 2010.
Penilaian bulan Februari tersebut merupakan penilaian terbaru NLRP terhadap empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang dipublikasikan dalam bukunya berjudul “Sebuah Penilaian Atas Website Pengadilan Tahun 2010” dengan menempatkan lima website di lingkungan peradilan agama sebagai “Best of The Best” dari keempat lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Kelima website tersebut adalah website PA Bantul, PA Yogyakarta, PA Sleman, PTA Yogyakarta dan PTA Surabaya.
Di samping itu, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama juga telah memberikan penghargaan/ award kepada 5 MSy.Aceh/PTA terbaik tingkat nasional yaitu PTA Yogyakarta, PTA Surabaya, PTA Ambon, PTA Banjarmasin dan PTA Kendari.
Juga website award ini diberikan kepada 5 MS/PA terbaik tingkat nasional yaitu PA Bantul, PA Yogyakarta, PA Sleman, PA Cianjur dan PA Wates.
MS/PA yang terbaik ditingkat wilayah MSy.Aceh/PTA dalam pengelolaan websitenya juga diberikan website award. Mereka adalah (1) PA Bantul; (2) PA Cianjur; (3) PA
9
Banyumas; (4) PA Madiun (Kabupaten); (5) PA Kotabaru; (6) PA Solok; (7) PA Muara Teweh; (8) PA Balikpapan; (9) PA Mamuju; (10) PA Kotamubagu; (11) PA Palembang; (12) PA Masohi; (13) PA Bengkulu; (14) PA Jakarta Selatan; (15) PA Pangkal Pinang; (16) PA Muara Sabak; (17) PA Sidikalang; (18) PA Poso; (19) PA Dumai; (20) PA Ketapang; (21) PA Krui; (22) PA Pandeglang; (23) PA Fakfak; (24) PA Giri Menang; (25) PA Soasio; (26) PA Gorontalo; (27) PA Waikabubak; (28) MS Langsa; (29) PA Unaaha.
Kebutuhan publik akan informasi peradilan agama, menuntut peningkatan kuantitas dan kualitas informasi yang disajikan. Menyikapi hal tersebut, dan dalam rangka mongontrol website di lingkungan peradilan agama, maka Ditjen Badan Peradilan Agama melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Dirjen Badan Peradilan Agama melalui Sekretaris Ditjen Badilag mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1894/DjA.1/HM.00/VI/2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang penilaian website. Sebelumnya, untuk mendukung program yang sama Dirjen Badilag mengedarkan Surat Nomor 4975-a/DjA/OT.00/IX/2009 tanggal 16 September 2009 Tentang Peningkatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan 5170/DjA.1/OT.00/X/2009 tanggal 12 Oktober 2009 Tentang Monitoring Aktivasi dan Updating Website
2. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama bekerjasama dengan pihak ketiga (AUSAID) berencana untuk melanjutkan pemberian penilaian website peradilan (peradilan agama khususnya) secara nasional seperti yang telah dilaksanakan oleh NLRP.
Di sisi lain, pemuatan publikasi putusan pada situs http://www.asianlii.org yang diluncurkan pertama kali pada tanggal 12 Februari 2008 oleh Ketua MA-RI dalam forum pertemuan Mahkamah Agung RI dengan Family Court Australia di Jakarta terus dilakukan. Sampai saat ini terdapat 4.931 putusan yang dimuat di asianlii, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini:
Jumlah putusan yang dimuat di Asianlii
Tahun
Jumlah
2007
1.155
2008
1.735
2009
1.392
2010
649
Total Putusan
4.931
10
4. Program Pelayanan Publik dan Meja informasi di Pengadilan
Masyarakat memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap peningkatan kualitas pengadilan terutama di bidang pelayanan. Tidak jarang persoalan pelayanan hukum (legal service) seringkali mendapat stigma negatif dari media. Publik masih menghendaki diadakan peningkatan kualitas pelayanan, khususnya menyangkut pelayanan administrasi, publikasi putusan, dan integritas/ profesionalitas aparatur peradilan.
Program Pelayanan Publik dan Meja Informasi (information desk) merupakan salah satu implementasi dari sepuluh nilai-nilai dasar pengadilan (court values), dimana salah satu nilai dasarnya adalah keterbukaan pengadilan (transparancy).
Mahkamah Agung sebagai salah satu dari tiga pilot project reformasi birokrasi, memiliki komitmen kuat untuk melakukan keterbukaan informasi. Komitmen itu secara nyata dibuktikan oleh Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 144/KMA/SK/III/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
Mengingat harapan masyarakat yang semakin tinggi terhadap transparansi lembaga pemerintah, dan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka pada bulan Januari 2011, Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa menyempurnakan SK tersebut dengan menghapus SK KMA 144/2007 menjadi SK Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebagai institusi di bawah Mahkamah Agung RI yang melakukan pembinaan terhadap peradilan agama, memiliki komitmen penuh untuk mengimplementasikan pelayanan publik dan transparasi peradilan dengan terus menerus melakukan sosialisasi, bimbingan dan monitoring. Belakangan ini Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen Badilag Nomor 0017/Dj.A/SK/VII/2011 tentang Pedoman Pelayanan Meja Informasi di Lingkungan Peradilan Agama yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik terhadap para pencari keadilan yang secara tidak langsung membatasi hubungan antara aparat peradilan dan pihak pencari keadilan guna menghindari hubungan yang tidak proporsional serta meminimalisir tindakan penyelewengan aparat peradilan agama.
Dengan keluarnya Surat Keputusan Dirjen Badilag Nomor 0017/Dj.A/SK/VII/2011 tentang Pedoman Pelayanan Meja Informasi di Lingkungan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama secara gencar mensosialisasikan SK tersebut kepada lembaga peradilan agama di bawahnya dan memonitornya secara langsung.
11
Untuk mendukung implementasi Surat Keputusan Dirjen dimaksud sehingga dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta memotivasi Msy.Aceh/PTA dan MS/PA agar menerapkannya, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama berencana mengadakan penilaian dan memberikan penghargaan terhadap lembaga peradilan agama yang memberikan pelayanan terbaik kepada publik melalui program Public Service Award dengan mengeluarkan Surat Edaran nomor: 2510/DjA.1/HK.00/VIII/2011 tentang Penilaian Pelayanan Publik dan Meja Informasi. Mekanisme penilaian tahap pertama dilaksanakan oleh MSy.Aceh/PTA pada bulan Agustus-September 2011, dan penilaian tahap ke dua dilaksanakan oleh Tim Pusat dari Ditjen Badilag pada bulan Oktober-November 2011 secara acak kepada beberapa Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan Agama baik yang diajukan maupun yang tidak diajukan oleh MSy.Aceh/PTA.
5. Program Implementasi SIADPA
Untuk memanfaatkan teknologi informasi pada proses administrasi peradilan di pengadilan agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama telah membuat suatu aplikasi yang diberi nama aplikasi SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan agama) dan SIADPTA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Tinggi Agama).
Pembuatan Aplikasi ini dilatar belakangi oleh semakin berkurangnya jumlah tenaga pelaksana administrasi perkara, sementara jumlah perkara yang masuk setiap tahun terus meningkat, padahal pelayanan hukum harus tepat waktu khususnya penyampaian akte cerai. Di samping itu aplikasi SIADPA diyakini mampu berperan penting dalam mengoptimalkan penerapan Pola Bindalmin di lingkungan peradilan agama. Sejak dimulainya penggunaan aplikasi SIADPA telah dirasakan manfaatnya dalam rangka penyelarasan Pola Bindalmin dan pemanfaatan teknologi informasi dalam menunjang tugas pokok.
Keberadaan aplikasi SIADPA di lingkungan peradilan agama telah mendapatkan payung hukum yang kuat dengan dikeluarkannya Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Peradilan Agama Buku II Edisi Revisi Tahun 2010 yang menegaskan bahwa aplikasi SIADPA menjadi bagian tak terpisahkan dalam pelaksanaan tugas administrasi peradilan. Sebelumnya, TUADA ULDILAG telah mengeluarkan instruksi tentang pemanfaatan aplikasi SIADPA sebagai pendamping Pola Bindalmin pada peradilan agama di seluruh Indonesia sebagaimana termuat dalam Surat Nomor 12/TUADA/AG/2007 tertanggal 27 September 2007.
Aplikasi SIADPA sebagai sebuah sistem manajemen perkara (case management system) telah dirasakan manfaatnya di bidang administrasi peradilan. Proses pengolahan dokumen
12
perkara dilakukan dengan lebih cepat, efektif dan efisien sehingga pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan bisa lebih ditingkatkan.
Kebijakan pengembangan aplikasi SIADPA diarahkan pada terciptanya tata kerja di bidang keperkaraan yang lebih modern sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dalam rangka memberikan pelayanan prima dan tersedianya keadilan bagi seluruh masyarakat (Justice for All).
Faktor pendukung keberhasilan implementasi aplikasi SIADPA di lingkungan peradilan agama, antara lain: faktor pimpinan/kebijakan, SDM, infrastruktur, dan anggaran pemeliharaan. Untuk mengatasi permasalahan di seputar pengelolaan aplikasi SIADPA dan SIADPTA, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama juga telah membuat suatu wadah untuk konsultasi dan diskusi mengenai aplikasi SIADPA yang sebelumnya dirasakan sangat terbatas. Wadah tersebut berupa portal yang menjadi bagian dari website Ditjen Badilag. Kehadiran portal www.e-bindalmin.badilag.net sangat strategis dalam rangka revitalisasi dan pengembangan aplikasi SIADPA.
Selain itu dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan aplikasi SIADPA, Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama telah melakukan langkah-Iangkah strategis dan terukur. Dimulai dengan diskusi bersama para pakar tentang sinkronisasi aplikasi SIADPA dengan Pola Bindalmin yang menghasilkan aplikasi SIADPA Plus. Kemudian sebagai tindak lanjut lahirnya SIADPA Plus telah diadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Administrasi Peradilan Angkatan I Tahun 2011 di Bandung yang diikuti oleh para pengelola (administrator) aplikasi SIADPA yang merupakan representasi dari Mahkamah Syari'ah Aceh/ Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia.
Salah satu hasil Bimtek Administrasi Peradilan tersebut adalah terbentuknya Tim Implementasi SIADPA Plus Tingkat Nasional yang telah ditetapkan oleh Dirjen Badilag dalam surat keputusan Nomor: 0012/DJA/HM.OO/SK/V/2011 tertanggal 2 April 2011. Tugas Tim Implementasi SIADPA Plus Tingkat Nasional diantaranya menyusun jadual, silabus bimbingan dan pendampingan pemecahan permasalahan seputar aplikasi SIADPA.
Tugas pendampingan pemecahan permasalahan tersebut oleh Tim diterjemahkan dalam bentuk program kerja berupa pembuatan portal www.e-bindalmin.badilag.net sebagai sarana komunikasi, konsultasi dan supporting unit. Portal ini diharapkan mampu menjadi solusi atas permasalahan aplikasi SIADPA di daerah.
Seluruh pengadilan agama di Indonesia (343 MS/PA), telah menerima aplikasi SIADPA dan perangkat hardwarenya yang berupa server dan komputer client. Namun saat ini, tingkat implementasi aplikasi SIADPA tersebut masih rendah, baru sekitar 60% saja pengadilan
13
agama yang mempergunakannya. Pada pengadilan agama yang telah mempergunakan aplikasi SIADPA secara benar dan menyeluruh sesuai pola bindalmin, prosentase penyelesaian perkaranya sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi SIADPA telah banyak berperan dalam mempercepat proses administrasi penyelesaian perkara.
Sebagai tindak lanjut, untuk meningkatkan implementasi aplikasi SIADPA, Ditjen Badilag melalui Tim Implementasi SIADPA Plus Tingkat Nasional telah melakukan pemetaan, bimbingan dan pendampingan penyelesaian permasalahan di seputar aplikasi SIADPA. Tugas pokok Tim adalah mengakselerasi implementasi aplikasi SIADPA pengadilan agama di seluruh Indonesia. Dari pengadilan agama yang tidak mempergunakan aplikasi SIADPA menjadi mempergunakannya, dari pengadilan agama yang hanya mempergunakan sebatas penerimaan perkara dapat ditingkatkan untuk mempergunakan aplikasi SIADPA pada menu-menu yang lainnya. Dengan demikian diharapkan pada akhir tahun 2011 ini, pengadilan agama di seluruh Indonesia telah mempergunakan kembali aplikasi SIADPA secara menyeluruh dan pada akhirnya validitas data perkara yang dibutuhkan sebagai landasan pengambilan kebijakan di tingkat pusat akan dapat terpebuhi secara cepat, tepat dan akurat.
6. Program “Justice for All” yang terdiri dari Perkara Prodeo, Sidang Keliling dan Pos Bantuan Hukum (Posbakum).
Pasal 56 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal 60 B Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Pasal 57 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal 60 C Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 juga mengatur bahwa di setiap pengadilan dibentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. Dalam ayat berikutnya disebutkan bahwa bantuan hukum tersebut diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sejalan dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan dinyatakan bahwa program Justice for All difokuskan kepada program keadilan bagi anak, program keadilan bagi perempuan, program keadilan di bidang ketenagakerjaan, program keadilan di bidang bantuan hukum, program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan, dan program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan.
14
Di Peradilan Agama, Sidang Keliling dan Perkara Prodeo sudah lama dilaksanakan, akan tetapi untuk Pos Bantuan Hukum baru dilaksanakan pada tahun 2011, setelah keluarnya SEMA Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak mengalami berbagai kendala terutama dalam pelaporan data dan keuangannya.
Pada Tahun 2011, Posbakum dilaksanakan di 46 satker MS/PA dengan target 11.553 orang yang terlayani. Penyelenggaraannya dimulai sejak Maret. Sampai dengan bulan Juli 2011 sudah mencapai 16.390 orang yang sudah terlayani sedangkan untuk Sidang Keliling target 273 lokasi sudah terlampaui yaitu sudah mencapai 338 lokasi. Sedangkan untuk Prodeo dari target 11.553 perkara hingga bulan Juli 2011 sudah mencapai 6.249 perkara.
Monitoring pelaksanaan program justice for all dilakukan melalui aplikasi SMS Gateway Mahkamah Agung RI. Sistem ini digunakan untuk melakukan pelaporan penerimaan perkara dan penggunaan biayanya, selain itu juga untuk melaporkan besaran dan penyerapan anggaran Prodeo, Sidang Keliling dan Posbakum . Aplikasi SMS Gateway sudah berjalan dengan baik, namun dalam perkembangannya mengalami perubahan untuk memenuhi kebutuhan data yang lebih banyak. Hanya saja pada aplikasi baru ini terjadi hambatan pada akses input dan out putnya. Antara out put data aplikasi berbeda dengan out put data manual, hal ini disebabkan oleh input data yang dilakukan oleh masing-masing satker mungkin tidak sesuai dengan kenyataannya dan format aplikasi agak rumit dibanding aplikasi lama. Oleh sebab itu langkah untuk mendapatkan data valid harus melalui cros chek data aplikasi dengan manual ke pengadilan tingkat banding. Untuk cross chek inipun memakan waktu. Kini format aplikasi sedang dalam proses penyempurnaan.
7. Pengawasan
Pada dasarnya tugas pengawasan adalah menjadi tugas pokok Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI. Pengawasan meliputi tugas-tugas pemeriksaan teknis peradilan, pemeriksaan administrasi peradilan dan pemeriksaan administrasi umum.
Dalam melakukan pengawasan internal di lingkungan peradilan mencakup 2 (dua) jenis pengawasan yaitu: Pengawasan Melekat dan Rutin/Reguler.
Pengawasan Melekat meliputi kegiatan yang bersifat pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif. Sedangkan Pengawasan Rutin dilakukan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor :KMA /096/SK/X/2006 tentang Tanggung
15
Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding Dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dalam melaksanakan tugas pengawasan.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, khususnya Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama sebagai pembina tenaga teknis, ikut serta menerima pengaduan-pengaduan masyarakat. Penanganan pengaduan adalah rangkaian proses penanganan atas pengaduan yang ditujukan terhadap instansi atas pelayanan publik, atau tingkah laku aparat peradilan dengan cara melakukan monitoring, dan atau observasi, dan atau konfirmasi, dan atau klarifikasi, dan atau investigasi (pemeriksaan) untuk mengungkapkan benar tidaknya hal yang diadukan tersebut.
Melalui beberapa cara telah dikemukakan prosedur-prosedur pengaduan masyarakat baik melalui Pengaduan Online, SMS Pengaduan, Kotak Pengaduan di pengadilan agama dan Buku Tamu.
Yang masih menjadi kendala adalah kurangnya perhatian dari pimpinan pengadilan untuk mendata pengaduan, menindak lanjuti, dan mempublikasikannya pada website, sesuai dengan ketentuan.
C. Hambatan Implementasi Program Prioritas Reformasi Birokrasi
Hambatan Implementasi Program Prioritas Reformasi Birokrasi dapat diklasifikasikan pada faktor Man, Money, Material, Method, Machine dan yang sejalan dengan nafas reformasi birokrasi adalah hambatan manajemen perubahan, khususnya mindset seluruh karyawan dan juga dukungan serta komitmen pimpinan.
Mencermati paparan di atas, secara umum dapat digambarkan persoalan-persoalan klasik yang sering menjadi kendala ataupun hambatan pada tataran pelaksanaan operasional antara lain:
1. Beberapa satker Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan agama masih mengandalkan jasa pihak ketiga (Web Developer) dalam pengelolaan website, padahal Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama setiap tahun memberikan pembinaan-pembinaan dan telah mengkader administrator-administrator IT yang cukup terdidik di MSy.Aceh/PTA, bahkan di beberapa MS/PA. Mestinya pembinaan-pembinaan tersebut, ditindak lanjuti terus menerus oleh setiap satker secara berjenjang. Dan dalam hal ini dibutuhkan komitment pimpinan yang kuat untuk menerapkan hal tersebut agar sejalan dengan paradigma perubahan
2. Khusus mengenai SIADPA Plus, ada dua hambatan. Hambatan pertama, SIADPA Plus baru terpasang pada 60% satker dan hambatan kedua masalah SDM. Untuk hambatan
16
pertama Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama telah berusaha melalui Tim Implementasi SIADPA Plus Tingkat Nasional melakukan pemetaan, bimbingan dan pendampingan penyelesaian permasalahan di seputar aplikasi SIADPA. Sedangkan hambatan kedua ialah kurang antusiasnya pemakaian aplikasi ini oleh para hakim yang kebanyakan sudah usia lanjut. Kendala ini dapat diatasi dengan metode “Tim Building”, yakni sebuah cara kerja tim kesebelasan yang saling mendukung antara SDM yang sudah mahir IT dengan yang belum mahir untuk belajar terus dan menjadikan automasi Bindalmin menjadi sebuah “habbit/kebiasaan” cara kerja pada satker masing-masing
3. Hambatan yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan penyelesaian perkara di pengadilan agama antara lain adalah masih kurangnya jumlah tenaga hakim , sebaran tenaga hakim yang belum proporsional, dan pemanfaatan teknologi informasi yang belum maksimal.
4. Secara umum hambatan dana, sarana, prasarana serta infrastruktur lainnya merupakan suatu hambatan yang biasa dalam kehidupan organisasi. Hambatan ini dapat diatasi dengan integritas dan konsisten yang tinggi serta membuat “terobosan-terobosan” atau kreativitas baru sebagai langkah antisipatif.
D. Rekomendasi
1. Untuk menuju perubahan ke arah yang lebih baik, diperlukan komitmen yang tinggi dan kesamaan persepsi mulai dari pimpinan sampai seluruh pegawai di lingkungan peradilan agama sesuai dengan visi dan misi reformasi birokrasi pada satker masing-masing. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebagai pembina berkewajiban menyosialisasikan reformasi birokrasi secara terus menerus kepada lingkungan peradilan agama.
2. Sesuai dengan tema rakernas tahun ini yaitu Meningkatkan Peran Pengadilan Tingkat Banding sebagai kawal depan Mahkamah Agung, diminta agar MSy.Aceh/PTA untuk meningkatkan perannya dalam melaksanakan program-program reformasi birokrasi yang dilaksanakan di pengadilan-pengadilan yang berada di wilayahnya masing-masing.
3. Seluruh MS/PA harus lebih meningkatkan lagi kepeduliannya kepada program-program pembaruan untuk dilaksanakan seoptimal mungkin. Keterbatasan SDM, sarana prasarana dan anggaran jangan dijadikan halangan untuk dapat melaksanakan pembaruan-pembaruan dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas pokok dan pelayanan kepada masyarakat luas.
17
4. Keberhasilan pelaksanaan program-progaram pembaruan sangat tergantung kepada para pimpinan. Oleh karena itu Ketua, Wakil dan Pansek Pengadilan di lingkungan peradilan agama dituntut untuk meningkatkan keterlibatannya pada pengembangan pemanfaatan teknologi informasi. Pimpinan harus menjadi teladan dan penggerak pembaruan. Ketidak pedulian dari pimpinan mengakibatkan “bencana” bagi jalannya organisasi. Para hakim dituntut untuk menjadi “thing tank” bagi pengadilan. Demikian pula seluruh pejabat dan karyawan harus selalu diberikan informasi dan dilibatkan dalam pelaksanaan program-program ini.
5. Mengingat begitu pentingnya Peraturan MENPAN Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan yang berisi teori-teori manajemen perubahan atau change management yang merupakan dasar-dasar pelaksanaan reformasi birokrasi, maka peraturan ini harus disosialisakan kepada seluruh jajaran peradilan agama secara intensif seiring dengan disosialisasikannya Cetak Biru Mahkamah Agung RI dengan program-program prioritas pembaruannya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda