EFEKTIFITAS PELAYANAN HUKUM DAN TERWUJUDNYA JUDICIAL TRANSPARANCY DILINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Direpublik ini, dinamika pasca reformasi, kian mendorong pemerintah agar lebih meningkatkan transparansinya (keterbukaan) dalam setiap aktivitas pelayanan publik kepada seluruh masyarakatnya, tanpa kecuali. Tuntutan ini (juga) kian mengkristal dalam bentuk ”jaminan” atas akses informasi publik. Kenyataan ini bahkan dilegitimasi parlemen dengan membuat rancangan undang-undang tentang hak memperoleh informasi dan pelayanan bagi publik yang kini tengah dibahas di DPR RI. (tulisan ini saya buat tahun 2008 lalu saat mengikuti diklat PIM II di Surabaya). Saat ini, DPR telah mengesahkan RUU Pelayanan Publik itu menjadi undang-undang.
Pada dasarnya, informasi, selalu dan mampu memberikan kontribusi penting bagi pengembangan sosial dan demokrasi. Jika masyarakat kita telah lebih baik dalam ber-informasi (better informed), memberi dan mengambil maanfaat dari sumber-sumber informasi (terutama) dalam hal-hal terpenting dari kepemerintahan, layanan dan akses publik, maka besar kemungkinan mereka bisa memberikan kontribusi yang tidak kalah penting dengan ikut berperanserta dalam ”mempengaruhi” atau bahkan ”menggawangi” lahirnya sebuah (produk) keputusan (policey) atau mungkin juga undang-undang yang menyangkut hajad kehidupan mereka sehari-hari.
Sejalan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan, maka Pengadilan berkewajiban untuk memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat direpublik ini sebagaimana bunyi pasal 2 Bagian Pertama dalam keputusan ini, bahwa Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya strategis untuk mengembangkan informasi Pengadilan tentang pelayanan publik berbasis kebutuhan masyarakat dan (diharapkan) makin mendekatkan Pengadilan dengan rakyat pencari keadilan, sekali lagi, tanpa kecuali. Demikian pentingnya pelayanan publik itu.
Sungguh, sebuah langkah inovatif, Mahkamah Agung telah mendesain sistem atau pola penyediaan dan pelayanan informasi publik sesuai dengan keragaman karakteristik daerah didukung dengan perkembangan teknologi komunikasi yang ada sehingga diharapkan semua Pengadilan sudah memiliki front office di dunia maya, baik yang dikemas dalam bentuk portal maupun website/situs. Akses langsung inilah yang sedianya diharapkan sebagai better informed atas layanan informasi dan publisitas melalui networking area (internet). Namun demikian, layanan informasi yang demikian itu akan lebih baik jika data yang disajikan selalu uptodate.
Dalam konteks informasi nasional adanya kesenjangan informasi antara pusat dan daerah adalah salah satu implikasi (dari sekian banyak implikasi) bagi kesatuan bangsa. Kondisi ini membuat hubungan komunikasi dan jaringan informasi antara pusat dan daerah seolah ”terputus”. Informasi tentang kebijakan pusat misalnya yang tidak tersebar secara luas dan merata di seluruh lapisan masyarakat yang ada di daerah. Sebaliknya, umpan balik (feedback) masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan negara serta pelaksanaannya kurang dapat diserap secara optimal oleh pemerintah pusat, yang ujung-ujungnya berimplikasi lagi pada kebijakan yang akan diambil tentunya.
Sementara dalam konteks Pengadilan, semisal, ketika pengadilan berupaya melakukan pelayanan informasi melalui jaringan internet. Ada kecenderungan aktifitas komunikasi langsung kepada publik dengan menggunakan media komunikasi tradisional berkurang porsinya. Padahal secara faktual belum semua warga Indonesia memiliki akses yang sama terhadap teknologi internet. Belum lagi adanya kecenderungan pengelolaan informasi yang bersifat partial (ego sektoral), yang terjadi bukan saja di tingkat pusat tetapi juga di daerah-daerah.
Demi mewujudkan efektifitas dan optimalisasi pelayanan informasi pengadilan yang transparan (judicial transparancy), di lingkungan Pengadilan Agama (saya hanya menfokuskan tulisan ini pada lingkungan Peradilan Agama saja) perlu dilakukan pendayagunaan organisasi meliputi penataan struktur, fungsi, rentang kendali dan saling hubungan dalam proses pengambilan keputusan, penetapan kebijaksanaan alokasi dan realokasi sumberdaya serta efisiensi birokrasi. Dengan demikian diharapkan akan mampu meningkatkan performance (kinerja) pelayanan publik yang optimal. Untuk menambah wawasan berpikir kita, saya mencoba mengemukakan konsep-konsep pemikiran yang insya Allah (mungkin) bermanfaat.
1. Konsepsi Manajemen Stratejik
Dalam penyelenggaraan organisasi Pemerintahan diperlukan suatu pengaturan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi. Untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut diperlukan penyusunan perencanaan stratejik dalam bentuk kebijakan publik serta pengawasan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Pembentukan organisasi pemerintahan di suatu daerah/wilayah perlu (terlebih dahulu) mengkaji potensi yang dimiliki agar dapat bersaing dalam era globalisasi dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan ekosistim setempat.
Manajemen Stratejik adalah seni dan pengetahuan memformulasikan, melaksanakan dan evaluasi pengambilan keputusan lintas fungsi organisasi sehingga memungkinkan organisasi mencapai tujuan (Fred R. David, dalam Strategic Management 5¬th edition).
Didalam aplikasi manajemen stratejik merupakan suatu pendekatan yang terpadu dan stratejik untuk mendukung keberhasilan organisasi secara terus menerus, melalui peningkatan kemampuan kinerja semua anggota organisasi, baik secara individu maupun dalam kelompok.
Manajemen Stratejik terdiri dari 2 (dua) bagian, yakni:
1.1. Perencanaan Stratejik (Strategic Planning), yaitu merumuskan tujuan dan sasaran organisasi serta strategi yang dipilih, untuk mencapai tujuan/sasaran organisasi;
1.2. Manajemen kinerja (Performance Management), yaitu merumuskan pengukuran kinerja terhadap implementasi perencanaan strategik untuk keperluan akuntabilitas, serta memonitor hasilnya keperluan evaluasi dan umpan balik (feedback).
Salah satu konsep manajemen stratejik adalah model perencanaan stratejik dari James B. Whittaker, (1995). Model Perencanaan Stratejik ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut,:
- Menetapkan Visi, Misi dan Nilai.
- Pencermatan Lingkungan Internal, Eksternal dan Asumsi
- Analisis Strategis dan Pilihan serta Faktor Kunci Keberhasilan
- Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi
- Penetapan Akuntabilitas dan Pelaksanaan Rencana
- Pemantauan dan Umpan Balik
2. Konsepsi Judicial Transparancy
Menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan pada Pasal 1 Ketentuan Umum, yang dimaksud dengan :
1. “Informasi” adalah segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat menerangkan sesuatu dalam bentuk atau format apapun;
2. “Pemohon” adalah orang yang mengajukan permohonan informasi kepada pejabat Pengadilan;
3. “Orang” adalah orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum;
4. “Pengadilan” adalah pengadilan seluruh lingkungan dan tingkatan peradilan, kecuali secara tegas dinyatakan lain;
5. “Hakim” adalah hakim seluruh lingkungan dan tingkatan peradilan;
6. “Pegawai” adalah pegawai negeri yang ditempatkan di Pengadilan dan mendapatkan gaji atau honor dari negara.
Pasal 2 Bagian Pertama dalam keputusan ini menyebutkan tentang Hak Masyarakat atas Informasi Pengadilan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban publikasi Informasi tertentu (1) : Pengadilan harus secara proaktif mengumumkan informasi yang penting bagi masyarakat (yakni dengan membuat poster/pengumuman atau memasukkannya ke situs/website jika ada) seluruh informasi seperti gambaran umum Pengadilan (yurisdiksi, nama & jabatan pejabat dst) & tahapan proses beracara di Pengadilan; hak-hak pencari keadilan dalam proses peradilan; seluruh biaya yang berhubungan dengan proses perkara serta biaya hak-hak kepaniteraan lain sesuai dengan tugas dan kewenangan Pengadilan).
Kewajiban Publikasi Informasi Tertentu (2) : agenda/jadwal sidang; agenda sidang pembacaan putusan (Putusan Banding dan Kasasi); mekanisme pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim & pegawai dan putusan pengadilan (jika pengadilan memiliki website).
Informasi yang dapat diminta/diakses publik (jika belum ada di website), antara lain :
1. Seluruh putusan & penetapan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
2. Putusan & penetapan Pengadilan yang belum final namun menarik perhatian publik (perkara korupsi, narkoba, money laundrying, terorisme & perkara lain atas perintah Ketua Pengadilan).
3. Tahapan suatu perkara
4. Data statistik perkara
5. Langkah-Langkah dalam pengawasan
6. Data statistik hasil pengawasan
7. Data kepegawaian tertentu
8. Data statistik kepegawaian
9. Bukti biaya perkara (khusus untuk pihak berperkara).
Informasi lain yang dikelola Pengadilan hanya bisa diakses publik atas ijin Ketua Pengadilan jika dengan diaksesnya informasi tersebut dapat merugikan privasi seseorang, kepentingan komersial seseorang atau badan hukum, upaya penegakan hukum, proses penyusunan kebijakan, pertahanan, keamanan dan hubungan luar negeri negara Indonesia dan ketahanan ekonomi nasional.
Adapun maksud penulisan ini adalah sebagai bahan masukan dan sumbang saran pemikiran saya dalam rangka mewujudkan keterbukaan informasi di Pengadilan (judicial transparancy).
B. Gambaran Umum Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.
1. Dasar Hukum Kelembagaan
Dasar hukum pembentukan organisasi Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam Keputusan Mahkamah Agung Nomor : KMA/004/SK/II/1992 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.
2. Tugas Pokok
Tugas pokok Pengadilan Agama adalah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Untuk hal ini, saya hanya memberi contoh tugas pokok dan fungsi Pengadilan Tinggi Agama antara lain :
a. Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat Banding.
b. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
c. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
d. Melakukan pengawasan terhadap jalannya Peradilan di tingkat pertama.
3. Fungsi
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut di atas, Pengadilan Tinggi Agama mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dibidang hukum Islam dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama.
b. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatur dan jalannya Peradilan Agama dalam wilayah hukumnya.
C. Permasalahan
Yang dapat penulis iventarisir permasalahan yang cukup relevan dengan keadaan sehari-hari dilapangan yaitu :
a. Kualitas dan profesionalisme sumberdaya aparatur masih kurang.
b. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi belum memadai.
c. Pemahaman masyarakat pencari keadilan tentang teknologi informasi masih kurang.
d. Program keterbukaan informasi pengadilan dan sosialisasi Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI (SK.KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007) masih perlu dioptimalisasi.
D. Rumusan Masalah
Yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana implementasi Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI (SK.KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007) tentang keterbukaan informasi (judicial transparancy) diterapkan di Pengadilan Agama?.
ANALISIS PERMASALAHAN
A. Analisis permasalahan
Semakin konvergennya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada. Kecanggihan produk-produk teknologi dibidang ini (juga) kian mampu mengintegrasikan semua media informasi dan pada gilirannya mengubah cara dan paradigma orang dalam berkomunikasi bahkan berinteraksi.
Disinilah sesungguhnya tantangan terbesar bagi lembaga Peradilan khususnya Pengadilan Agama untuk menciptakan dan mengembangkan hubungan yang kondusif, produktif, antara negara (pemerintah) dengan warga negaranya dan pihak-pihak lain yang berkepentingan atau kelompok vested interest; guna kepentingan bersama.
Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga peradilan dibawah Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai kawal depan Mahkamah Agung RI di daerah yang mempunyai tugas menangani perkara pencari keadilan sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama pada pasal 2 yang berbunyi :
“Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini”
Selanjutnya kekuasaan Pengadilan berdasarkan UU No. 3 Tahun 2006 pasal 49 : 1 (Bab III) disebutkan bahwa : “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.
Hubungan kerja antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dapat dilihat dari masing-masing kedudukannya. Pengadilan Agama berkedudukan di Kota atau Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibukota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Pengadilan Tinggi Agama memiliki fungsi koordinasi, pembinaan dan pengawasan terhadap Pengadilan Agama di Kota atau Kabupaten dalam propinsi.
Dari penjelasan di atas, menunjukkan bahwa betapa pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan, apalagi, akhir-akhir ini Mahkamah Agung RI dengan seluruh jajarannya termasuk Pengadilan Tinggi Agama telah berupaya melakukan sosialisasi secara berkelanjutan tentang ”Program Keterbukaan Pengadilan” (Judicial Transparancy). Sebagaimana diamanatkan oleh Surat Keputusan Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
Dalam pelaksanaannya, Pengadilan Agama adalah merupakan salah satu penghubung antara lembaga publik dengan masyarakat luas, agar tercapai saling pengertian, kerjasama dan sinergi yang positif antara berbagai pihak yang ada. Dalam konteks organisasi Pengadilan Agama, sejatinya peran melayani dan mengembangkan dukungan publik guna mencapai tujuan organisasi yang sangat penting dimainkan oleh aparatur. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Pengadilan Agama masih dihadapkan pada beberapa pokok permasalahan yang diantaranya adalah :
1. Kualitas dan profesionalisme sumberdaya aparatur masih kurang.
2. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi belum berjalan secara optimal.
3. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi belum memadai.
4. Pemahaman masyarakat pencari keadilan tentang teknologi informasi masih kurang.
5. Program keterbukaan informasi pengadilan dan sosialisasi Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI (SK.KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007) belum optimal.
Untuk mendapatkan pemecahan masalah keterkaitan antara kompetensi aparatur Pengadilan Agama dalam mengoptimalkan pelayanan informasi dan transparansi, ada beberapa hambatan yang mungkin muncul dalam kaitannya dengan pelaksanaan kebijakan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI (SK.KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007) di Pengadilan Agama antara lain:
a. Hambatan internal
- Kualitas dan profesionalisme sumberdaya aparatur masih kurang.
- Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi belum berjalan secara optimal.
- Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi belum memadai.
– Dana
– Mekanisme pelaksanaan
– Koordinasi lintas sektoral/aparat
b. Hambatan eksternal
– Perlu waktu karena proses
– Pemahaman masyarakat pencari keadilan tentang teknologi informasi masih kurang.
B. Pemecahan masalah
Diperlukan upaya pemecahannya antara lain melalui:
- Sosialisasi kebijakan yang mencakup lapisan paling bawah yang terkena imbas dari pelaksanaan kebijakan tersebut.
- Koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah, masyarakat/pihak swasta (stakeholders).
- Mempersiapkan kebijakan baru yang mungkin dapat mengatasi masalah yang akan timbul selanjutnya.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Pada hakekatnya layanan publik adalah merupakan suatu pemikiran untuk meningkatkan kualitas pelayanan antara lain adalah pelayanan hukum dilingkungan Lembaga Peradilan dan terwujudnya judicial transparancy.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan hukum dan judicial transparancy belum efektif, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Rendahnya kompetensi SDM aparatur yang menguasi teknologi informasi dan komunikasi yang modern.
2. Belum optimalnya pemanfaatan akses teknologi informasi
3. Fungsi koordinasi belum berjalan dengan baik
4. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tupoksi belum memadai.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis perlu diberikan rekomendasi sebagai bahan masukan yang dapat diaktualisasikan ke dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan hukum untuk mewujudkan judicial transparancy kepada masyarakat. Rekomendasi yang dikemukakan adalah :
1. Perlu meningkatkan kompetensi aparatur sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
2. Perlu meningkatkan kualitas pelayanan hukum yang transparan kepada masyarakat melalui upaya sosialisasi dan diseminasi informasi SK.KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007.
3. Mengoptimalkan koordinasi dengan instansi terkait dalam implementasi judicial transparancy.
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menyerap aspirasi masyarakat yang berkembang dalam pelayanan hukum.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda